WELCOME TO WEB FGPBP

Mungkin anda berfikir, akulah manusia yang paling tidak beruntung dan bodoh, karena kecintaan ku terhadap negeri ku lebih besar dari yang kau dapat dari ku...tapi satu hal yang kau tahu, bahwa aku berjalan bersama suatu kebenaran yang dunia telah menolaknya...sebab yang ku tahu...kebenar itu akan memerdekakan aku.

10 Jul 2010

Chronology Leading Up To Protest In West Papua

Chronology Leading Up To Protest In West Papua

Chronology Of The Events Leading Up To The July 8 Demonstration In West Papua
1. June 9-10 2010 open forum convened by the MRP and Traditional Papuan people. Consensus reached that Otsus has “totally failed”.
2. 15 June 2010 MRP publicise the results of the public deliberations and a list of demands.
3. 18 June 15,000 Papuans from 7 districts coordinated by the United Democratic Forum of Papuan People (popularly known as Forum Demokrasi or FORDEM) converge on the DPRP to officially hand over the people’s decision. All components of the struggle, including previously competing resistance groups are involved. A list of demands was received by the head of the DPRP and head of parliamentary commissions A and C as well as by other parliamentarians. However, all members of the DPRP were not present.
-----------------------------------

Jayapura: Indon police guarantee temporary safety for protest camp; Dispersal Fears easing

OTSUS GAGAL REFERENDUM ADALAH SOLUSI UNTUK PENYELESAIAN STATUS POLITIK PAPUA
Jayapura 08/7/2010, 11000 masa aksi yang diakomodir oleh mrp dalam aksi ini telah bergabung dari semua berbagai
elemen organ pergerakan di papua, turun jalan dari abepura jalan kaki hingga ke DPRP sambil berteriak otsus gagal referendum yes.
Demikian sebentara ketu DPRP Jhon Ibo tidak ada di tempat maka, 11000 masa akan duduk bermalam di kantor DPRP sampai sekarang ini juga masih duduk di DPRP dan hasil sidang paripurna DPRP belum menyaksikan kepada masyarakat papua saat ini. oleh karena itu, masa aksi tetap solit dan tidak akan pulang sebelum ketua DPRP menandatangani atau menyaksikan hasil sidang paripurna DPRP.
by media KNPB
Jayapura Papau.

8 Jul 2010

Warga Papua Tuntut Referendum

09/07/2010 00:56
Liputan6.com, Jayapura: Sejumlah warga Papua di Jayapura, Kamis (8/7), berunjuk rasa depan Kantor DPR Papua menuntut digelarnya referendum mengenai kemerdekaan. Mereka menilai otonomi khusus yang diberikan telah gagal menyejahterakan warga. Sumber

Akibat aksi ini, akses jalan menuju Bandar Udara Sentani, Jayapura terganggu. Selain itu sebagian besar pertokoan di Jayapura tutup saat pengunjuk rasa melintas. Tak lama berselang, setelah diterima anggota Dewan massa membubarkan diri dengan tertib

Warga Prancis Ditangkap di Papua


Pria bernama Corbie itu ditangkap karena mengabadikan demonstrasi di Papua

VIVAnews - Seorang warga Prancis bernama Edouard Jerome Francuise ditangkap aparat intelijen keamanan Kepolisian Resor Kota Jayapura. Francuise ditangkap saat berlangsung aksi unjuk rasa ribuan warga Papua menuntut referendum. Sumber

Kepala Kepolisian Resor Kota Jayapura, Ajun Komisaris Besar Imam Setiawan, membenarkan penangkapan terhadap warga asing tersebut. “Benar seorang wisatawan asal Prancis ditangkap karena meliput aksi demo," ujarnya.

Francuise ditangkap pukul 14.30 waktu setempat, Kamis 8 Juli 2010, di Taman Imbi Jayapura saat aksi unjuk rasa berlangsung. Ia ditangkap karena meliput aksi unjuk rasa, padahal visa yang dimilikinya ke Papua sebagai wisatawan.

Warga Prancis itu ditangkap karena melaksanakan kegiatan jurnalis dengan memotret dan merekam aksi unjuk rasa, sementara setelah diperiksa visa yang dimiliki hanya sebagai wisatawan.

“Hasil pemeriksaan sementara, yang bersangkutan ke Papua sebagai turis, dengan rute sebelumnya, Beijing, Jakarta dan kemudian ke Jayapura dan Nabire serta Enarotali. Rencananya berada di Papua selama 6 hari dan di Jayapura menginap di Hotel Permata," ujar Imam.

Polisi memegang sejumlah barang bukti kegiatan Francuise yakni empat buah foto dan rekaman video aksi unjuk rasa ribuan warga Papua. Pria itu kemudian ditahan di Mapolresta dan secepatnya akan diserahkan ke Kantor Imigrasi Jayapura. ia baru tiba di Jayapura Kamis 8 Juli dan langsung melakukan kegiatan illegal.

Francuise yang bernama pendek Corbie ini dilahirkan di Paris 19 November. Paspor yang dimilikinya disahkan Kepolisian Paris tanggal 27 November sampai dengan 26 Vovember 2011. Nomor passport 01BE 15031, sedangkan nomor Visa 5V/414947/2010 CD 4994561. Tipe Paspor B perorangan  dengan batas penggunaaan selama 6 hari mulai tanggal 2 Juli 2010. (sj)

Laporan Banjir Ambarita | Jayapura

Tuntut Referendum, Ribuan Warga Papua Turun ke Jalan

AYAPURA – Ribuan warga Papua kembali menggelar aksi unjuk rasa menuntut referendum atau pemisahan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).  
 
Massa yang mengatasnamakan Forum Demokrasi Rakyat Papua Bersatu atau yang lebih dikenal dengan sebutan Fordem ini juga menggelar aksi serupa di beberapa wilayah Papua di antaranya Wamena, Manokwari, Sorong, serta Bali dan Jawa. "Kami ingin mengatakan bahwa otsus di Papua gagal," kata salah satu aktivis Markus Haluk, Kamis (8/7/2010).
 
Dalam aksinya, massa juga membawa lebih dari lima berdera PBB, bendera SOS, atribut Bintang Kejora seperti ikat kepala dan cat-cat di sekujur tubuh. Tak luput pula sejumlah spanduk tentang pengembalian Otsus dan pernyataan referendum. SUMBER
 
Mereka juga melakukan aksi longmarch sepanjang 20 kilometer, dari kawasan Abepura menuju halaman kantor DPRD Papua. Sempat terjadi pengibaran bendera Bintang Kejora dalam aksi massa yang melakukan longmarch, namun pengibaran hanya berlangsung 1 menit.
 
Meski tidak ada kawalan aparat dalam aksi longmarch Fordem ini, aksi tersebut berlangsung damai, hanya saja aktifitas di kota Jayapura 75 persen lumpuh. Sebelumnya, aksi yang sama juga dilakukan massa Fordem ini pada pertengahan Juni lalu.

Aksi Kembalikan Otsus Papua ke Jakarta

NASIONAL - POLITIK
Kamis, 08 Juli 2010 , 14:52:00

JAKARTA -- Sekitar 50-an massa yang tergabung dalam Forum Demokrasi Rakyat Papua Bersatu (Fordem) menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (8/7).

Massa yang dipimpin Agus Kossay itu menuntut agar pemerintah mencabut kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang didasari Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001. Alasannya, Otsus gagal meningkatkan kesejahteraan dan kemamuran rakyat Papua.

"Pak Menteri, kami mau kasih kembali itu Otsus Papua yang diberikan pemerintah pada tahun 2001. Kami atas nama rakyat Papua, atas nama tanah Papua, kami datang mau kembalikan Otonomi Khusus Papua," teriak aktivis yang berorasi dari atas mobil pick up. Mereka berteriak-teriak agar Mendagri Gamawan Fauzi mau keluar dari ruang kerjanya untuk menemui mereka. SOURCE

Dalam keterangan tertulisnya, Fordem menilai, Jakarta tidak punya niat politik yang baik dalam melaksanakan UU Otsus Papua. Antara lain disebutkan, lahirnya Provinsi Papua Barat dinilai tak sesuai dengan UU 21/2001. Selain itu, ketentuan di UU Otsus mengenai pengangkatan anggota DPRD sebagai satu kursi yang berasal dari orang asli Papua, juga tidak dilaksanakan hingga sekarang.

Disebutkan, bahwa pemilukada untuk memilih bupati/walikota di Tanah Papua juga mengabaikan hak-hak orang asli Papua. "Segera lakukan referendum di Tanah papua bagi penyelesain masalah status politik Papua. 

Massa aksi yang sebagian besar terdiri dari mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) itu mendesak dibentuk Forum Mediasi untuk mendengar dan menampung serta memfasilitasi aspirasi masyarakat, terkait dengan perkembangan sosial politik di Tanah Papua belakangan ini. 

Puluhan aparat kepolisian, baik yang berseragam maupun yang berpakaian preman, membentuk pagar betis menutupi pintu gerbang gedung utama Kemendagri, yang sebenarnya sudah dikunci rapat. (sam/jpnn)

Tuntut Referendum Papua, Pasukan Gabungan TNI-Polisi Siaga



TEMPO/Wahyu Setiawan
TEMPO Interaktif, SENTANI  - Pasukan gabungan TNI dan Polri pagi ini, Kamis (8/7) disiagakan di depan Kantor Majelis Rakyat Papua. Hari ini, ratusan warga Papua di Jayapura diperkirakan mengelar aksi menuntut referendum.
Jurubicara Kepolisian Daerah Papua, Ajun Komisaris Besar Wachyono mengatakan, polisi  berharap aksi massa yang berniat turun ke jalan tidak anarkis, " Mereka sudah mengajukan izin melakukan demo. Tuntutannya masih sama dengan yang kemarin. Otsus Papua gagal dan  mereka minta referendum" kata Wachyono kepada Tempo, Kamis (8/7) pagi ini.
Hingga Kamis pagi, belum ada warga yang datang ke halaman Kantor MRP,
sebagian warga Papua masih berkumpul di Expo, Waena. Sebanyak tetapi enam
truk pasukan gabungan sudah disiagakan di depan Kantor MRP.

Menurut Wachyono, pihaknya telah menyiagakan satu satuan setingkat kompi
Birgade Mobil Detasemen A Jayapura, dua peleton Dalmas Polresta Jayapura,
satu peleton Dalmas Polda Papua. "Selain itu kami juga menyiagakan 1 SST
pasukan dari Kodim. Harapan kami aksi ini tidak anarkis," kata Wachyono.

Demo yang sama rencananya akan dilaksanakan di sejumlah kabupaten di Papua.
Tetapi hingga Kamis pagi, Timika, Puncak Jaya, dan Papua Barat, belum ada
tanda-tanda aksi serupa akan dilakukan. 
Tjahjono Ep
Kamis, 8 Juli 2010 | 09:11 WIB
google maps
JAYAPURA, KOMPAS.com - Ratusan orang berkumpul di pusat pertokoan tepatnya di depan Kantor Pos Abepura, Jayapura, Papua, Kamis (8/7/2010) pagi. Mereka bersiap menuju kantor DPR Papua untuk melakukan aksi demonstrasi.
Mereka berkumpul untuk menantikan kedatangan rekan-rekannya yang lain untuk bergabung. Ratusan orang yang sebagian memakai pakaian adat Papua itu membawa spanduk antara lain bertuliskan "Otonomi Khusus Gagal, Minta Referendum".
Akibat aksi itu, jalanan macet dan seluruh pertokoan dan kantor swasta di Abepura memilih untuk tidak beroperasi.  Sementara itu, aparat kepolisian sektor Kota Abepura tampak telah berjaga-jaga mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Forkorus: Papua Tuntut Hak Seperti Bangsa Palestina

Tak Puas Jawaban DPRP,  Ribuan Pengunjukrasa Nginap di DPRP

Tampak juga massa membawa Spanduk berlatar belakang bendera Bintang Kejora dan yang  bertuliskan Otsus gagal.JAYAPURA—Sebagaimana yang direncanakan sebelumnya, Kamis kemarin, Ribuan massa dari pelbagai elemen masyarakat, akhirnya kembali menggelar aksi unjukrasa di Gedung DPRP, Jayapura.  Aksi unjukrasa ini merupakan aksi lanjutan yang sebelumnya digelar Rabu Selasa (18/6) lalu.   Pada saat itu, massa pengunjukrasa datang  menemui DPRP untuk menyerahkan 11 butir rekomendasi hasil Mubes MRP yang antara lain berbunyi rakyat Papua segera mengembalikan Otsus bagi rakyat di Provinsi Papua serta mendesak segera dilakukan referendum.
Namun karena  jawaban yang disampaikan DPRP dinilai mengambang,  maka  ribuan massa sepakat menginap di Halaman Gedung DPRP  menunggu sampai  DPRP menggelar  sidang paripurna menindaklanjuti 11 butir rekomendasi  Mubes MRP.  Pasalnya, setelah menerima 11 butir rekomendasi hasil Mubes MRP, saat itu juga Wakil Ketua I DPRP Yunus Wonda berjanji akan memberikan jawaban setelah 3 pekan pihaknya melakukan sidang paripurna.
DUDUKI GEDUNG DPRP-Ribuan massa dari pelbagai elemen masyarakat Papua kembali menduduki halaman gedung DPRP, Kamis (8/7) siang. Mereka mendesak pihak DPRP menggelar sidang paripurna untuk menindaklanjuti 11 butir rekomendasi Mubes MRP. Ribuan massa  dari  beberapa elemen masyarakat  Papua antara lain  Forum  Demokrasi Rakyat Papua (FDRP), Dewan Adat Papa (DAP), Presidium Dewan Papua (PDP), Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tegah (AMPT) serta  Solidaritas Perempuan Papua (SPP).
Sebagaimana disampaikan Koordinator Lapangan Aksi Unjukrasa Salmon Yumame SE di sela sela aksi unjukrasa tersebut bahwa kehadiran pihaknya di Gedung DPRP  untuk  meminta jawaban pihak DPRP.  Pasalnya, setelah selama 3 pekan menunggu jawaban sesuai  janji DPRP menggelar  sidang paripurna untuk menindaklanjuti  11 butir rekomendasi hasil rekomendasi MRP yang berlangsung pada 9-10 Juni 2010 lalu.
Saat itu, menurutnya, Wakil Ketua I DPRP Yunus Wonda  telah meminta waktu selama 3 pekan untuk membahasnya dalam sidang paripurna. Namun demikian, ujar Yumame, pihaknya  menunggu jawaban dari DPRP terakhir pada  Kamis (8/7) pukul  18.30 WIT sebagaimana kesepakatan  pegelaran aksi injukrasa bersama pihak Polda Papua.
Dia menegaskan, apabila hingga jam yang ditentukan DPRP belum juga melaksanakan sidang paripurna  menindaklanjuti rekomendasi dari Mubes MRP,  maka massa  akan menginap di Halaman Gedung DPRP, Jayapura serta akan melanjutkan aksi unjukrasa  hingga Jumat (9/7).  Untuk  itu, pihaknya mengajak seluruh  rakyat Papua yang merasa ikut berjuang bersama rakyat Papua agar dapat mengirimkan makanan dan minuman bagi pengunjukrasa.
Namun demikian, Ir Weynand Watory, salah seorang anggota Komisi A DPRP menyatakan bahwa pihaknya menjumpai kendala internal yakni rapat paripurna DPRP untuk membahas 11 rekomendasi hasil Mubes MRP mengalami penundaan.  Hal ini disebabkan, lanjut Watory,  Ketua DPRP Drs Jhon Ibo MM, Wakil Ketua II DPRP Komaruddin Watubun serta  Wakil Ketua III  Yap Kogoya selama beberapa pekan ini sedang menunaikan tugasnya di luar Papua.
“Kami punya mekanisme yakni sebuah keputusan dapat ditetapkan apabila seluruh pimpinan DPRP menyetujuinya,” tukas Watory. Pernyataan ini  kontan membuat sejumlah pengunjukrasa mengancungkan tangannya ke arah anggota DPRP. Bahkan Ketua Soridaritas Perempuan Papua Abina Wasanggai yang didaulat untuk menyampaikan orasi mendesak agar Ketua DPRP Drs Jhon Ibo MM meletakkan jabatannya saat ini juga lantaran ia   dinilai tak mampu mengemban amanat hati nurani rakyat Papua.
Sontak keadaan makin panas dan  mencekam, karena sejumlah pengunjukrasa juga mendesak agar Jhon Ibo  turun dari jabatannya sebagai Ketua DPRP.  Namun demikian, massa kembali tenang setelah Ketua AMPT Markus Haluk mengambilalih  pengeras suara (mike) agar massa bersikap santun untuk menyelesaikan permasalahan yang kini dihadapi sebagian besar rakyat Papua.
Ketua Dewan  Adat Papua (DAP) Forkorus Yoboisembut mengutarakan, berkaitan 11 rekomendasi dari Mubes MRP, maka  pihaknya menyarankan agar DPRP dapat mengambil suatu keputusan yang tepat, benar dan memenuhi rasa keadilan sesuai tugas dan tanggungjawab yang diberikan rakyat kepada DPRP.  Selanjutnya pihaknya menunggu keputusan Presiden  menyangkut keinginan rakyat Papua untuk mengembalikan Otsus kepada pemerintah pusat.
“Pekerjaan melayani rakyat adalah pekerjaan Tuhan. Keputusan kalian untuk menyelamatkan bangsa Papua akan dihargai Tuhan karena itu Bapak dan Ibu jangan takut untuk membuat suatu keputusan,” tukasnya disambut tepuk tangan ribuan massa.
Menurut dia, salah satu dari 11 rekomendasi Mubes MRP yakni rakyat Papua ingin mengembalikan Otsus karena selama  9 tahun perjalannya tak mampu mensejahterakan rakyat Papua.  Karena itu, pihaknya mengajak massa untuk menaikkan status pengembalian Otsus dengan  otonomi penuh alias merdeka. “Kalau kita menurunkan status Otsus,  maka kita mengalami kemunduran,” tukasnya.
Dia menambahkan,  DAP telah menyampaikan surat yang dikirim kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang intinya minta pemerintah Indonesia menyampaikan kepada Presiden AS Barack Obama bahwa apabila bangsa Palestina mendesak kemerdekaannya seharusnya bangsa Papua Barat juga diberikan hak yang sama yakni kemerdekaan seperti bangsa Palentina.
“Hal ini sebenarnya dapat dipenuhi apabila pemerintah Indonesia memiliki kemauan politik untuk memberikan referendum bagi bangsa Papua Barat untuk mengurus dirinya sendiri tanpa tekanan apapun,” ungkapnya.
Juru Bicara KNPB Mako Tabuni ketika menyampaikan orasi  menegaskan, hari ini adalah hari kebangkitan bangsa Papua untuk melawan segala penindasan yang dilakukan pemerintah dan negara RI. Pasalnya, perjuangan ini adalah perjuangan menuju pembebasan nasional.
“Perjuangan ini adalah perjuangan yang sungguh dari  bangsa yang tertindas,” tukasnya.”Merdeka bukan hanya merdeka dari segala penindasan dan kegagalan Otsus tapi merdeka untuk menuntut martabat dan harga diri bangsa kami.”
Menurut dia, selama 48 tahun bangsa Papua Barat diintervensi pihak PBB, AS, Belanda dan Indonesia. Karena itu, penyelesaian bangsa Papua Barat juga harus melalui mekanisme internasional. Selama ini pula perjuangan bangsa Papua Barat telah mendapat simpati dari dunia internasional  bahkan ada pihak melakukan gugatan  menyangkut masalan Papua Barat di Mahkamah  Internasional.
“Marilah kita bersatu dan terus maju menentang  ketakadilan karena kemerdekaan bangsa Papua Barat berada di depan mata kita semua,” tukasnya. (mdc)

Protes tentang otonomi khusus di Papua


Diperbaharui July 9, 2010 08:42:25
Ribuan orang, beberapa di antara mereka mengenakan pakaian tradisional, dilaporkan melakukan protes di luar gedung DPRD Papua.

Mereka menolak otonomi khusus yang diberikan kepada provinsi tersebut, yang seperti dikatakan pemimpin protes itu, Markus Haluk, kepada kantor berita AFP, telah gagal melindungi penduduk asli Papua.

Ia meminta pemerintah Indonesia dan masyarakat Papua melakukan dialog dengan mediator yang netral. Source

Tahanan politik Papua dibebaskan

Diperbaharui July 9, 2010 08:42:25
Seorang aktivis Papua, Yusak Pakage, yang dipenjara karena mengibarkan bendera separatis yang dilarang, telah dibebaskan setelah menerima grasi dari Presiden.

Yusak ditangkap tahun 2004 di Jayapura karena mengibarkan bendera Bintang Kejora dalam sebuah upacara memperingati deklarasi kemerdekaan Papua tahun 1962.

Pada 2005, ia dihukum 10 tahun penjara atas tuduhan subversi.

Nazarudin Bunas, kepala kantor Hukum dan HAM Papua, menyatakan ia dibebaskan Rabu lalu berdasarkan keputusan presiden bertanggal 24 Juni yang menerima permohonan pengampunan dari Yusak Pakage.

Bunas menyatakan ini merupakan grasi pertama yang diberikan kepada tahanan politik di Papua. Source

7 Jul 2010

Action for West Papua

Aksi untuk Papua Barat

westpapuaBerikut adalah surat untuk Neil Carmichael MP. Aku belum mendapat jawaban tentang surat saya di Birma - lihat di sini - atau dalam hal ini beberapa masalah lain tetapi tidak diragukan lagi tidak mudah dalam menyelesaikan pekerjaan baru.Bagaimanapun di sini adalah surat saya pada masalah saya telah ditulis sebelum - lihat label di bawah ini untuk blog sebelumnya.

Foto: John marjoram dengan Benny Wenda: seorang pria inspirasi - baik mereka berdua!

Neil yang terhormat, saya menulis kepada Anda untuk meminta Anda untuk bergabung dengan Parlemen Internasional untuk Papua Barat. Hal ini dimungkinkan untuk bergabung melalui situshttp://www.ipwp.org.

Situasi sulit Papua Barat telah disorot selama bertahun-tahun di Stroud. Aku juga ingat Benny Wenda pemimpin kemerdekaan Papua Barat ketika ia datang ke sini pada tahun 2007 dan saat-saat kita telah menaikkan bendera Papua Barat, Morning Star dalam solidaritas dengan mereka di Papua Barat yang menghadapi penangkapan, penyiksaan dan penjara tidak terbatas untuk melakukan hal yang sama di negara asal mereka.

Situasi di Papua Barat belum membaik. Para Palang Merah diusirdari Papua Barat oleh Indonesia dan wartawan dan pekerja bantuan yang mengakses. Laporan dari dalam Papua Barat sering melaporkan kekerasan dan penganiayaan oleh pasukan Indonesia - baik terhadap kebebasan berbicara dan untuk mendapatkan kontrol penuh negara kekayaan sumber daya alam. Laporan terakhir menyertakan berita bahwa pasukan Indonesia memiliki desa bakaran dan diperkosa dan dibunuh orang-orang di wilayah Papua Barat Highlands.

Selain Amnesty International kampanye berkelanjutan untuk tahanan politik Filep Karma dan Yusak Pakage, dipenjarakan selama 10 dan 15 tahun untuk menaikkan bendera (http://amnesty.org.uk/actions_details.asp?ActionID=342).

Saya perhatikan bahwa David Cameron telah menawarkan dukungan untuk kampanye Papua Barat Gratis,http://news.bbc.co.uk/2/hi/8691978.stm.

Saya harap Anda akan mampu mendukung Papua Barat dan bergabung dengan Parlemen Internasional. Saya berharap untuk mendengar dari Anda mengenai hal ini. Semua yang terbaik - Philip

Untuk informasi lebih lanjut lihat website:
http://www.freewestpapua.org/

6 Jul 2010

Komisi HAM PBB Didesak Bentuk Tim Usut Kasus Ham

Tragedi Biak Berdarah Diperingati dengan Demo

Sejumlah anggota SKPHP saat menggelar aksi demo KemarinJAYAPURA—Sekitar 50 orang dari kelompok SKPHP (Solidaritas Korban Pelanggaran Ham Papua,  menggelar aksi demo di mata jalan menuju SMUN 1 Abepura, kemarin.
Sebelumnya aksi itu sempat tertunda akibat Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP). Demo yang direncanakan berlangsung pukol 10.00 Wit baru bisa digelar mulai pukul 13.00 WIT.
Aksi demo damai yang berlangsung sekitar 3 jam itu ditutup dengan pembacaan surat pernyataan oleh Koordinator SKPHP Paneas Lokbere.
Dalam pernyataan sikapnya, SKPHP menyatakan, tragedi Biak berdarah 6 Juli 2008 yang mengakibatkan ratusan korban baik meninggal, luka-luka, hingga  penahanan sewenang-wenang oleh aparat TNI/Polri, merupakan sebuah ukiran penderitaan di hati orang Papua.
‘’Sebuah tragedi kemanusiaan, tindakan biadab yang diterima rakyat sipil hanya karena mempertahankan sang Bintang Fajar yang dikibarkan pada sebuah menara air setinggi 35 meter di dekat pelabuhan Biak Kota,’’ ungkapnya.
Dalam demo yang disertai orasi-orasi dengan meneriakkan berbagai yel-yel termasuk teriakan Papua Merdeka oleh pengurus SKPHP tersebut, Paneas Lokbere juga menyatakan bahwa berbagai pelanggaran HAM berat di Papua juga tidak ditangani dengan baik.
Demikian juga pembentukan Komnas HAM pada Tahun 2004, menurut SKPHP komisi tersebut dibentuk atas tekanan internasional terkait pentingnya penanganan HAM di Indonesia tidak dapat berbuat banyak. ‘’Namun badan ini tidak melaksanakan tugas dan fungsinya yaitu mengusut tuntas semua kasus pelanggaran HAM di Indonesia,’’ ungkapnya.
Dengan pertimbangan bahwa penghormatan, perlindungan dan pemajuan Hak Asasi Manusia sebagai tanggungjawab Negara, maka sejumlah organisasi yang tergabung dalam SKPHP mengeluarkan lima pernyataan sebagai desakan kepada pemerintah, PBBmaupun pihak-pihak lainnya.
Lima pernyataan tersebut antara lain, pertama, kepada pemerintah RI untuk bertanggungjawab terhadap seluruh kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua, kedua, Komisi HAM PBB segera membentuk tim pencari fakta untuk mengusut tuntas kejahatan Negara di Tanah Papua.
Selain itu, juga mendesak Gubernur Provinsi Papua, Papua Barat, DPRP dan DPRD papua Barat untuk mendorong sebuah evaluasi resmi atas kebijakan keamanan di Tanah Papua.
Penolakan pembentukan Kodam dan Pangkalan TNI AL di Biak serta pembebasan tahanan politik Papua tanpa syarat juga menjadi aspirasi SKPHP yang dibacakan Paneas Lokbere.
Demo damai tersebut tampak berlangsung dengan aman dan tidak menimbulkan kemacetan berarti terhadap arus lalu litas di sekitar lokasi demo. Aparat keamanan yang disiagakan sebanyak satu kompi dari Dalmas Polresta Jayapura juga hanya bersantai di depan Supermarket Sumber Makmur.
Paneas Lokbere saat ditemui mengatakan bahwa SKPHP merasa peduli guna terus mendorong penegakan hukum atas pelanggaran HAM yang terjadi di Papua. ‘’Demo ini sebagai rasa keprihatinan kami atas penanganan kasus pelanggaran HAM di Papua terutama Kasus Biak Berdarah dua tahun lalu (6 Juli 2008),’’ ungkapnya. (cr-10)