KabarIndonesia - Dewan Adat Papua (DAP) menegaskan bahwa bangsa Indonesia diusia yang ke-65 harus jauh lebih dewasa dalam melihat masalah Papua.
Masalah Papua bukan semata pada konteks ekonomi dan social, tapi lebih dari itu yaitu menyangkut harga diri sebagai sebuah bangsa yang ingin merdeka.
"Intinya bahwa dalam peringatan HUT RI yang ke 65 ini, Indonesia harus bisa berikan penghargaan penuh bagi bangsa Papua, karena akar dari masalah yakni Papua ingin bebas dari NKRI telah diketahui juga oleh dunia internasional," kata Forkorus Yoboisembut, Ketua DAP, Selasa (22/8).
Menurutnya, jika dulu Indonesia telah diberikan kemerdekaan penuh dari Belanda, maka saat ini Indonesia juga dengan pengalamannya harus memberikan kebebasan penuh bagi bangsa Papua untuk menentukan nasibnya sendiri.
"Kita ini sebagai sebuah bangsa, tidak pernah ada seorangpun bangsa Papua yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, maka sangat mengherankan apabila orang Papua dianggap sebagai orang Indonesia," ujarnya.
Forkorus menambahkan, peringatan HUT RI ke 65 harus dihargai. "Karena jika kita telah bebas, maka penghargaan serupa juga akan diberikan oleh bangsa Indonesia, inilah bentuk saling menghargai antar sesama bangsa yang berbeda," tegasnya.
DAP tidak melihat bahwa permasalahan Papua adalah pada bidang ekonomi,sosial, pendidikan atau kesehatan, karena dengan sumber daya alamnya yang melimpah, masalah tersebut akan dengan mudah diselesaikan.
"Masalah utama kita adalah jati diri yang hingga saat ini masih dikekang Indonesia, inilah saatnya dalam peringatan HUT RI, pemerintah harus berikan keputusan bagaimana nasib bangsa Papua," paparnya.
DAP pada bulan Juni 2010 lalu telah memberikan rekomendasi pada Dewan Perwakilan Rakyat Papua untuk membicarakan referendum.
"Kita masih menunggu itu, jangan pikir DAP tidak mengawal hasil keputusan Musyawarah Besar Rakyat Papua bersama Majelis Rakyat Papua yang salah satu isinya adalah referendum," kata Forkorus.
Tanggapan tentang revisi Otsus dan penambahan dana Otsus, menurutnya itu versi pemerintah dan mereka yang berkepentingan di dalamnya, yang jelas bagi rakyat Papua sedang menunggu hasil keputusan DPRP katanya.
DAP berharap pemerintah tak gegabah atau lalai memperhatikan tuntutan rakyat Papua.
"Usia 65 bagi manusia sama saja dengan orang dewasa yang sudah matang, Indonesia dengan kematangannya itu jangan sampai lalai terhadap masalah di Papua," tandasnya. (*)
Sampaikan Kebenaran Untuk Keadilan Dan Perdamaian Kita Menyuarakan Karena Fakta Dan Kebenaran Untuk Membuktikan Keprihatinannya
WELCOME TO WEB FGPBP
Mungkin anda berfikir, akulah manusia yang paling tidak beruntung dan bodoh, karena kecintaan ku terhadap negeri ku lebih besar dari yang kau dapat dari ku...tapi satu hal yang kau tahu, bahwa aku berjalan bersama suatu kebenaran yang dunia telah menolaknya...sebab yang ku tahu...kebenar itu akan memerdekakan aku.
28 Agu 2010
FORUM GERAKAN PEMUDA BAPTIS PAPUA DI DEKLARASIKAN
Forum Gerakan Pemuda Baptis Papua (FGPBP) adalah organisasi idenpenden diluar sayap Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (PGBP), yang di dedikasikan diri sebagai forum mediator atau sarana penghimpun kaum generasi muda baptis papua, dengan mengutamakan solidaritas, persatuan dan kesatuan, yang dibentuk oleh kaum angkatan muda baptis papua di jayapura, 21 agustus 2010 jam 05.00-08.30, dengan tujuan untuk mengkosolidasikan dan menyatukan kaum muda baptis seluruh tanah papua dan menyuarakan segala isu – isu social masyarakat,menperjuangkan kesamaan derajat, kesamaan gender, supermasi hukum, Ham, demokrasi, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di atas tanah papua.
Dalam perjalanannya, Forum Gerakan Pemuda Baptis Papua (FGPBP) terus berkoordinasi dengan seluruh organisai kepemudaan secara konsisten danb konsekuen dalam negeri maupun luar . Sebab, Forum Gerakan Pemuda Baptis Papua (FGPBP) organisasi mitra kepemudaan yang dibentuk bukan sebagai suatu organ tandingan, namun sebagai wadah penyatuan agenda-agenda pemuda baptis bahkan Umat Baptis di tanah Papua.
Melihat fenomena dan Dinamika di tanah papua yang kian terdegradasi dalam budaya egoisme, kesombongan, arogansi dan sentiment, kedengkian, saling menyalahkan dan lain2 yang mengarah pada kehancuran generasi muda baptis, maka komitmen Forum Gerakan Pemuda Baptis Papua (FGPBP) sebagai organ agen perubahan, yang dilandasi penuh oleh semangat patriotisme, nasionalisme dengan mengedepakn kebenaran alkitab dan kasih yesus .
Mengingat tanggung jawab dan kebutuhan perjuangan FGPBP yang semakin berat dan mendesak, serta melihat kondisi internal PGBP dan Pemuda Baptis yang sedikit kaku, setelah dinamika gereja dan hakekat nilai kebenran tidak sesunguhnya diterapkan ditubuh umat baptis ditanah papua, sehingga forum ini dipandang penting sebagai media pemuda baptis untuk menyuarakan dan mengolah, memnganalisa serta perjuangkan ketidak benaran di tubuh PGBP.
Dalam Mengerakan organisasinya terus menyuarakan segala permasalahan isu-isu sosil serta berperan aktif untuk membela dan menyuarakan segala ketidakadilan, HAM, gender, diskrimansi, Kesamaan Derajat, supermasi hukum, demokrasi dengan pendekatan non kekerasan.
Perubahan terus terjadi, dinamika segala bidang terus bergulir, pemuda baptis tidak bisa membisu begitu saja, namun sedidni mungkin untuk memposisikan diri sebagi agen perubahan dalam menghadapi segala dinamika tersebut. Kami membutuhkan komitmen kita bersama, solidaritas, persatuan dan kesatuan, saling menghargai, saling membangun dan saling melengkapi untuk membangun dan mendirikan kemandirian guna merebut masa depan yang gemilang.
Kita harus menyadari bahwa nasib dan pembangunan di tanah papua tidak akan pernah datang dan bangun dari amerika, Jakarta dll. Semua terletak pada orang papua, pemuda papua, dan pemuda harus menjadi terdepan, kritis, perobah dan dinamis, siap melakukan perubahan.
Sungguh Kita melihat dan merasakan perbedaan pendapat di tubuh persekutuaan gereja-gereja ditanah papua sangat kental dan tidak terbendung, dan terus terpelihara sepanjang konflik kepanjangan yang memakan waktu hampir 3-4tahun, ini sesuatu yang harus disikapi oleh pemuda baptis papua, kita tidak bisa melihat dan memantau konflik berkepanjangan itu terjadi terus-menerus, kita mengambil posisi yang semestinya agar kita terus membangun tubuh Allah yang kokoh di dalam kasih dan pegorbanannya.
Para kaum muda baptis sebagai tulang punggung gereja, bangsa harus dinamis dan terus melakukan perubahan, ini tanggungjawab pemuda yang harus dipikirkan dan diperjuangkan.
Papua saat ini membutuhkan solidaritas, kebersamaan, persatuan kita jaukah permusushan, terus memelihara kasih iman dan injil kerajaan surga yang di terima oleh orang tua kami di tahun 1953 sampai saat.
Ketika kehormatan dibelengku, ketidakadilan terus terjadi, diskriminasi terus bergulir, pelanggaran Ham terus berkepanjangan, Hak demokrasi dan politik rakyat papua di rampas, pemeliharaan konflik terus terjadi, proses pembiaran terus berjalan apakah kita pemuda baptis tinggal menarima dan menari-nari diatas penderitanan dan ketidak beresan ini? Sungguh apa ynag terjadi?, kesadaran terletak pada diri pribadi kita baik anda tua, muda/I dll.
Perjuangan ini berat kita harus bersatu dan berjuang dengan segala cara dan jalan Tuhan pasti membuka jalan atas iman dan komitmen kita, akhir kata “ Kedewasan Tidak Diukur dari Umur namun diukur dari penerimaan tanggung jawab dalam berkarya”
Demikian atas sambutan kami dan atas kerja samanya diucapkan terima kasih Tuhan berkati
Wa wa salam kebangkitan pemuda baptis papua
26 Agu 2010
FGPBP : Desak Kapolda Segera Hentikan Pemanggilan Terhadap, Dumma S. Sofyan Yoman
Dengan penyikapi dan melihat Pemanggilan terhadap Dumma Soctarez Sofyan Yoman, Ketua Umum BPP-PGBP oleh Kapolda papua melalui direskim / humas polda papua, maka kami Forum Gerakan Pemuda Baptis Papua (FGPBP) sangat sesalkan dan tidak selayaknya Polda Papua memanggil dan perlakukan seorang tokoh Agama atau pimpinan gereja di tanah papua, dan kami menilai ini satu scenario dan ada agenda titipan yang dibawa oleh mereka untuk memusnakan dan membunuh karater pimpinan umat Tuhan di tanah papua, ini namanya terror dan intimindasi dan juga kami menilai sangat memaksakan kehendak dan tidak mendasar dalam pemanggilan ini.
Kepada Polda papua, menyikapi setiap masukan atau kritikan dari rakyat seharusnya menagapi dengan kepala dingin dan bijaksana , tidak seharusnya langsung melakukan pemanggilan dan perlakukan semena-mena (Prematur). Karena setiap warga negera berhak menyapaikan pendapat,pikiran baik lisan dan tertulis pada saluran yang tersedia sesuai dengan UUD RI 1945 Pasal 28 dengan jelas mengaturnya.
Di minta kepada Kapolda melihat segala dinamika demokrasi di Negara ini harus obyektif dan riil dan jangan melihat secara parsial, Karena persoalan papua tidak sama dengan daerah lain di Indonesia.
Kami meminta solidaritas dari semua denominasi gereja di tanah papua, untuk menyikapi dan melawan ketidakadilan dan perlakuan semena-mena terhadap pimpinan gereja ditanah papua, untuk menyuarankan dan memperjuangkan dari segala intimindasi, terror,pelangaran HAM, penindasan, demokrasi, supermasi hukum di atas tanah papua yang diberkati Tuhan.
Kami menilai polda papua sangat premature,dan paksakan kehendak, pemanggilan pimpinan gereja ini FGPBP sangat menyesalkan dan secara tidak langsung menginjak martabat dan kehormatan umat Kristen di tanah papua pada khususnya umat baptis.
Maka kami Forum Gerakan Pemuda Baptis Papua (FGPBP) menyatakan bahwa:
- Kapolda papua segera menghentikan pemanggilan terhadap ketua umum BPP-PGBP Pdt.Dumma S.S.Yoman
- Kapolda papua harus menegakan hukum dengan adil dan bijaksana karena produk hukum yang ada di republic Indonesia bukan untuk menghukum atau mengadili tetapi untuk menegakan keadilan
- Kami meminta kepada kapolda Papua harus dewasa dalam meningkapi setiap aspirasi rakyat yang di sampaikan dalam media apa saja, karena setiap warga Negara berhak untuk menyampaikan pendapat dalam bentuk apapun, sebab UUD 1945 Pasal 28 sangat jelas melindunginya.
- Segera mencabut pernyataan Humas polda papua yang mengalamatkan Bpk Dumma S.S Yoman sebagai Saksi karena setiap orang menyampaikan pendapat di media cetak maupun eletronik tidak selayaknya dikategorikan sebagai saksi, pelaku dll.
- Meminta kepada Persekutuan Gereja-Gereja di Tanah Papua (PGGP) segera menyurati kepada Presiden RI, KAPOLRI, PANGLIMA RI, PANGDAM CENDARAWASIH, KAPOLDA PAPUA agar segera menghentikan pemanggilan terhadap Ketua BPP-PGBP Pdt.Dumma S.S.Yoman.
- Kami meminta kepada Forum Aliansi Baptis sedunia (BWA) untuk menyurati kepada persiden RI agar mnghentikan pemanggilan terhadap Ketua Umum Persekutuan gereja-gereja baptis di papua.
- Tuntutan poin 1 -4 tidak di penuhi dan pemangilan tetap di lakukan maka kami seluruh umat Baptis di tanah papua akan mendudki polda papua dan terus perjuangkan dengan segala cara.
Forum Gerakan Pemuda Baptis Papua
(FGPBP)
Turius Wenda
Ketua Umum
24 Agu 2010
DPR Papua akan Gugat UU Otsus
JAYAPURA- Para wakil rakyat di Papua merasa belum cukup puas dengan Perubahan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua No. 21 Tahun 2001 menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008. Untuk itu, DPRP berencana akan melakukan gugatan melalui judicial review (uji materi) ke Mahkmah Konstitusi (MK). Saat ini, DPRP juga telah menunjuk Tim Advokasi Hukum yang diketuai oleh Bambang Wijojanto, seorang advokat yang pernah merintis kariernya di Papua.
Ketua Komisi A DPRP, Ruben Magai, SIP mengatakan, judicial review terhadap UU Otsus No 35 Tahun 2008 ini sudah menjadi agenda yang akan diperjuangkan oleh DPRP kepada pemerintah pusat. "Itu sudah menjadi agenda kami. Dan tetap akan ke Jakarta, karena kontraknya sudah dibuat dengan Tim Advokasi, Bambang Wijojanto SH," tandas Ruben Magai saat ditemui di ruang Fraksi Demokrat DPRP, Selasa (24/8).
Ditanya kapan rencana pengajuan judicial review itu direalisasikan? Ruben Magai mengatakan bahwa hal itu akan dilakukan setelah semua proses pembahasan RAPBD Tahun Anggaran 2011 berjalan hingga disahkan terlebih dahulu, karena itu merupakan agenda khusus yang akan disampaikan kepada pemerintah pusat.
Ruben mengatakan bahwa dalam pelaksanaan UU Otsus tersebut, mestinya dilaksanakan semua pihak dengan murni dan konsekuen. "Bagaimanapun caranya, jika kita konsekuen dalam pelaksanaan UU Otsus, maka pemerintah pusat harus responsif terhadap rencana DPRP untuk melakukan judicial review terhadap UU Otsus Papua tersebut," ujarnya.
Meski demikian, Ruben mengaku, rencana untuk mengajukan judicial review ini bukan wacana baru, tetapi sudah diwacanakan setelah ia menjabat Ketua Komisi A DPRP dan DPRP sudah 2 kali menghadap pemerintah pusat memberikan saran dan masukan terkait pasal 7 UU No 21 Tahun 2001 yang dihilangkan dalam perubahan menjadi UU No 35 Tahun 2008 tersebut.
Justru Ruben mempertanyakan siapa yang menghilangkan pasal 7 point a tentang pemilihan gubernur dilakukan oleh DPRP tersebut dalam perubahan UU No 35 Tahun 2008 tersebut. "Dan, menjadi pertanyaan hari ini, siapa yang mengilangkan?, kepentingan apa sampai hari ini belum jelas," tandasnya.
Ruben mengatakan bahwa Komisi A DPRP telah menyampaikan ke Menkopolhukam, Depdagri dan Menteri Hukum dan HAM serta DPR RI, karena pintu masuknya pelaksanaan UU Otsus tersebut terletak pada pasal 7 point a UU No 21 Tahun 2001.
Menurutnya, ketika pemilihan gubernur dilakukan oleh DPRP, memberikan penguatan dalam rangka fungsi DPRP dalam pengawasan pembangunan di Papua dalam 1 tahun.
Dan, dengan sendirinya, dalam pertanggungjawaban gubernur akan menjadi Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) sesuai dengan amanat UU Otsus, bukan lagi Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) gubernur, dimana selama 10 tahun berjalan APBD dilaporkan dalam bentuk LKPJ sehingga DPRP hanya menerima keterangan, sekalipun DPRP menemukan pesoalan di lapangan itu DPRP hanya memberikan catatan kepada gubernur dan gubernur juga menindaklanjuti ke SKPD yang bersangkutan, akhirnya dalam proses pengawasan hingga sampai pertanggungjawabkan proyek yang ditemukan ada kesalahan mengalami kelemahan.
"Gubernur mau tindak lanjuti atau tidak, tergantung gubernur, sehingga selama ini pandangan masyarakat menilai DPRP, karena dari sistem dan aturan lemah dalam pengawasan," tandasnya.
Untuk itu, tegas Ruben Magai, untuk mendorong pelaksanaan UU Otsus secara murni dan konsekuen di Papua, harus mulai merubah pemilihan gubernur melalui DPRP sehingga dengan sendirinya pasal 18 UU No 21 Tahun 2001 tentang LPJ akan berjalan, sehingga fungsi pengawasan dan kontrol DPR itu semakin kuat dan sejajar dengan eksekutif. "Selama ini, eksekutif seolah-olah menganggap kami seperti satu SKPD dan mereka bisa mengontrol kami dan sebenarnya itu terbalik," imbuhnya.(bat/fud/fuz/jpnn)
Ketua Komisi A DPRP, Ruben Magai, SIP mengatakan, judicial review terhadap UU Otsus No 35 Tahun 2008 ini sudah menjadi agenda yang akan diperjuangkan oleh DPRP kepada pemerintah pusat. "Itu sudah menjadi agenda kami. Dan tetap akan ke Jakarta, karena kontraknya sudah dibuat dengan Tim Advokasi, Bambang Wijojanto SH," tandas Ruben Magai saat ditemui di ruang Fraksi Demokrat DPRP, Selasa (24/8).
Ditanya kapan rencana pengajuan judicial review itu direalisasikan? Ruben Magai mengatakan bahwa hal itu akan dilakukan setelah semua proses pembahasan RAPBD Tahun Anggaran 2011 berjalan hingga disahkan terlebih dahulu, karena itu merupakan agenda khusus yang akan disampaikan kepada pemerintah pusat.
Ruben mengatakan bahwa dalam pelaksanaan UU Otsus tersebut, mestinya dilaksanakan semua pihak dengan murni dan konsekuen. "Bagaimanapun caranya, jika kita konsekuen dalam pelaksanaan UU Otsus, maka pemerintah pusat harus responsif terhadap rencana DPRP untuk melakukan judicial review terhadap UU Otsus Papua tersebut," ujarnya.
Meski demikian, Ruben mengaku, rencana untuk mengajukan judicial review ini bukan wacana baru, tetapi sudah diwacanakan setelah ia menjabat Ketua Komisi A DPRP dan DPRP sudah 2 kali menghadap pemerintah pusat memberikan saran dan masukan terkait pasal 7 UU No 21 Tahun 2001 yang dihilangkan dalam perubahan menjadi UU No 35 Tahun 2008 tersebut.
Justru Ruben mempertanyakan siapa yang menghilangkan pasal 7 point a tentang pemilihan gubernur dilakukan oleh DPRP tersebut dalam perubahan UU No 35 Tahun 2008 tersebut. "Dan, menjadi pertanyaan hari ini, siapa yang mengilangkan?, kepentingan apa sampai hari ini belum jelas," tandasnya.
Ruben mengatakan bahwa Komisi A DPRP telah menyampaikan ke Menkopolhukam, Depdagri dan Menteri Hukum dan HAM serta DPR RI, karena pintu masuknya pelaksanaan UU Otsus tersebut terletak pada pasal 7 point a UU No 21 Tahun 2001.
Menurutnya, ketika pemilihan gubernur dilakukan oleh DPRP, memberikan penguatan dalam rangka fungsi DPRP dalam pengawasan pembangunan di Papua dalam 1 tahun.
Dan, dengan sendirinya, dalam pertanggungjawaban gubernur akan menjadi Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) sesuai dengan amanat UU Otsus, bukan lagi Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) gubernur, dimana selama 10 tahun berjalan APBD dilaporkan dalam bentuk LKPJ sehingga DPRP hanya menerima keterangan, sekalipun DPRP menemukan pesoalan di lapangan itu DPRP hanya memberikan catatan kepada gubernur dan gubernur juga menindaklanjuti ke SKPD yang bersangkutan, akhirnya dalam proses pengawasan hingga sampai pertanggungjawabkan proyek yang ditemukan ada kesalahan mengalami kelemahan.
"Gubernur mau tindak lanjuti atau tidak, tergantung gubernur, sehingga selama ini pandangan masyarakat menilai DPRP, karena dari sistem dan aturan lemah dalam pengawasan," tandasnya.
Untuk itu, tegas Ruben Magai, untuk mendorong pelaksanaan UU Otsus secara murni dan konsekuen di Papua, harus mulai merubah pemilihan gubernur melalui DPRP sehingga dengan sendirinya pasal 18 UU No 21 Tahun 2001 tentang LPJ akan berjalan, sehingga fungsi pengawasan dan kontrol DPR itu semakin kuat dan sejajar dengan eksekutif. "Selama ini, eksekutif seolah-olah menganggap kami seperti satu SKPD dan mereka bisa mengontrol kami dan sebenarnya itu terbalik," imbuhnya.(bat/fud/fuz/jpnn)
Komisi Hak Asasi Manusia di Papua Mengutuk Kekerasan terhadap Wartawan
VHRmedia, Jayapura - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Papua mengutuk kekerasan terhadap wartawan, yang sering terjadi pada bulan-bulan terakhir.
Sekretaris Komnas HAM di Papua Frist Ramandey mengatakan bahwa kematian wartawan tersebut telah membahayakan demokrasi di Papua. SOURCE
"Jurnalis adalah rekan kerja dari Komisi Hak Asasi Manusia. Kematian wartawan di Merauke berarti bahwa demokrasi di Papua telah meninggal, "kata Ramandey pada hari Senin (8 / 23).
Ramandey menyarankan agar polisi tidak bisa mengecilkan pembunuhan Ardiansyah Matrais, seorang wartawan di Merauke, dan Ridwan Salamun, yang meninggal di Tual, Maluku Tenggara.
"Saya telah melihat fenomena yang unik. Ada pembunuhan kepada wartawan selama satu bulan. Apa yang terjadi di sini? "Tanya Ramandey.
Kantor Komnas HAM Papua akan membentuk tim untuk menyelidiki kematian Matrais Ardiansyah.
Komisi sudah kecewa oleh Kantor Kepolisian Daerah Papua (Polda Papua) untuk menunda penyelidikan kematian Ardiansyah's.
"Kami berharap koordinasi antara komisi, Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, dan Persatuan Wartawan Indonesia mengungkapkan kematian wartawan ini.Tapi kami akan mendorong polisi untuk memecahkan masalah ini segera, "jelas Ramandey.
Ardiansyah Matrais, seorang wartawan dari TV Merauke, ditemukan mati di daerah Gudang Arang, Juli lalu 30. Di satu tempat lain, Ridwan Salamun, seorang wartawan dari TV Ming, telah mati selama bentrokan di Tual, Maluku Tenggara, pada tanggal 21 Agustus 2010. (E1)
Vanuatu dapat memegang kunci untuk kemerdekaan Papua
Vanuatu dapat memegang kunci untuk kemerdekaan Papua Oleh Peter Woods 24 Agustus 2010, 00:05 | Email artikel ini Printer friendly halaman |
Semua laporan publik yang mengarah ke forum, dan jaminan pribadi untuk lobi yang sedang dilakukan oleh Vanuatu Free West Papua Association bahkan sampai Perdana Menteri, setiap memberikan indikasi bahwa Papua Barat akan tinggi pada agenda, dan bahkan bahwa perwakilan delegasi Papua Barat setidaknya akan diberi status pengamat.
Dalam sambutannya, ketua forum masuk Perdana Menteri Vanuatu Edward Nipake Natapei, berkata: "Kita perlu bicara lebih banyak tentang bagaimana kita dapat membawa harapan kepada warga negara Pasifik yang berjuang untuk mencari pekerjaan, yang tanpa kebebasan politik... "
Advertisement: Cerita terus di bawah
Apa yang terjadi? Tidak ada. Diam. mendelegasikan Tidak mengangkat suatu hal umum tentang Papua Barat. Semua pembicaraan adalah politik, masalah Fiji didominasi, dan bahwa ini ditutup setiap perdebatan lebih lanjut mengenai Papua Barat. Tiga pertanyaan yang timbul dari ini: Apakah ini alasan sebenarnya mengapa Papua Barat tidak dipromosikan? Jika tidak apa alasannya? Apakah ini berarti bahwa kegagalan adalah sponsor Vanuatu sekarang penyebab kehilangan bagi gerakan kemerdekaan Papua Barat?
Alasan sebenarnya Papua Barat menjadi gajah dalam kamar di forum ini adalah bahwa Natapei jelas di bawah tekanan besar dari kekuatan asing - khususnya Australia, Papua New Guinea dan Indonesia. Australia terus mendukung integritas teritorial republik Indonesia dan perlunya bekerja untuk Otonomi Khusus Papua Barat. Australia juga donor utama bagi pembangunan negara, dan yang harus datang dengan beberapa tag loyalitas.
PNG, bersama dengan Kepulauan Solomon, mendukung Fiji, bertentangan dengan Vanuatu yang mengambil / Australia Selandia Baru sikap.Indonesia, untuk bagian ini, semakin muscling ke Pasifik - Vanuatu hanya diberikan dengan seragam baru untuk polisi, dan meningkatkan keberadaannya, dari enam sampai 48 anggota biasa di forum yang paling terbaru. Ini datang dalam dua gelombang, pada tanggal 1 dan 5 Agustus delegasi terakhir termasuk Papua Barat, Dr Felix Wainggai, seorang penasihat Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada pembangunan di Indonesia Timur.
Ini mungkin terlalu banyak terbukti api-daya untuk PM Vanuatu, yang kemudian di radio mengklaim bahwa diam di West Papua adalah karena hal-hal prosedural yang harus dilakukan dengan ujung tombak Grup Melanesia.
Sudut lain pada diam Vanuatu mungkin ada hubungannya dengan manifestasi internal atau eksternal kelompok kemerdekaan Papua Barat sendiri.Sebuah delegasi ke PIF Jacob Rumbiak mengatakan, juru bicara urusan luar negeri untuk Papua Barat National Authority (WPNA) dan saya sendiri bahwa persepsi dari dalam Vanuatu Luar Negeri adalah bahwa gerakan kemerdekaan Papua Barat masih dibagi. Kenyataan di lapangan, bagaimanapun, adalah bahwa ada konsensus yang tumbuh dari kalangan mayoritas kelompok aktivis, dan yang lebih penting antara Presidium dan WPNA - pemerintahan transisi semakin diakui di seluruh Papua Barat sebagai langkah politik yang kredibel berikutnya ke saat ini di dalam kerangka kerja Papua Barat.
kemarahan telah dibangkitkan, namun, dari dewan Papua pro-Barat pimpinan dan beberapa anggota koalisi. Mereka melihat ini sebagai gua-in dan Natapei dan pemerintah tidak dapat berlangsung.
Semua mungkin tidak hilang maka peran advokasi mengenai Vanuatu untuk bangsanya Melanesia yang sesama di Papua Barat. PIF 2010 dapat membuktikan kemenangan Pyrhhic bagi negara-negara bersandar pada Vanuatu. The gelombang oposisi meningkat dalam Vanuatu. Ini akan menggembleng baik pemerintah Natapei atau menggantinya dengan koalisi benar-benar didedikasikan untuk melanjutkan pada isu Papua Barat.tetangga enggan Vanuatu's memang bisa berakhir dengan seekor tikus kecil yang menderu di Pasifik.
Peter Woods menghabiskan lima tahun di Papua Barat 1978-1983.
SUMBER http://www.smh.com.au/opinion/politics/vanuatu-may-hold-key-to-papuan-independence-20100823-13he8.html
23 Agu 2010
Jurnalis Sepakat Boikot Berita Polda Papua
Aksi Demo Wartawan
Juga Minta Kapolda Papua Segera Diganti
JAYAPURA—Seratusan wartawan media cetak ma upun elektronik, baik lokal maupun nasional yang beker ja di Papua dan Jayapura, khususnya akhirnya memilih sikap tegas memboikot pemberitaan , khususnya di lingkungan Polda Papua terhitung mulai Senin (23/8) sampai Polda bisa mengungkap kasus pembunuhan seorang Wartawan Merauke TV dan teror kepada sejumlah wartawan di Merauke.
Tak hanya itu, para wartawan juga meminta Kapolri agar segera mencopot Kapolda Papua Irjen Pol Bekto Suprapto karena dinilai tidak mampu menyelesaikan persoalan-persoalan Papua,. Salah satunya adalah pembunuhan terhadap wartawan Merauke TV Ardiansyah Matra’is (25) dan kasus teror kepada sejumlah wartawan di Merauke.
Demikian disampaikan Ketua AJI Kota Jayapura Victor Mambor saat menggelar aksi unjukrasa di Halaman Mapolda Papua, Jayapura, Senin (23/8) pagi kemarin. Pernyataan sikap ini sebenarnya disampaikan langsung kepada Kapolda Papua yang dinilai memiliki kewenangan dan tanggungjawab untuk mengungkap kasus pembunuhan wartawan tersebut. Namun demikian, setelah berjam jam menunggu Kapolda Papua tak juga menampakan diri.
Dia mengatakan, hasil otopsi polisi diketahui wajah korban bengkak diduga akibat penganiayaan. Beberapa gigi depannya terlepas serta dibagian tubuh lainnya juga terdapat luka bekas pukulan benda tumpul. Leher korban terlihat dijerat seutas tali. Lidahnya menjulur keluar serta telinganya terus mengeluarkan darah. Meski telah melakukan otopsi polisi masih melakukan uji forensik terhadap jasad korban. Tapi belum tentu pelaku bisa segera diketahui.
Dikatakan, korban dilaporkan hilang oleh keluarga pada tanggal 28 Juli 2010 kemudian ditemukan tewas mengapung di sungai Maro 29 Juli 2010 atau korban hilang sekitar 6 jam. Sebelum meninggal dunia korban dan wartawan Merauke lain menerima teror lewat pesan singkat.
Tak hanya itu, para wartawan juga meminta Kapolri agar segera mencopot Kapolda Papua Irjen Pol Bekto Suprapto karena dinilai tidak mampu menyelesaikan persoalan-persoalan Papua,. Salah satunya adalah pembunuhan terhadap wartawan Merauke TV Ardiansyah Matra’is (25) dan kasus teror kepada sejumlah wartawan di Merauke.
Demikian disampaikan Ketua AJI Kota Jayapura Victor Mambor saat menggelar aksi unjukrasa di Halaman Mapolda Papua, Jayapura, Senin (23/8) pagi kemarin. Pernyataan sikap ini sebenarnya disampaikan langsung kepada Kapolda Papua yang dinilai memiliki kewenangan dan tanggungjawab untuk mengungkap kasus pembunuhan wartawan tersebut. Namun demikian, setelah berjam jam menunggu Kapolda Papua tak juga menampakan diri.
Dia mengatakan, hasil otopsi polisi diketahui wajah korban bengkak diduga akibat penganiayaan. Beberapa gigi depannya terlepas serta dibagian tubuh lainnya juga terdapat luka bekas pukulan benda tumpul. Leher korban terlihat dijerat seutas tali. Lidahnya menjulur keluar serta telinganya terus mengeluarkan darah. Meski telah melakukan otopsi polisi masih melakukan uji forensik terhadap jasad korban. Tapi belum tentu pelaku bisa segera diketahui.
Dikatakan, korban dilaporkan hilang oleh keluarga pada tanggal 28 Juli 2010 kemudian ditemukan tewas mengapung di sungai Maro 29 Juli 2010 atau korban hilang sekitar 6 jam. Sebelum meninggal dunia korban dan wartawan Merauke lain menerima teror lewat pesan singkat.
Hal ini membuat para wartawan bersikeras masuk ke ruangan guna menemui Kapolda Papua. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Kombes Pol Wach yono akhirnya menyeruak masuk ke tengah tengah kerumunan pengunjukrasa untuk menyampaikan sesu atu. Kontan pengunjukrasa menolak kehadirannya. “Kami hanya ingin bertemu dengan Jenderal Bekto tanpa mesti diwakili karena ia telah berjanji kepada kami untuk segera mengungkap pembuhan rekan kami,” teriak pengunjukrasa spontan.
Saat tiba di Halaman Mapolda Papua, Jayapura, pengunjukrasa mengenakan busana hitam dan membawa karangan bunga sebagai simbol belasungkawa atas mening galnya wartawan Merauke TV Ardiansyah Matra’is.
Mereka juga mengusung belbagai spanduk dan poster yang berisi stop teror dan kekerasan terhadap wartawan, kapolda papua jangan hanya tidur dan lain lain. Sejumlah aparat keamanan berjaga jaga di sekitar lokasi unjukrasa.
Aksi unjukrasa ini diawali dengan doa yang dipimpin Sekretaris AJI Kota Jayapura Cunding Levi. Sambil berlutut ia menyampaikan keprihatinannya terkait pembunuhan terhadap wartawan Merauke TV Ardiansyah Matra’is.
“Ya Allah, Tunjukkan jalan kepada Bapak Kapolda Papua dan jajarannya agar ia mampu melakukan tugasnya untuk mengungkap pelaku dan motif pembunuhan terhadap rekan kami almarhum Ardiansyah Matra’is,” tukas kontributor Majalah Tempo Jayapura ini. Pengunjukrasa menaburkan bunga ke arahnya sembari meneteskan air mata mengenang almarhum Ardiansyah saat masih menunaikan tugas kewartawanannya. Sungguh piluh.
“Hari ini rekan kami telah terbunuh. Besok rekan kami lainnya. Kami minta jaminan keamanan bagi seluruh jurnalis yang menunaikan tugasnya di Tanah Papua,” imbuhnya. “Uang yang merupakan hak wartawan dipotong setiap bulan untuk keamanan masyarakat di seluruh Tanah Air, tapi kenapa kekerasan masih terus menimpah warwawan,” tukasnya.
Usai melantunkan doa. Cunding Levi merebahkan tubunnya. Tanpa petunjuk pengunjukrasa menggelar opera yang mengkisahkan seorang wartawan yang tengah menunaikan tugas liputan dilapangan ternyata ia dihalang halangi aparat keamanan.
Lama menunggu kehadi ran Kapolda Papua. Pengunjukrasa satu persatu menggelar orasi yang intinya mengecam ketakmampuan Kapolda Papua mengungkapkasus pembunuhan Mera uke TV Ardiansyah Matra’is. “Mengapa Pak Kapolda tak mampu mengungkap pelaku pembunuhan terhadap rekan kami Ardiansyah, tapi justru Mabes Polri yang mengungkap kematiannya,” tutur Netty Dharma Somba, wartawan The Jakarta Post.
“Wartawan adalah mitra Polri. Setiap hari kami menyampaikan keberhasilan Polri dalam menjaga kantibmas di Tanah Papua, tapi Pak Kapolda seakan tak mempedulikan luka lara yang diderita rekan kami almarhum Ardiansyah dan keluarga yang ditinggalkannya. Kami capek Pak Kapolda,” tukas wartawan harian Cenderawasih Pos Ronald Manurung yang betugas di lingkungan Polda Papua.
Seorang aparat keamanan tiba tiba mendatangi pengunjukrasa guna menyampaikan setelah selesai Sholat Kapolda Papua berjanji akan menemui wartawan. Tapi tak diwujudkan. Informasi yang diterima Kapolda menyerukan agar pengujukrasa mendelegasikan seorang pengunjukrasa untuk menemuinya. Kontan permintaan ini ditolak.
Alhasil, Cunding Levi menyampaikan pernyataan bersama memberikan dead-line (batas akhir) selama seming gu kepada Kapolda Papua dan jajarannya me ngungkap pelaku dan motif pembunuhan terhadap wartawan Merauke TV Ardiansyah Matra’is. Apabila selama waktu yang ditentukan Kapolda tak mampun mengungkapnya maka pihaknya akan menyampaikan mosi tidak percaya kepada Kapolda Papua Irjen Pol Bekto Suprapto MSi. Hal ini disampaikan lantaran Kapolda Papua tak mampu mengungkap kematian wartawan. Pernyataan bersama ini rencanakan disampaikan kepada Presiden beserta menteri menteri, Komisi III DPR RI, Mabes Polri, Komnas HAM Pusat dan lain lain.
“Kami juga mendesak agar Kapolda Papua dimutasikan karena kami nilai tak mampu menjaga keamanan di Tanah Papua,” tegasnya.
Ditengah tengah aksi unjukrasa tersebut hadir Wakil Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua Matius Murib sekaligus didaulat menyampaikan pernyataan sikap. Dihadapan pengunjukrasa ia mengajak seluruh pekerja pers untuk menundukkan kepala dan mengheningkan cipta bagi meninggalnya rekan Ardiansyah. Selanjutnya ia menyampaikan pernyataan sikap antara lain almarhum Ardiansyah adalah pelaku demokrasi serta pers adalah penegak HAM. Karena itu seluruh komponen masyarakat di Tanah Papua seyogyanya lah memberikan perhatian untuk mengungkap kasus pelanggaran HAM ini.
“Saya menduga kasus pembunuhan wartawan ini memiliki korelasi dengan Pilkada di Merauke. Untuk itu aparat polisi harus mampu mengungkap pelaku dan motivasi pembunuhan terha dap wartawan,” tegasnya.
Ketika hendak meninggalkan Mapolda Papua, Jayapura pengunjukrasa menyerahkan karangan bunga dan pernyataan bersama yang diletakan dibawah kaki Bripka Pol Agus K. Pengunjukrasa akhirnya meninggalkan Mapolda Papua dengan tertib.
Sebagaimana diketahui seratusan wartawan ini kembali memadati halaman Mabes Polda Papua karena kesal dengan sikap polisi yang terkesan tidak ambil pusing terhadap penuntasan kasus pembunuhan, teror dan intimidasi yang me nimpa wartawan di Merauke. Sebelumnya, pada Juli lalu, seratusan wartawan ini telah mendatangi Polda Papua, mereka mendesak keseriusan Polisi mengungkap sekaligus menangkap pelaku pembunuhan wartawan Merauke TV Ardiansyah serta penebar teror wartawan di Merauke.
Sambil membawakan spanduk dan pamflet, Senin (23/8) siang kemarin, seratusan wartawan ini melakukan longmarc dari kantor DPRPapua menuju Mabes Polda Papua yang berjarak sekitar dua ratus meter lebih, saat memasuki pintu gerbang Mabes Polda Papua, wartawan melakukan aksi jalan mundur sebagai pertanda bahwa kinerja Polda Papua buruk.
Setiba di Mabes Polda Papua, seratusan wartawan ini langsung menggelar orasi-orasi tidak terkecuali orasi juga dilakukan para pimpinan media cetak di Jayapura, antara lain, Pemimpin Redaksi (Pemred) Cenderawasih Pos, Pemred Bintang Papua, Pemred Pasifik Pos, Pemred Tabloid Suara Perempuan Papua, serta media cetak lainnya yang ada di Papua.
Wartawan juga mendesak Kapolda Papua agar mene mui sekaligus memberikan penjelasan kepada wartawan, terkait perbedaan persepsi antara Polres Merauke, Polda Papua dengan POLRI. Namun sayangnya Wakapolda Papua Brigjen Pol Arie Sulistyo yang katanya akan bertemu wartawan setelah sholad, tidak kunjung datang. Menurut penjelasan pihak Polda bawah Wakapolda ha nya mau menerima perwakilan wartawan saja. Sementara wartawan menolak, karena para wartawan ingin mende ngarkan penjelasan langsung dari Wakapolda, jadi tidak perlu pakai perwakilan.
Tidak hilang akal seratusan wartawan inipun terus meneriaki Wakapolda Papua agar bisa menemui mereka, bahkan adu mulut antara salah satu anggota Polda Papua AKP Syahrial dengan wartawan tidak dapat terhindar. “Siapa yang mau lawan saya,” teriak Akp Syahrial dari lantai dasar gedung Polda Papua. Tantangan AKP Syahrial ini rupanya memancing reaksi para wartawan.
Wartawan terus meneriakkan yel-yel “Ganti Kapolda Papua, ganti Kapolda Papua,” bahkan nyanyian-nyanyian yang dikumandang beberapa wartawan-pun ikut memenuhi teriakan yel-yel tersebut.
Untuk meneruskan aspirasi mengganti Kapolda Papua Irjen Pol Bekto Suprapto, para wartawan ini telah membuat mosi tidak percaya kepada Kapolda Papua yang kemudian akan diteruskan ke Presiden RI, DPR-RI, DPD-RI, Kompolnas, Gubernur Provinsi Papua dan DPRP dan pihak terkait.
Selain itu, wartawan Pa pua juga akan melayangkan surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa dugaaan kasus korupsi benilai Rp1.9 miliar yang melibatkan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Papua Dr Achmad Hatari yang walaupun sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi, namun kemudian di peties-kan atau dihentikan penyidikannya.
Para wartawan dan para pimpinan redaksi media cetak dan elektronik ini merasa diperlakukan tidak manusiawi, pasalnya janji-janji manis yang sering dilontarkan petinggi Polda Papua bahwa pers adalah mitra polisi seakan dikhianati. “Katanya mitra, jangan mitra yang memanfaatkan wartawan untuk infomasi saja,” teriak para wartawan.
Oleh karena itu, para pemimpin media cetak maupun elektronik nasional ini sepakat untuk memboikot berbagai jenis pemberitaan yang melibatkan Polda Pa pua. Kecuali berita-berita yang mengkritisi POlda.
Karena tidak ada satupun petinggi Polda Papua yang bertemu wartawan, maka krans bunga serta puluhan pamflet yang sedianya akan diserahkan pada Kapolda Papua ataupun Wakapolda Papua langsung diserahkan ke salah satu anggota polisi yang berjaga sejak orasi dimulai.(hen/mdc/dee)
Saat tiba di Halaman Mapolda Papua, Jayapura, pengunjukrasa mengenakan busana hitam dan membawa karangan bunga sebagai simbol belasungkawa atas mening galnya wartawan Merauke TV Ardiansyah Matra’is.
Mereka juga mengusung belbagai spanduk dan poster yang berisi stop teror dan kekerasan terhadap wartawan, kapolda papua jangan hanya tidur dan lain lain. Sejumlah aparat keamanan berjaga jaga di sekitar lokasi unjukrasa.
Aksi unjukrasa ini diawali dengan doa yang dipimpin Sekretaris AJI Kota Jayapura Cunding Levi. Sambil berlutut ia menyampaikan keprihatinannya terkait pembunuhan terhadap wartawan Merauke TV Ardiansyah Matra’is.
“Ya Allah, Tunjukkan jalan kepada Bapak Kapolda Papua dan jajarannya agar ia mampu melakukan tugasnya untuk mengungkap pelaku dan motif pembunuhan terhadap rekan kami almarhum Ardiansyah Matra’is,” tukas kontributor Majalah Tempo Jayapura ini. Pengunjukrasa menaburkan bunga ke arahnya sembari meneteskan air mata mengenang almarhum Ardiansyah saat masih menunaikan tugas kewartawanannya. Sungguh piluh.
“Hari ini rekan kami telah terbunuh. Besok rekan kami lainnya. Kami minta jaminan keamanan bagi seluruh jurnalis yang menunaikan tugasnya di Tanah Papua,” imbuhnya. “Uang yang merupakan hak wartawan dipotong setiap bulan untuk keamanan masyarakat di seluruh Tanah Air, tapi kenapa kekerasan masih terus menimpah warwawan,” tukasnya.
Usai melantunkan doa. Cunding Levi merebahkan tubunnya. Tanpa petunjuk pengunjukrasa menggelar opera yang mengkisahkan seorang wartawan yang tengah menunaikan tugas liputan dilapangan ternyata ia dihalang halangi aparat keamanan.
Lama menunggu kehadi ran Kapolda Papua. Pengunjukrasa satu persatu menggelar orasi yang intinya mengecam ketakmampuan Kapolda Papua mengungkapkasus pembunuhan Mera uke TV Ardiansyah Matra’is. “Mengapa Pak Kapolda tak mampu mengungkap pelaku pembunuhan terhadap rekan kami Ardiansyah, tapi justru Mabes Polri yang mengungkap kematiannya,” tutur Netty Dharma Somba, wartawan The Jakarta Post.
“Wartawan adalah mitra Polri. Setiap hari kami menyampaikan keberhasilan Polri dalam menjaga kantibmas di Tanah Papua, tapi Pak Kapolda seakan tak mempedulikan luka lara yang diderita rekan kami almarhum Ardiansyah dan keluarga yang ditinggalkannya. Kami capek Pak Kapolda,” tukas wartawan harian Cenderawasih Pos Ronald Manurung yang betugas di lingkungan Polda Papua.
Seorang aparat keamanan tiba tiba mendatangi pengunjukrasa guna menyampaikan setelah selesai Sholat Kapolda Papua berjanji akan menemui wartawan. Tapi tak diwujudkan. Informasi yang diterima Kapolda menyerukan agar pengujukrasa mendelegasikan seorang pengunjukrasa untuk menemuinya. Kontan permintaan ini ditolak.
Alhasil, Cunding Levi menyampaikan pernyataan bersama memberikan dead-line (batas akhir) selama seming gu kepada Kapolda Papua dan jajarannya me ngungkap pelaku dan motif pembunuhan terhadap wartawan Merauke TV Ardiansyah Matra’is. Apabila selama waktu yang ditentukan Kapolda tak mampun mengungkapnya maka pihaknya akan menyampaikan mosi tidak percaya kepada Kapolda Papua Irjen Pol Bekto Suprapto MSi. Hal ini disampaikan lantaran Kapolda Papua tak mampu mengungkap kematian wartawan. Pernyataan bersama ini rencanakan disampaikan kepada Presiden beserta menteri menteri, Komisi III DPR RI, Mabes Polri, Komnas HAM Pusat dan lain lain.
“Kami juga mendesak agar Kapolda Papua dimutasikan karena kami nilai tak mampu menjaga keamanan di Tanah Papua,” tegasnya.
Ditengah tengah aksi unjukrasa tersebut hadir Wakil Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua Matius Murib sekaligus didaulat menyampaikan pernyataan sikap. Dihadapan pengunjukrasa ia mengajak seluruh pekerja pers untuk menundukkan kepala dan mengheningkan cipta bagi meninggalnya rekan Ardiansyah. Selanjutnya ia menyampaikan pernyataan sikap antara lain almarhum Ardiansyah adalah pelaku demokrasi serta pers adalah penegak HAM. Karena itu seluruh komponen masyarakat di Tanah Papua seyogyanya lah memberikan perhatian untuk mengungkap kasus pelanggaran HAM ini.
“Saya menduga kasus pembunuhan wartawan ini memiliki korelasi dengan Pilkada di Merauke. Untuk itu aparat polisi harus mampu mengungkap pelaku dan motivasi pembunuhan terha dap wartawan,” tegasnya.
Ketika hendak meninggalkan Mapolda Papua, Jayapura pengunjukrasa menyerahkan karangan bunga dan pernyataan bersama yang diletakan dibawah kaki Bripka Pol Agus K. Pengunjukrasa akhirnya meninggalkan Mapolda Papua dengan tertib.
Sebagaimana diketahui seratusan wartawan ini kembali memadati halaman Mabes Polda Papua karena kesal dengan sikap polisi yang terkesan tidak ambil pusing terhadap penuntasan kasus pembunuhan, teror dan intimidasi yang me nimpa wartawan di Merauke. Sebelumnya, pada Juli lalu, seratusan wartawan ini telah mendatangi Polda Papua, mereka mendesak keseriusan Polisi mengungkap sekaligus menangkap pelaku pembunuhan wartawan Merauke TV Ardiansyah serta penebar teror wartawan di Merauke.
Sambil membawakan spanduk dan pamflet, Senin (23/8) siang kemarin, seratusan wartawan ini melakukan longmarc dari kantor DPRPapua menuju Mabes Polda Papua yang berjarak sekitar dua ratus meter lebih, saat memasuki pintu gerbang Mabes Polda Papua, wartawan melakukan aksi jalan mundur sebagai pertanda bahwa kinerja Polda Papua buruk.
Setiba di Mabes Polda Papua, seratusan wartawan ini langsung menggelar orasi-orasi tidak terkecuali orasi juga dilakukan para pimpinan media cetak di Jayapura, antara lain, Pemimpin Redaksi (Pemred) Cenderawasih Pos, Pemred Bintang Papua, Pemred Pasifik Pos, Pemred Tabloid Suara Perempuan Papua, serta media cetak lainnya yang ada di Papua.
Wartawan juga mendesak Kapolda Papua agar mene mui sekaligus memberikan penjelasan kepada wartawan, terkait perbedaan persepsi antara Polres Merauke, Polda Papua dengan POLRI. Namun sayangnya Wakapolda Papua Brigjen Pol Arie Sulistyo yang katanya akan bertemu wartawan setelah sholad, tidak kunjung datang. Menurut penjelasan pihak Polda bawah Wakapolda ha nya mau menerima perwakilan wartawan saja. Sementara wartawan menolak, karena para wartawan ingin mende ngarkan penjelasan langsung dari Wakapolda, jadi tidak perlu pakai perwakilan.
Tidak hilang akal seratusan wartawan inipun terus meneriaki Wakapolda Papua agar bisa menemui mereka, bahkan adu mulut antara salah satu anggota Polda Papua AKP Syahrial dengan wartawan tidak dapat terhindar. “Siapa yang mau lawan saya,” teriak Akp Syahrial dari lantai dasar gedung Polda Papua. Tantangan AKP Syahrial ini rupanya memancing reaksi para wartawan.
Wartawan terus meneriakkan yel-yel “Ganti Kapolda Papua, ganti Kapolda Papua,” bahkan nyanyian-nyanyian yang dikumandang beberapa wartawan-pun ikut memenuhi teriakan yel-yel tersebut.
Untuk meneruskan aspirasi mengganti Kapolda Papua Irjen Pol Bekto Suprapto, para wartawan ini telah membuat mosi tidak percaya kepada Kapolda Papua yang kemudian akan diteruskan ke Presiden RI, DPR-RI, DPD-RI, Kompolnas, Gubernur Provinsi Papua dan DPRP dan pihak terkait.
Selain itu, wartawan Pa pua juga akan melayangkan surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa dugaaan kasus korupsi benilai Rp1.9 miliar yang melibatkan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Papua Dr Achmad Hatari yang walaupun sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi, namun kemudian di peties-kan atau dihentikan penyidikannya.
Para wartawan dan para pimpinan redaksi media cetak dan elektronik ini merasa diperlakukan tidak manusiawi, pasalnya janji-janji manis yang sering dilontarkan petinggi Polda Papua bahwa pers adalah mitra polisi seakan dikhianati. “Katanya mitra, jangan mitra yang memanfaatkan wartawan untuk infomasi saja,” teriak para wartawan.
Oleh karena itu, para pemimpin media cetak maupun elektronik nasional ini sepakat untuk memboikot berbagai jenis pemberitaan yang melibatkan Polda Pa pua. Kecuali berita-berita yang mengkritisi POlda.
Karena tidak ada satupun petinggi Polda Papua yang bertemu wartawan, maka krans bunga serta puluhan pamflet yang sedianya akan diserahkan pada Kapolda Papua ataupun Wakapolda Papua langsung diserahkan ke salah satu anggota polisi yang berjaga sejak orasi dimulai.(hen/mdc/dee)
Langganan:
Postingan (Atom)