WELCOME TO WEB FGPBP

Mungkin anda berfikir, akulah manusia yang paling tidak beruntung dan bodoh, karena kecintaan ku terhadap negeri ku lebih besar dari yang kau dapat dari ku...tapi satu hal yang kau tahu, bahwa aku berjalan bersama suatu kebenaran yang dunia telah menolaknya...sebab yang ku tahu...kebenar itu akan memerdekakan aku.

27 Nov 2009

NKRI Harga Mati vs Papua Harga Mati


Kapolda Tak Hadir, Peserta Dialog Pepera
Kecewa
JAYAPURA–Jelang 1 Desember, suhu politik Papua kembali meninggi. Motto NKRI harga mati atau Papua harga mati mencuat lagi, padahal NKRI harga mati versus (VS) Papua Harga mati ini, telah menciptakan konflik berkepanjangan di antara sesama anak bangsa.
Dialog bertajuk kontroversi Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 yang digelar di Aula STT Isak Samuel Kijne Abepura, Kamis (26/11), dihadiri hampir seluruh komponen Pemuda dan mahasiswa.
Pada presrelease yang ditandatangani Ketua Panitia Wr. Warpo Wetipo dan Sekretarisnya Panitia Wilson Uruaya yang dibagikan kepada wartawan, menyebutkan bahwa tujuan dialog adalah untuk mewujudkan rekonsiliasi sosial di tanah Papua dengan belajar bersama dari Pepera.
 Dialog ini juga bertujuan sebagai forum pembelajaran politik bagi seluruh komponen masyarakat Papua dan non Papua yang mendiami Tanah Papua, serta membangun budaya dialog secara damai dan bermartabat dalam menyelesaikan berbagai persoalan politik di Papua.
 Proses integrasi Papua ke dalam NKRI lewat Pepera 1969 sampai saat ini masih menimbulkan polemik. “Sebab disatu sisi proses dialog telah dipandang sebagai kaidah hukum Internasional. Hal ini berarti bahwa integrasi Papua telah final dan sah, namun di sini lain, ada sebagian masyarakat Papua masih memandang proses Pepera 1969 tidak sah dan tidak berdasarkan kesepakatan New York Agreement,”jelas Wetipo.
  Sehingga perbedaan persepsi ini telah menimbulkan dampak dan pengaruh pada proses politik rakyat Papua, rakyat Papua terkultasi dalam dua pandangan bahwa telah sah, maka NKRI harga mati, sementara disisi lain rakyat Papua memandang bahwa PEPERA merugikan orang Papua, sehingga muncul Papua harga mati.
 “Realitasnya, mulai tumbuh kelompok-kelompok yang pro Papua merdeka dan Kontra Papua merdeka (NKRI harga mati), banyak korban telah berjatuhan karena saling memperkuat opini,” ungkapnya.
 Dengan adanya perbedaan persepsi yang terus mengkristal di masyarakat kita, maka dialog ini bisa dijadikan alat atau media untuk mempertemukan dua perbedaan di antara penduduk di Papua dalam memandang PEPERA 1969.
“Dialog publik ini harus dilakukan, kami mengusahakan untuk mempertemukan dua perbedaan di antara masyarakat yang pro dan kontra soal PEPERA 1969,” harapnya.
 Sementara itu, para pemateri yang diharapkan hadir untuk memberikan materi pada dialog tersebut tidak dapat hadir. Sekedar di keteahui, pemateri yang hadir Tokoh Agama Sokrates Sofyan Yoman, Wakil Komnas HAM Kantor Perwakilan Papua Matius Murib, sedangkan dua pemateri lainnya tidak dapat hadir untuk memberikan materi yaitu Kapolda Papua serta Ketua Barisan Merah Putih (BMP) Ramses Ohee, ketidak hadiran dua pemateri ini membuat peserta dialog kecewa. (cr-4)

Bucthar Dianiaya, Massanya Protes


Pelakunya Anggota TNI/Polri

JAYAPURA–Situasi Keamanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 2 A Abepura Jumat kemarin, mendadak berubah menjadi tidak terkendali. Ini menyusul adanya aksi demo yang dilakukan sekitar 200-an massa yang terdiri dari perempuan dan laki – laki sambil berteriak – teriak hidup BT. Bebaskan BT dari tahanan Lapas, sebab telah terjadi penganiayaan terhadap BT.
Aksi massa yang mengaku keluarga Bucthar Tabuni (BT) ini, sebagai buntut penganiayaan terhadap Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat, Buctar Tabuni yang adalah tahanan politik di lapas Abepura. Bukcthar diduga dianiaya oleh anggota TNI/POLRI serta pengawai Lapas Abepura. 
Dari Pantau Bintang Papua di TKP, Personil gabungan Polresta Jayapura yang dipimpin langsung Kabag Ops AKP Dimingus Rumaropen S.sos dan Kapolsek Abepura AKP Yafet Karafir, sedang menenangkan massa yang nyaris tidak terkedali.
Aksi massa tersebut baru redah ketika Kalapas Abepura Antonius Ariobaba SH,M.Si yang juga, Ketua Umum Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi Papua hadir di TKP dan memberikan penjelasan
Massa yang dipimpin Koordinator Lapangan Usama Yogoby kepada Bintang Papua mengatakan, aksi ini adalah aksi damai sebagai bukti dari soladaritas dan dukungan moral penuh kepada BT. “Kami tidak mewakili organisasi siapa – siapa melainkan atas nama keluarga dari saudara kami BT yang dianiaya dan diduga mendapat diskriminasi sebagai tahanan politik di Lapas Abepura,”jelasnya Jumat( 27/11)
Menurut Yogoby dan sms singkat yang beredar di tenggah – tegah masyarakat yaitu Info Buktar Tabuni ( Tapol ) Sekitar Jam 19.00 Wit Kamis 26 November  2009 di keroyok 2 anggota TNI/ Polri dan 1 petugas LP di Lapas Abepura, akibatnya yang bersangkutan  mengalami luka serius di sekujur tubuh bahkan sempat tidak sadar ( Pingsang ). Alasan mereka menganiaya BT adalah yang bersangkutan sering melakukan provokasih di Lapas Abepura, tolong dilanjutkan ke jaringan  atau teman – teman lain.
Sms berikut yang didapat Bintang Papua adalah pelaku penganiayaan terhadap Buctar Tabuni,18 : 15 Wit Tanpin–Tampin  anggota TNI Samsul Bactri,Yansen Korwa,Robby Polri Theo Awii Sebby&Amoye. Sms tersebut sempat beredar luas di tegah – tegah masyarakat.
Sebelum aksi demo oleh massa di Lapas Abepura, sekitar jam setegah dua belas siang pada malam hari nya Bintang Papua ketika mendapatkan sms tersebut langsung mencoba menghubungi Kalapas Abepura Antonio Airobaba SH,Msi sekitar jam satu malam melalui telepon selulernya, namun Kapalas membantah adanya penganiayaan dan kekacauan di Lapas Abepura.
Esok  siangnya sekitar jam setegah dua belas siang Jumat ( 27/11)Bintang Papua dihubungi oleh salah seorang wartawan untuk pergi ke Lapas Abepura yang  di kerumuni massa yang mengatas namakan  keluarga BT.
Dari Pantau Bintang Papua di halaman depan Lapas Abepura, Kalapas Abepura di dampingi Kabag Ops Polresta Jayapura serta Kapolsek Abepura AKP Yafet Karafir memberikan penjelasan kepada para pendemo menyangkut kejadian tersebut.
Menurut kalapas, aksi tersebut sangat sepeleh hanya disebabkan masalah air, sehingga terjadi adu argument dan saling berantam antara BT dan beberapa Anggota TNI yang juga adalah napi.
Menurut salah seorang sumber terpercaya dan tidak mau disebutkan
Namanya, aksi tersebut dipicu ketika BT menanyakaan air yang tidak mengalir
pada hal ia ingin mandi. Hal tersebut terjadi kurang lebih jam tuju malam.
Setelah itu BT masuk ke selnya dan selanjutnya Oknum Tahanan yang diduga anggota TNI datang dan membuka selnya BT,  selanjutnya membawa BT ke luar
untuk dikeroyok. Sebab menurut mereka BT melakukan provokasi.
Kalapas juga dalam penjelsanya sangat mengelu tentang ketersediaan air yang ada sehingga memicu aksi pengroyokan tersebut. “Untuk itu kami sangat kesulitan mendapatkan pasokan Air bersi,”katanya.
Sementara itu massa pendemo yang bernama Simon Olua mahasiswa semenester 7 Fisip Uncen kepada Bintang Papua Jumat ( 27/11) mengatakan,”saya mempertanyakan kenapa sampai tahanan militer bisa ditempatkan di Lapas Abepura, pada hal mereka kan mempunyai rumah tahanan sendiri yan berada di Waena, ini ada seknario apa ini,” tanyanya dengan heran.
Dalam penjelasannya Kalapas menjelasakan bahwa Oknum TNI yang melakukan aksi penganiayaan tersebut sengaja dititipkan pihak TNI di Lapas Abepura, sebab mereka ( pihak TNI ) tidak ada dana untuk mengirim anggota TNI yang sudah menjadi napi tersebut ke Makassar.
Lanjut Kalapas termudah di  Indonesia ini, bahwa pihaknya sebagai Kalapas Abepura telah membuat yang terbaik serta mempertaruhkan jiwa dan raga untuk membina para napi di lapas ini.
“Bahkan saya juga telah mempersiapakan suatu KKR yang dipimpin oleh Hamba Tuhan terkenal Pdt Gilbert Lumoindang yang akan datang pada tanggal 1 Desember dan memberikan penguatan – penguatan rohani kepada para napi, tapi sayang BT Cs menolak akan kedatangan Hamba Tuhan terkenal tersebut.
Mendengar penjelasan Kalapas Abepura massa mulai tenang dan mempertanyakan keadaan BT yang diduga telah dianiaya anggota TNI/Polri yang ditahan di dalam Lapas Abepura.
Massa mulai beringas dan geram ketika Kalapas mengatakan untuk perwakilan saja yang dari massa pendemo untuk bertemu BT. “Kami ingin saudara kami BT dibawa keluar, sehingga memberi penjelasan kepada kami bahwa dia tidak disakiti dan dalam keadaan baik – baik saja,” jelas Festus Ason.
Namun permitaan tersebut tidak diijinkan Kalapas, sehingga terjadi adu argumen yang sangat alot.
Dimana menurut Kalapas, masa pendemo tidak mempercayai orang yang kalian tuakan sebab disini, kan ada Komanas HAM Bapak Matius Murib, Pengacara BT Piter ELL dan kawan-kawan.
Mendengar penjelasan tersebut, massa pun menyetujui dan beberapa perwakilan pendemo dan komnas Ham serta Pengacara BT Cs masuk bertemu BT untuk memastikan bhawa BT dalam Keadaan baik – baik saja.
Namun sangat disayangkan wartawan dilarang masuk untuk meliput pertemuan tersebut.
Kurang lebih satu jam pengacara BT Cs yang didampingi beberapa utusan  memberikan penjelaskan kepada wartawan dan massa pendemo tentang keberadaan BT.
Piter Ell Pengacara  BT menjelaskan, ada du alternatif yang pihaknya lakukan yaitu dengan cara hukum atau secara adat. “Sehingga kami putuskan untuk menyelesaiakanya dengan secara adat dan hal tersebut diminta langsung BT dan Seby Sebom, sehingga tidak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan,”katanya.
Sementara itu Perwakilan Komnas Ham Papua Matius Murip kepada Bintang Papua Jumat ( 27/11) mengatakan, ada terjadi penyalagunaan kewenangan dan tindakan mereka tidak bisa diterimah oleh siapapun, apa lagi oleh Komnas Ham.
Sebab siapapun warga negara yang ditahan di Lapas ini harus dijamin aman sesuai dengan amanat konstitusi. Namun Komnas Ham sesalkan kekeran yang dilakukan saat ini. “Untuk kami akan memberikan rekomendasi kepada pihak Lapas Abepura untuk tetap tunduk sesuai prosedur tetap yang berlaku. Dan harapan kami ke depan yaitu pihak Lapas Abe harus profesional dalam menjalankan tugasnya. Dan pihak TNI hari ini juga telah mengambil tindakan tegas untuk menarik semua pasukan yang di tempatkan di Lapas Abepura,”harapnya. (cr-1)

25 Nov 2009

Repatrian Ancam Kembali de PNG



Fere: Kami Tak Butuh Rumah Mewah
JAYAPURA– Merasa diperlakukan tidak sesuai dengan janji-janji pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Port Moresby, untuk kembali ke NKRI, ratusan repatrian yang saat ini ditampung di BLK Jayapura, mengancam akan kembali ke negara pelarian, Papua Neuw Guinea (PNG).
  Hal ini terungkap pada dialog singkat yang digelar Gubernu Provinsi Papua Barnabas Suebu SH yang mendampingi rombongan Dirjen Kesbangpol RI, Rahmat Tantri Balilamo di penampungan Repatrian BLK Jayapura, Rabu (25/11), kemarin.
Dalam dialog tersebut Koordinator Repatrian Hein Fere kepada Gubernur dan para petinggi pemerintah mengatakan, walaupun mereka telah mendapatkan pelayanan yang memadai selama tiba di Jayapura, Papua, namun hingga saat ini kejelasan status mereka belum jelas. “Waktu itu di KBRI kami dijanjikan bahwa akan diberikan rumah, pekerjaan dan lain-lain, tapi sepertinya tidak ada kejelasan, kami baru saja bicarakan dengan pemerintah Kota Jayapura, tapi mereka tidak memberikan jawaban,” ungkap lelaki yang fasih berbahasa Indonesia ini kepada Gubernur.
 Ditambahkan, “kalau memang belum ada kejelasan tentang status kami, maka kami sebaiknya dikembalikan saja ke PNG,” ungkapnya.
 Senada dengan Fere, Azer Aronggear yang mengaku sebagai Guru bidang studi pada salah satu Sekolah Dasar di PNG ini mengatakan, yang membawa mereka kembali ke NKRI adalah janji KBRI bahwa pendekatan yang dipakai bukan lagi pendekan Militer, tetapi pendekatan kesejahteraan, sehingga dirinya berharap janji KBRI tersebut tidak sekedar janji saja.
 Ia menambahkan kepulangan mereka dijadikan sebagai barometer bagi ribuan repatrian yang hidup tersebar di kepulauan Pasifik dan Benua Australia, bahkan Eropa. “Kami datang, dan saudar-saudara kami mulai dari Port Moresby, Salomon Island, Fiji dan Australia tetap mengikuti perkembangan kami, mereka juga ingin pulang tapi janji kesejahteraan itu apakah dapat diwujudkan atau tidak,” bebernya.
 Menanggapi permintaan tersebut, Gubernur Papua Barnabas Suebu meminta kepada para repatrian tetap bersabar, perumahan untuk mereka akan tetap disiapkan tapi tentunya tidak semudah yang dipikirkan. “Berikan kami waktu, paling lama satu tahun kalian bisa tempati rumah,” jelas Gubernur.
 Mendengar kata satu tahun pembangunan rumah, Fere yang sudah 31 tahun hidup di Lae PNG ini meminta kepada Gubenur untuk tidak mengulur-ulur waktu pembangunan rumah bagi mereka.“Kami tidak bisa jadi beban keluarga kami, kami tidak bisa berlama-lama numpang di rumah keluarga kami, pak Gubernur kami tidak butuh rumah yang mewah, yang penting atap tidak bocor dan ada dinding untuk melindungi kami,” pintanya.
 Sementara itu, Hein yang mewakili 311 jiwa Repatrian di hadapan rombongan Dirjen Kesbangpol menegaskan bahwa mereka akan tetap dukung keutuhan NKRI.
Hein yang diberi kepercayaan oleh rekan-rekanya sesama repatrian untuk membacakan surat pernyataan tersebut langsung menyerahkan surat pernyataan tersebut kepada Gubernur Prpovinsi Papua Barnabas Suebu, yang juga diteruskan Gubenur kepada Dirjen Kesbangpol RI Rahmat Tantri Balilamo.
 Dalam surat pernyataan tersebut memuat empat point penting. Pertama megucapkan terimakasih kepada Presideng RI SBY yang bersedia menerima kepulangan mereka kembali ke Tanah Air. Kedua mereka berjanji akan tetap patuh kepada aturan hukum yang berlaku di Indonesia dan yang terakhir berjanji akan tetap menjaga kesucian dan kemurnian program seratus hari presiden SBY, beserta Kabinet Indonesia bangkit bersatu yang didalamnya ada program Repatrian.
 Gubernur juga berharap para repatrian tidak perlu takut kembali menjalani aktifitas kehidupan di Jayapura. “Ini rumah kamu, ini kampung kamu, yang penting tidak perlu takut dulu, semua pemerintah yang atur,” hibur Gubernur.
 Sebelumnya sekitar pukul 15.30 Wit rombongan petinggi negera itu tiba di Bandar Udara Sentani Jayapura dengan menggunakan pesawat milik TNI AU.
 Setibanya di Bandara Sentani, rombongan disambut Gubernur Barnabas Suebu SH ditandai dengan pengalungan bunga oleh kelompok tari. 15 menit setelah beristirahat di ruang VIP, dengan menggunakan helikopter Puma milik TNI AU rombongan yang didampingi Pangdam terbang menuju perbatasan RI dan PNG di Wutung. Setelah itu rombongan mengunjungi para Repatrian yang masih ditampung di Base G. (cr-4/cr-2)

Ruben: Rekonstruksi Otsus Hanya Pikiran DC Uncen


JAYAPURA-Munculnya wacana merekonstruksi UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi khusus (Otsus), masih terus menimbulkan pro dan kontra. Meski ada yang menilai rekonstruksi Otsus merupakan solusi tepat memaksimalkan Otsus, namun ada pula yang menolak.
Salah satunya yang tidak sependapat rekonstruksi Otsus adalah Ketua Fraksi Demokrat Provinsi Papua, Ruben Magai, SIP. Ia mengatakan, secara pribadi menolak wacana tersebut. Justru ia mempertanyakan kembali kepada penggagas Otsus, terutama pihak Democratik Center (DC), Uncen yang mengeluarkan usulan rekonstruksi tersebut.
“Saya dinilai itu sangat tidak tepat, dan tidak rasional,”katanya kepada Bintang Papua.
 Sebab lanjutnya, ketika membentuk badan Otsus tahun 2001, perlu dipertanyakan kembali apakah itu dibentuk berdasarkan murni pikiran rakyat atau hanya sekelompok orang tertentu,   sehingga itu harus jelas. Sebab jika sekarang rencana mau revisi, itu bukan pikiran rakyat, tetapi pikiran pihak Uncen sendiri. Jadi kalau mau revisi bikinlah sendiri, sesuai konsep pihak Uncen,” ujarnya ketika ditemui Bintang Papua di Kantor Sinode Baptis Papua Kotaraja Luar Rabu (25/11) kemarin.
 Dikatakan, jika mau merevisi UU Otsus sebagai solusi tepat mengoptimalkan pembangunan di Provinsi Papua, maka saat pembentukan dan rancangan itu, berdasarkan keputusan mutlak bersama rakyat ataukah pikiran mereka sendiri. “Ini harus jelas, sehingga siapa yang mempertanggungjawab itu. Jika
memang komitmen bersama pikiran rakyat, kenapa mau direvisi lagi, dan ada apa di balik ini harus jelas,”jelasnya.
  Dijelaskan, bagi penggagas pembentukan rancangan UU. No. 21 Tahun 2001, justru mereka itulah yang pergi ke Jakarta dengan alasan Papua meminta merdeka, dengan alasan itu pemerintah pusat memberikan dasar hukum UU Ostsus.
“Memang mereka itu konsep sendiri, kenapa lupakan pasal-pasal yang memuat keperpihakan orang asli Papua, sehingga saat ini masih dipersoalkan. Sekarang mau revisi apa lagi, lebih baik Otsus itu, bakar saja, atau dibuangka? Pemerintah jangan menipu rakyat sendiri,” tegasnya.
 Mengapa rekonstruksi Otsus itu dinilai penting dan mendesak, dulunya mereka dimana, nanti setelah ada
ketimpangan, tidak adanya penyusunan perdasi dan perdasus baru ribut-ribut lagi. Ini siapa mau mempersalahkan siapa, sebenarnya.
 Karena itu, pihaknya mengajak, untuk bersama-sama menyatuhkan persepsi membuat rancangan bersama rakyat, apa yang mereka inginkan, rasakan, dan rakyat mau. Jangan segelintir orang menetapkan suatu peraturan Daerah yang pada akhirnya rakyat jadi korban.(ery)

22 Nov 2009

Polda Papua Larang Aksi 1 Desember

Kalau Nekat, Sekjen KNPB Akan Ditangkap

Kombes Pol Drs Agus RiantoJAYAPURA-Adanya rencana Sekjen Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Demus Wenda untuk melakukan aksi pada 1 Desember yang disebut-sebut hari kemerdekaan bangsa Papua, disikapi tegas pihak Polda Papua. 
Kabid  Humas Polda Papua Kombes Pol Drs Agus Rianto mengatakan, jika saja Demus Wenda nekat melakukan aksinya 1 Desember, maka jelas polisi akan mengambil tindakan tegas sesuai undang-undang yang berlaku.
Ditegaskan, UU No 9/1998 tentang kemerdekaan menyatakan pendapat di muka umum setiap warga masyarakat melakukan demonstrasi, hanya boleh melalui mekanisme dan aturan UU. Antara lain menyatakan selama kurun waktu 3 hari sebelum pelaksanaan demo pihak penyelenggara wajib menyampaikan kepada Polri untuk dipelajari.  Apabila ada hal hal yang kurang Polri akan memberitahu kepada panitia demostrasi.
Apalagi katanya Demus Wenda  masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) lantaran yang bersangkutan diduga melakukan tindakan pidana, sehingga Polri menyatakan yang bersangkutan sebagai DPO. “Apabila  ditemukan,  maka kita akan  ambil tindakan sesuai mekanisme hukum,” ujarnya.
Hal ini diungkapkan Kabid Humas kepada Bintang Papua, Jumat kemarin. Sebelumnya Demus Wenda dalam sebuah koran lokal menyatakan, seluruh rakyat Papua Barat  atas nama TPN/OPM telah memiliki  sikap yang jelas untuk siap melakukan aksi  menjelang  1 Desember. Aksi itu dengan mengibarkan bendera Bintang Kejora (BK), serta mendukung peluncuran buku 1969 yang dikarang oleh Melinda Jacky dan Benny Wenda, sebagai bagian untuk meluruskan sejarah bangsa Papua Barat.
Menurut Kabid Humas Polda Papua, Kapolri juga  telah menginstruksikan untuk polisi di  daerah untuk intensifkan melakukan patroli  dan pemberdayaan masyarakat yang ingin Papua aman dan damai. Tak perlu mengusik perdamaian yang ada di Papua. 
Dikatakan, di dalam UU tersebut, diatur kegiatan apa, jumlah massa setiap 100 orang massa  mesti dilengkapi seorang penanggungjawab sehingga apabila  terjadi gangguan maka  orang itu yang dimintai pertanggujawabannya.
Selain itu, pengibaran bendera juga  dilarang oleh UU sebagaimana  PP No 77/2007 tentang pelarangan lambang separatis sebagai logo daerah.
“ Kalau masyarakat sudah merasa itu dilarang mengapa ikut melakukan kegiatan tersebut.  Kalau ada yang mengajak kegiatan dipahami  tujuannya apa bila perlu ditolak dan  bersatu padu untuk membangun Papua,”  tukasnya.
Karena itu Kabid Humas Polda menghimbau agar  masyarakat memahami  bahwa  warga Papua adalah  dalam satu ikatan NKRI.  “Kita dalam satu rumpun 1 negara. Berbeda pendapat boleh, tapi jangan sampai kita saling menimbulkan gesekan-gesekan   apalagi konflik,” pungkasnya. (mdc)