WELCOME TO WEB FGPBP

Mungkin anda berfikir, akulah manusia yang paling tidak beruntung dan bodoh, karena kecintaan ku terhadap negeri ku lebih besar dari yang kau dapat dari ku...tapi satu hal yang kau tahu, bahwa aku berjalan bersama suatu kebenaran yang dunia telah menolaknya...sebab yang ku tahu...kebenar itu akan memerdekakan aku.

29 Apr 2010

Dialog Jakarta - Papua Seperti 'Batu Medidih Dalam Kuali'


Dengan JUBY Apr 29, 2010, 04:04
http://www.tabloidjubi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6813:dialog-jakarta-papua-ibarat-rebus-batu-dalam-kuali&catid=96:headlines&Itemid=110
Buchtar Tabuni JUBI, Papua tahanan politik, mengatakan hal  Dialog Jakarta - Papua itu tidak mungkin menjawab persoalan dipapua  Papua. Dialog ini adalah seperti 'mendidih batu dalam panci'.

"Masalah di Papua adalah masalah internasional. Jadi harus diselesaikan di tingkat internasional," kata Tabuni, Rabu (28 / 4).
Masalah Papua, kata dia, bukan masalah lokal atau masalah dalam negeri, Pemerintah Indonesia tidak mampu menyelesaikan. Buktinya, gejolak Papua terus meningkat tanpa perubahan apapun.
"Untuk itu, para Parlementaria Internasional Papua Barat (IPWP) dibentuk untuk menyelesaikan masalah Papua secara politis tingkat internasional," katanya.
Menurut dia, penyelesaian masalah Papua juga dapat melalui jalur hukum oleh International Lowyer Barat Papua (ILWP). "Bagi saya tidak masalah Papua dapat diselesaikan melalui musyawarah atau dialog Masalahnya tidak akan selesai.."
Dikatakan masalah Papua harus dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. Untuk itu, masyarakat perlu memberikan dukungan. "Orang-orang Papua berbicara dialog memakan waktu lama. Hanya buang-buang energi," jelasnya.
Tabuni di penjara untuk memimpin unjuk rasa untuk memperingati peluncuran IPWP 2009. Tabuni dituduh melakukan penghasutan di masyarakat. (Musa Abubar)
sumber : http://www.infopapua.org/artman/publish/article_2196.shtml
© Copyright by w @ tchPAPUA

28 Apr 2010

Sarjana Terbaik Dipaksa Jadi Tukang Sapu

Kepegawaian

Rabu, 28 April 2010 | 21:51 WIB
PEKANBARU, KOMPAS.com - Jack Lord (31), lulusan terbaik dari Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fisip, Universitas Negeri Riau (UNRI) dengan indeks prestasi kumulatif 3,75, hanya dituggasi jadi jadi tukang sapu di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Riau.
Pemuda kelahiran Kota Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, 6 Maret 1979, itu sudah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan golongan pangkat III/a. "Meski saya telah sarjana dan melakukan penyesuaian kepangkatan III/a, namun tugas keseharian saya masih menjadi petugas kebersihan di LPMP Riau," keluh Jack kepada wartawan di Pekanbaru, Rabu (28/4/2010).
Jack, tentu saja, merasa diperlakukan diskriminatif. Dia menjelaskan, ketika lolos menjadi PNS tahun 2002, setahun kemudian dirinya dipaksa meneken surat pernyataan yang antara lain sanggup jadi sebagai tenaga kebersihan, pengelola asrama dan satuan pengamanan di instansi itu.
Selain itu, dalam surat pernyataan bermaterai Rp 6.000 itu juga diminta tidak akan menuntut penyesuaian ijazah yang diperolehnya di kemudian hari, dan bersedia mematuhi segala peraturan di instansi pendidikan itu.
"Saya dipaksa meneken semua pernyataan itu dengan ancaman Surat Kelulusan (SK) PNS saya tidak akan diberikan," katanya.
Ia menambahkan, "SK penyesuaian saya telah ditandatangai oleh Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2007, namun surat itu tidak disampaikan kepada saya dan baru saya ketahui setahun kemudian. Kendati demikian tugas keseharian saya masih menjadi tenaga kebersihan."
Pihak LPMP Riau membantah tudingan pegawainya itu. "Ketika masuk memang dia (Jack) menandatangani surat pernyataan, namun bukan berarti kami tidak merespons keinginan beliau sesuai jenjang karir," kata Kepala LPMP Riau, Zainal Arifin.
"Namun masalahnya, Jack merupakan lulusan ilmu pemerintahan, sedangkan kualifikasi dengan jurusan itu tidak ada di LPMP sehingga dia kami tempatkan sebagai penanggung jawab penata ruang kelas dan ruang kuliah," katanya lagi.
link sarjana terbaik kok ada diskriminasi 

27 Apr 2010

PRO – KONTRA 1 MEI 1963 (SALING MENYALAHKAN BUKAN SAATNYA, TAPI HARUS ADA KOMITMEN DAN BELAJAR DARI KESALAHAN)


Peristiwa 1 mei 1963 merupakan peristiwa yang sangat bersejarah bagi papua dan bangsa indonesia dimana, papua menjadi bagian dan integral dari NKRI, dan 1 mei 1963 menjadi hari penentu dan hari permainan bagi berbagai kepentingan pada papua, proses integrasipun dipermasalahkan dan dipertanyakan oleh masyarakat asli papua sepanjang kurung waktu  47 tahun sejak 1963,  karena proses penyerahan secara administrasi  melalui United Nation Temporary Authority/Administration (UNTEA) ini  tidak pernah melibatkan orang papua yang notabene pemilik tanah dan negeri papua barat (sorong-merauka). 
Seperti kita lihat media bintang papua edisi (27/4) dengan jelas ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yaboisembut dengan menetetapkan 1 Mei 1963 Hari “Aneksasi Kemerdekaan Bangsa Papua Barat  Forkorus menambahkan bahwa  bangsa Papua Barat telah lama merdeka sejak tahun 1961.  “Pada 19 Oktober 1961 kita telah menyatakan diri sebagai Bangsa Papua Barat yang merdeka dalam bentuk “Manifesto Politik” yang  telah disetujui dan diizinkan oleh Pemerintah Nederlands Nieuw Guinea dengan pengibaran bendera Papua Barat Bintang Fajar pada 1 Desember 1961”,
Dan peristiwa pemindahan administasi pemerintahan belanda kepada  kepada Pemerintah Indonesia melalui United Nation Temporary Authority/Administration (UNTEA) jika didasarkan pada hukum internasional terkategorikan sebagai “Aneksasi Dengan Traktat”  yakni Traktat New York pada tanggal 15 Agustus 1962. “1 Mei 1963 merupakan  sejarah kelam karena terjadi pembunuhan karakter, identitas, dan otoritas kemerdekaan Papua Barat.

Di lain pihak Gubernur Provinsi papua Barnabas Suebu, SH.  pada peringatan 1 mei tahun lalu menyatakan peringatan 1 Mei 1963 merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia pada umumnya dan masyarakat Papua (Irian Barat saat itu) pada khususnya, karena sebagai momentum mempersatukan seluruh nusantara dari Merauke sampai Sabang. Disamping itu, ia mengajak seluruh komponen masyarakat di Tanah Papua, untuk menghilangkan perbedaan presepsi tentang persoalan integritas Papua kedalam NKRI, karena “Papua dalam wadah NKRI sudah final “sesuai resolusi PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) Nomor 2504 yang menyatakan, Irian Barat merupakan bagian integral dari NKRI.
Dari berbagai perbendaan pandangan dan pernyataan yang dikemukakan oleh berbagi pihak diatas menjadi pertanyaan yang sangat mendalam dan membigungkan masyarakat papua,kalau ada yang bilang sudah final dan lain pihak belum final maka apa yang sebernarnya terjadi 47 tahun kelam itu, masalah papua sangat konplex dan penyelesaian suatu permasalahan dipapua tidak bisa pertahankan dengan sandiwara lama seperti, pegelapan kebenaran, harus ada keterbukan antara kita dan dari semua unsur sangat penting dalam mnyikapi gejolak masyarakat papua.
Kita sadar akan berbagai persoalan dipapua baik pelagaran HAM, penangkapan, kecembruan sosial, Pengorbanan rakyat sipil adalah sebab dari peristiwa penyerahan secara administrasi ke NKRI melalu UNTEA  menjadi simpan-siur sejarah, membuat rakyat korban. Dan peristiwa 1 mei 1963 adalah peristiwa sebelum pepera 1969 sehingga barang kali rakyat menanyakan status pepera pula, dan para pemimpin rakyat sipil selalu menyuarakan pepera 1969 adalah rekayasa atau formalitas belaka dari kepentingan Indonesia, Amerika karena penyerahan administrasipun sudah dilakukan sebelum pepera 1969.

Kepentingan – kepentingan atas papua itu akan bergesekan terus – menerus satu sama lain saat berinteraksi seolah-olah menempatkan diri pada posisi pemilik teori yang paling benar dan dari pandangan-pandangannya. Dan yang terjadi adalah saling menyalahkan dan mempertahankan pandangannya itu adalah bukti arogansi demi pertahankan pendapatnya.

Jadi pertanyaannya kepentingan -kepentinagan siapa yang salin bergesekan (final & tidak final)?, tentu saja NKRI yang mengaku sebagai pemilik atas wilayah papua barat dan Amerika dan orang asing bukan pemilik wilayah papua tetapi punya hak pakai dan miliki dari pada isi alam papua. Berarti mungkin orang papua kebetulan lahir dan berada dipapua ribuan tahun yang lalu, atau kalau benar pemilik negeri ini, mungkin tidak salah rakyat menanyakan status penyerahkan administrasi.
Dari pandangan dan ulasan ini menjadi pertanyaan dan kebingungan dan jelas  bahwa ada 4 kepentingan yang terjadi dipapua yaitu pertama kepentingan Asing, kedua kepentingan Indonesia, ketiga kepentingan Papua terakhir adalah kepentingan pribadi/kelompok tertentu dan empat kelompok ini saling bergesekan terus katika momen – momen sejarah papua tiba.
Tapi kami sedih dan setegah mati melihat outcome dari gesekan itu selalu mengorbakan rakyat papua (sorong-merauke) dan memperalat NKRI, yang untung bukan keduanya, tapi yang paling dirugikan adalah rakyat papua barat (Sorong-Merauke) lebih sedih lagi rakyat papua  yang saling mempersalahkan.

Jadi apakah NKRI sangup mempengaruhi atau menyatukan orang papua dari perbedaan pandangan? Karena negara kita adalah negara demokrasi, dan demokrasi itu tidak lain, adalah kepemimpinan dengan “pengaruh” dan bukan kekuasaan dengan intimindasi, kekerasan militer dan pemaksaan kehendak. Ada 4 pilar demokrasi ditegakan, pertama Negara Hukum(Rule of Law), Kedaulatan rakyat, kekuasaan mayoritas dan hak-hak minorotas, dan pembatasan kekuasaan eksekutif. Dan Ada kesunguhan hati dan komitmen untuk membangun papua.
Ada kesan-kesan yang kuat bahwa pasti ada pihak lain yang mencari untung, dan yang lebih para lagi kerugian-kerugian dan penderitaan rakyat indonesia dan papua ini terjadi justru kesalahan NKRI dan orang papua akibat tidak mau dan terlalu tidak sanggup untuk belajar dari kesalahan.
Oleh karena itu momen – momen seperti ini bukan saatnya kita saling menyalahkan atau saling mempertahankan idealisme kita, tetapi harus duduk bersama dan menyamakan persepsi guna menyelamatkan manusia papua dari korban kepentingan dan pembangunan ini, karena kita (Papua) ada pada dua pilihan yang sangat rumit untuk menentukan arah kelangsungan hidup rakyat papua, karena  rakyat hanya korban,  dipapua tidak dibutuhkan tugas besar atau pengorbanan triliunan rupiah tetapi berada pada komitmen hati dan kesungguhan dari semua unsur.

Dan saya percaya biarpun perbedaan pandangan terus berjalan, namun, pergulatan singit berkepanjangan dalam batin orang papua, itu akan dimenangkan oleh “Kebenaran” dan saya percaya bahwa kebenaran mutlak “benar” dan sudah menang dan pasti menang, seterusnya dan selamanya apapun rintangan dan siapapun penguasanya, tak peduli.
Jadi kita memikirkan apa yang menjadi tangungjawab kita dan kepentingan kelangsungan hidup orang papua dan jangan kita pusing dengan kepentingan asing, NKRI dan ? ada  teori dunia ketiga bahwa kemajuan itu semu adanya, relatif, dan tanpa ujung serta pangkalnya. Kemajuan adalah sebuah budaran kita mulai dari situ dan dari kita sendiri dan kita kembali maju ke situ juga. Jadi disarankan agar sebuah tindakan dalam era demokrasi seharusnya memberi peluang, kepada setiap pihak secara seluas-luasnya, saling mendegarkan semua pandanga, keberatan, keluhan, membangun dialog yang komprehensiv, komunikatif dan interaktiv, dan dari hasil itu,melahirkan pemecahan yang tidak melulu pada kepentingan penguasa dan juga tidak merugikan rakyat yang bersilang pendapat dengan penguasa, dan itulah bukti utama dan tolok ukur sebuah proses yang demokrtis, tetapi itu tidak terjadi.

Penulis adalah Mahasiswa USTJ dan juga sehari-hari  sebagai staf departeman litbag di Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Baptis papua (BPP-PGBP)