WELCOME TO WEB FGPBP

Mungkin anda berfikir, akulah manusia yang paling tidak beruntung dan bodoh, karena kecintaan ku terhadap negeri ku lebih besar dari yang kau dapat dari ku...tapi satu hal yang kau tahu, bahwa aku berjalan bersama suatu kebenaran yang dunia telah menolaknya...sebab yang ku tahu...kebenar itu akan memerdekakan aku.

6 Okt 2008

Ratusan Massa Jayawijaya Demo


Desak KPU Papua Tuntaskan Masalah Pilkada JayawijayaJAYAPURA-Ratusan massa yang menamakan diri sebagai Koalisi Mahasiswa dan Masyarakat Peduli Pilkada Jayawijaya (KMMPPJ) dan Forum Peduli Pembangunan Daerah dan Masyarakat (FPPDM) Kabupaten Jayawijaya, menggelar aksi demonstrasi di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua, Senin (15/9).Massa pendemo ini datang dengan membentangkan berbagai spanduk dan poster, antara lain bertuliskan: "Gubernur, KPU Provinsi Papua, Bupati Caretaker, KPU Jayawijaya segera selesaikan persoalan Pilkada Jayawijaya. Jika tidak diselesaikan, maka Pilkada Jayawijaya ditunda tahun 2010 / boikot", "KPU Jayawijaya, kinerjamu yang benar disalahkan, yang salah dibenarkan, yang b ka?", "Bpk & ibu Jayawijaya harus tahu diri bahwa KPU adalah lembaga independen" dan beberapa poster lainnya.Dalam orasinya, koordinator lapangan, Yonas Wamu menyatakan, sesuai dengan Undang-Undang No 32 Tahun 2004, sebelum mencalonkan diri sebagai kandidat bupati dalam Pilkada, seorang bupati harus menyampaikan LKPJ (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban) ke DPRD. "LKPJ belum ada, tapi mengapa KPU Jayawijaya terima berkas bupati Nikolas Jigibalom," teriaknya.Dalam pernyataan sikapnya, masa pendemo ini menolak hasil verifikasi terhadap para kandidat bupati dan wakil bupati yang dilakukan oleh KPU Jayawijaya, sebab massa pendemo menilai, para kandidat itu disinyalir penuh dengan nuansa KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme).

Dalam demo itu, sempat terjadi beberapa kali ketegangan, karena massa mendesak agar KPU Papua segera mendatangkan KPU Jayawijaya. Setelah lama menunggu, sekitar pukul 15.30 WIT, akhirnya massa pendemo diterima oleh KPU Papua bersama KPU Jayawijaya di Aula KPU Papua.Yang pertama, KPU Papua dan Jayawijaya bertemu dengan kelompok mahasiswa dan pertemuan itu berlangsung hingga pukul 17.30 WIT.

Setelah itu, KPU Papua dan Jayawijaya bertemu dengan para kandidat bupati perseorangan dan para Parpol yang mengusung kandidat bupati namun tidak lolos verifikasi.Ketua KPU Papua, Benny Sweny saat dikonfirmasi Cenderawasih Pos tadi malam mengatakan, dalam pertemuan yang berlangsung hingga pukul 20.00 WIT ini, disepakati bahwa akan dilakukan klarifikasi terhadap proses verifikasi berkas para kandidat Bupati Jayawijaya yang dinyatakan tidak lolos. "Besok kita akan lakukan klarifikasi itu, sehingga diharapkan Rabu (17/9) sudah diketahui hasilnya," ujar Benny. (fud)

Komnas HAM Kirim Tim ke Wamena


JAYAPURA-Kasus tertembaknya seorang warga, Opinus Tabuni dalam peringatan Hari Bangsa Pribumi se-Dunia yang digelar di Lapangan Sinapuk, Wamena, Jayawijaya saat terjadi penancapan bendera bintang kejora, 9 Agustus 2008 lalu, menjadi perhatian serius Komnas HAM di Jakarta.
Bahkan, mereka menurunkan Tim Pamantau Peristiwa Wamena tersebut, yang diketuai Yoseph Adi Prasetyo bersama 4 orang anggotanya. Mereka antara lain, Endang Sri Melani, Helmy Rosyida, Indahwati dan Naroki, yang telah turun ke Wamena minggu lalu.Komisioner Tim Pemantau Peristiwa Wamena, Yoseph Adi Prasetyo mengatakan bahwa pihaknya sudah turun langsung ke TKP, termasuk bertemu saksi-saksi dan aparat keamanan setempat, bahkan mendapatkan penjelasan dari Kapolda Papua, Irjen Pol Drs Bagus Ekodanto dan Direskrim Kombes Pol Drs Paulus Waterpauw terkait kasus tersebut. "Kami membuka online untuk terus mengikuti proses ini dan kami menangkap penjelasan bahwa senjata itu tidak ada di dalam standart yang digunakan jajaran Polri, tapi ada kaliber 9 mm.
Kami menanyakan kemungkinan apa yang bisa diambil alih Komnas HAM karena sebagai lembaga negara mungkin bisa memberikan rekomendasi kepada atasan kapolri yaitu presiden," jelas Yoseph didampingi Frits Ramandey, Koordinator Sekretariat Komnas HAM Papua dan Septer Manufandu, Pelaksana Tugas Komnas HAM Papua di Kantor Komnas HAM Papua, Argapura, Jumat (19/9) kemarin.
Yoseph mengaku Tim Pemantau Peristiwa Wamena juga menerima penjelasan dari kepolisian untuk memisahkan kasus tertembaknya Opinus Tabuni dan penancapan bendera bintang kejora, karena polisi tidak mempunyai niatan politis, namun hanya menjalankan Undang-Undang bahwa ada pidana menyangkut makar dan keamanan negara sehingga harus melakukan penyelidikan.Meski demikian, Yoseph mengatakan pihaknya tidak bisa mengintervensi penanganan yang dilakukan Polda Papua dalam peristiwa Wamena 9 Agustus 2008 lalu tersebut sehingga proses hukum harus berjalan terus. Namun, lanjut Yoseph, ada masalah cultural yang begitu berat di Papua khususnya menyangkut bintang kejora.
"Jika di dalam Undang-Undang Otsus dimungkinkan bagi orang Papua memiliki bendera sebagai lambang cultural sendiri, tapi jika melihat Keppres 77 bahwa itu tidak diperbolehkan, namun tidak ada satu kalimatpun di dalam pasal dari sumber hukum ini, yang menyatakan bahwa bintang kejora yang dimaksud," katanya. Untuk itu, kata Yoseph, Komnas HAM akan mengeluarkan rekomendasi nantinya, selain mendorong LIPI untuk mencari Papua Peace Road Map atau jalan damai Papua supaya bisa diambil. "Masak, hanya orang menyulam bendera bintang kejora ditangkap, memakai kaos bintang kejora ditangkap dan lainnya. Saya kira nanti akan menambah beban polisi dan mempunyai potensi nanti kekerasan - kekerasan ini mengarah kepada pelanggaran HAM, sehingga kami akan mendorong langkah-langkah yang sifatnya politik yang diambil pemerintah untuk menyelesaikan ini semua," paparnya.
Dikatakan, pada waktu pemerintah dibawah presiden Gusdur yang mendorong agar menerima bendera bintang kejora sebagai simbul cultural lambang daerah. Menurutnya, Komnas HAM konsen dengan permasalahan di Papua ini, karena tidak jelasnya kewenangan politik dan tidak adanya keputusan untuk menyelesaikan keberadaan Undang-Undang Otsus ke dalam perdasi dan perdasus. "Jika pemda mengatur itu lebih konkrit dan diakomodasi oleh pemerintah pusat, saya pikir selesai masalah itu. Kami Komnas HAM akan mendorong itu," katanya.
Selain melakukan turun ke Wamena, Tim Komnas HAM ini juga mengunjungi Lembaga Pemasyarakat Abepura. "Kami bertemu dengan Filep Karma, Yusak Pakage, Daan Dimara, mantan terdakwa kasus Abepura kerusuhan Maret tahun lalu dan sempat berkomunikasi termasuk bertemu dengan Kalapas Abepura," katanya. Dalam pertemuan ini, Komnas HAM mengaku menangkap adanya konsen dari Kalapas Abepura untuk meningkatkan kualitas dan tingkat pelayanan serta standarisasi yang harus dimiliki lapas.Hanya saja, kata Yoseph, problem yang dihadapi Lapas Abepura ini, yakni bangunan tersebut merupakan peninggalan Belanda yang harus direnovasi secara total dan belum adanya kegiatan-kegiatan untuk mengisi ketrampilan dari para penghuni lapas baik napi maupun tahanan titipan. "Ini menjadi PR panjang dan saya kira Kalapas punya kemauan politis untuk mendorong supaya hak-hak ini supaya dipenuhi, termasuk hak untuk melakukan sosialisasi sebelum tahanan habis dan kami di Komnas HAM akan menggunakan karena kalapas sudah membuat analisis keadaan di Abepura, karena ada tahanan politis dan ada orang dalam kategori penyandang HIV/AIDS, kami ingin minimal standar pelayanan kepada orang-orang yang memiliki kategori khusus ini, ada tahanan anak, perempuan dan dewasa sehingga tidak campur aduk," paparnya. Untuk itu, imbuh Yoseph, Komnas HAM sebagai lembaga negara akan mendorong ada peningkatan capacity building dari petugas di Lapas Abepura.
"Kami nanti akan kembali ke sini untuk mendorong melalui training, pembekalan, pengadaan prasarana dan sarana kita akan mengeluarkan rekomendasi ke gubernur Papua dan komisi F DPRP supaya betul-betul menjadi perhatian dan mengalokasikan anggaran melalui APBD untuk dukungan bagi penguatan dan perbaikan LP ini," tandasnya. (bat)

Aktor Demo Anarkis Harus Dihukum

SBY Bantah Bungkam Aktivis Prodemokrasi
JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, rupanya, tersentil oleh tudingan Ketua Komite Bangkit Indonesia Rizal Ramli yang merasa dibungkam pemerintah. SBY menegaskan, pemerintah tidak pernah melarang masyarakat berbicara dan mengeluarkan pendapat.''Tapi kalau menggerakkan demo anarkis, ya harus diproses secara hukum,'' kata SBY dalam sambutannya saat menerima 98 peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLI Lemhanas Tahun 2008 di Istana Negara kemarin (22/9).
Menurut SBY, selama empat tahun pemerintahannya, freedom of speech, freedom of the press, freedom of assembly berjalan dengan baik. "Malah kadang-kadang presiden dicaci-maki atas nama freedom. Kurang apa?" kata SBY.SBY menjamin tidak ada orang yang tiba-tiba ditangkap, lalu dipenjara, tanpa proses hukum.
Dulu, lanjut SBY, pernah diterapkan security determination, meletakkan stabilitas keamanan paling tinggi. Sekarang, kata SBY, tidak ada kebijakan seperti itu. Menurut dia, menggerakkan unjuk rasa, membiayai unjuk rasa, dan menjadi aktor intelektual unjuk rasa bukan sebuah kejahatan. Yang disebut kejahatan bila menggerakkan aksi kekerasan yang menimbulkan kerusakan dan korban. ''Mereka yang membiayai menjadi aktor wajib mempertanggungjawabkan secara hukum. Ini berbeda dengan freedom of speech," tegasnya.Presiden meminta masyarakat tidak mudah percaya akan pernyataan sinis sehubungan dengan proses hukum yang dijalani penggerak demo anarkis.
SBY pun meminta Kapolri, jaksa agung, Menko Polhukam, juga calon Kapolri agar tidak gegabah dalam menangkap seseorang.''Berkali-kali saya minta diyakinkan betul bahwa yang bersangkutan telah melawan hukum, melaksanakan sesuatu yang tidak diizinkan oleh hukum. Nanti dikira ada motif politik. Nanti dikira SBY tidak mau dikritik. Yakinkan betul sebab nanti yang kena getahnya saya," kata SBY.Peserta kursus Lemhanas kemarin menyampaikan rekomendasi kepada SBY. Antara lain, pemerintah diminta mencari akar masalah tentang banyaknya kegiatan separatis di negeri ini. Caranya, bersama DPR, membentuk UU Kamnas atau Dewan Kamnas. Diusulkan pula untuk membuat undang-undang tentang referendum untuk antisipasi gerakan pemisahan diri dari NKRI.
Dengan adanya UU referendum, tidak diperlukan lagi mekanisme internasional.
Bagaimana respons SBY? Menurut SBY, usul membuat UU referendum harus disikapi secara hati-hati. ''Jangan sampai usul UU referendum ini justru dijadikan legitimasi bagi sebagian wilayah Indonesia untuk keluar dari NKRI,'' ujarnya.Gara-gara usul UU referendum itu, SBY teringat SMS dari warga Sragen yang masuk ke inbox-nya. ''Saya pernah dikirimi SMS yang isinya meminta agar bupati Sragen dipecat. Si pengirim SMS mengancam, kalau tidak didengar, Sragen akan keluar dari NKRI," tutur SBY yang disambut tawa hadirin.Soal referendum, sambungnya, harus dikembalikan ke UUD 1945. SBY pun membuka UUD 1945 mungil yang diambil dari saku bajunya. ''Setiap keputusan harus dikembalikan dulu ke UUD,'' katanya. (tom/oki)

Di Timika, Kejora Berkibar Lagi


18 Warga Ditangkap, Ratusan Anak Panah Disita (Dua Oknum Diduga Kuat Bakal Jadi Tersangka)
TIMIKA-Masalah keamanan di Timika, tampaknya terus mendapat tantangan. Setelah tiga kali dilanda rentetan ledakan teror BOM, kemudian disusul pengibaran Bintang Kejora di Kwamki Lama pekan lalu, maka kini kasus pengibaran bendera Bintang Kejora terjadi lagi. Selasa (23/9) dinihari sekitar pukul 03.30 WIT, bendera lambang separatis itu sempat dikibarkan beberapa saat di Jalan Cemara, tepatnya di pelataran Kantor Panel DAP (Dewan Adat Papua) Mimika, bekas kantor Presidium Dewan Papua (PDP) di Kelurahan Kwamki Baru, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika.
Ironisnya, pengibaran bendera ini hanya berjarak beberapa ratus meter dari markas Polsek Mimika Baru. Kasus ini hanya berselang tujuh hari dari pengibaran bendera di Kwamki Lama pada Rabu (17/9) lalu. Bedanya, pelaku pengibar bendera di Kwamki Lama yang diperkirakan tiga orang lari ke hutan sambil membawa serta bendera, tapi pelaku pengibar bendera di Kwamki Baru kemarin berhasil disergap polisi berikut barang buktinya. Sebanyak 18 orang diamankan untuk menjalani pemeriksaan di Mapolres Mimika. Hingga berita ini diturunkan, sesuai keterangan Kapolres Mimika, diduga kuat dua diantaranya bakal menjadi tersangka.
Kapolres Mimika, AKBP Godhelp C. Mansnembra, menjelaskan bahwa dalam penyergapan itu, polisi berhasil menyita satu lembar bendera Bintang Kejora berukuran 130 X 50 centimeter dari bahan kain yang dijahit dan satu buah tiang bendera. Kemudian menangkap 18 warga, menyita puluhan busur serta ratusan anak panah, dua buah senapan angin jenis CIS, beberapa buah parang dan alat tajam lainnya. Ke-18 warga dan barang bukti itu masih diamankan di Mapolres Mimika guna proses penyidikan lebih lanjut. Delapan dari 18 warga yang diamankan berinisial AT, IL, ATi, AA, AAl, BY, AK dan AO. Sementara 10 lainnya sampai petang kemarin masih menjalani pemeriksaan oleh tim Reskrim Polres Mimika. "Ini bendera beda dengan yang dikibarkan tahun 2007 silam. Itu dijahit di Belanda karena kainnya ada merek asing," ujar Kapolres.
Kapolres Mansnembra mengatakan para pelaku tersebut dibekuk sekitar pukul 03.45 sesaat setelah mengibarkan bendera beberapa menit. Bersama barang bukti, mereka diangkut bus Rantis ke Mapolres Mimika sekitar pukul 04.30 dengan pengawalan ketat aparat bersenjata lengkap.Pantauan Radar Timika (Grup Cenderawasih Pos) di Mapolres kemarin, warga yang diamankan itu secara bergantian diperiksa polisi. Menurut Kapolres Mansnembra, beberapa warga yang menunjukkan aksinya mengibarkan
bendera Bintang Kejora sebagai lambang organisasi Papua Merdeka itu diamankan di lokasi kejadian, tapi ada juga yang ditangkap di rumah penduduk sekitar ketika polisi melakukan penyisiran."Ini murni aksi makar, tetapi kita masih pilah-pilah, siapa yang terlibat langsung dan siapa yang berada atau hanya menonton. Jadi ada kemungkinan ada yang dilepas, seperti halnya tahun 2007 lalu," tutur Kapolres Mansnembra.Kapolres menegaskan bahwa pihaknya sedang bekerja keras mendalami motif pengibaran bendera ini termasuk para pelakunya. "Kita masih ambil keterangan dari mereka," katanya.Hasil perkembangan pemeriksaan sementara, kata Kapolres Mansnembra, sudah ada dugaan kuat bahwa dua oknum warga diantaranya bakal jadi tersangka. Seorang diantaranya mengaku kalau dirinya yang menggali lubang sebagai tempat menancapkan tiang bendera.
Seorang lagi mengaku berpangkat mayor dari kelompok Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) Jenderal Keli Kwalik."Ini akan kita kembangkan dengan tidak boleh mengkambinghitamkan kelompok tertentu, baik yang ada di Timika atau kelompok lainnya di Papua. Jangan sampai orang lain yang berbuat untuk kepentingan kelompoknya, terus mengatasnamakan kelompok lain. Jadi kita harus pisahkan kasusnya," jelas Kapolres.Lebih jauh, Kapolres mengatakan apakah kasus pengibaran bendera ini memiliki keterkaitan dengan kasus teror belakangan ini maupun pengibaran bendera di Kwamki Lama tujuh hari lalu, hal itu belum diketahui. Sebab, semuanya masih diselidiki.Dari keterangan sementara dalam pemeriksaan, menurutnya, motif yang disampaikan pelaku adalah ingin merdeka yang aspirasinya disampaikan melalui aksi pengibaran bendera Bintang Kejora.Rencana akan adanya aksi pengibaran bendera itu sebenarnya sudah "tercium" aparat. Mula-mula isunya akan ada pengibaran bendera di halaman salah satu tempat ibadah di Timika. Sehingga, Kapolres mengatakan langsung menginstruksikan semua personil untuk bersiaga di markasnya masing-masing.Pihak keamanan juga memfokuskan perhatian pengamanan di areal obyek vital nasional sesuai pandangan Kapolres kepada Kasatgas Amole V untuk mengamankan areal PT Freeport Indonesia (PTFI). Pengamanan di kota sendiri diperketat."Jangan sampai kita fokus di kota (Timika, Red) terus mereka manfaatkan aksinya di areal PTFI," tutur Kapolres.Kata Kapolres, aksi-aksi ini sebenarnya sudah terorganisir dan sudah diisukan sejak tahun lalu, dimana kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab berusaha menyusun strategi. Pihaknya pun sudah sejak lama melakukan antisipasi bahkan sudah mengantongi sejumlah nama."Namun semuanya itu perlu dicek dan dicermati," katanya.
Ditanya apakah aksi ini terkait isu politik soal Pilkada di Mimika, Kapolres dengan tegas mengatakan aksi ini murni tindakan makar. Sebab kalau dikaitkan dengan masalah politik, maka disimpulkan ada kandidat yang tidak puas sehingga ingin menjatuhkan kelompok lain.Mengakhiri keterangannya, Kapolres meminta masyarakat menyikapi setiap aksi secara cermat dan tidak mudah termakan isu. "Sebab masih banyak agenda di Timika yang belum selesai," pesannya.(eng)

Dana Kekayaan Norwegia Menjual Saham di Rio Tinto karena Penambangan di Papua Barat dinilai Perusak Alam dan Pelanggar HAM Parah

[Terjemahan kasar SPMNews]The Times, September 10, 2008
David Robertson, Business CorrespondentSalah satu pemegang saham terbesar Rio Tinto telah menjual 500 juta poundsterling saham di perusahaan dimaksud karena keprihatinan atas penambangan di Grasberg, yang dikenal sebagai penambangan terburuk di dunia.
US$375 juta (213 triliun poundsterling) dana kekayaan kedaulatan Norwegia katakan pada hari Selasa bahwa sahamnya telah dijual setelah gagal membujuk Rio untuk meningkatkan praktek operasinya di penambangan Papua Barat
Menteri Keuangan Norwegia secara terbuka membuat malu Rio dengan sebuah pernyataan yang menyalahkan rapor buruk perusahaan karena “kerusakan alam yang sangat buruk.”Operasi Grasberg di Papua Barat Indonesia, merupakan penambangan emas terbesar dan penambangan tembaga terbesar ketiga di dunia, tetapi penambangan ini terkenal kotor di mata aktivis lingkungan dan HAMGrasberg dioperasikan oleh Freeport McMoRan, sebuah perusahaan penambang berbasis di New Orleans, dan Rio memiliki 40 persen dari saham dalam penambangan terbuka di sana.Aktivis HAM menyatakan pihak keamana Freeport dan militer Indonesia bertanggungjawab atas berbagai pemerkosaan, penyisaan, pembunuhan dan penahanan tanpa proses peradilan bagi masyarakat adat yang tinggal di dekat wilayah penambangan. Freeport terus-menerus saja menyangkal semua tuduhan ini.
The Australian Council on Overseas Aid melaporkan bahwa pada 1994 dan 1995 militer Indonesia, dibantu oleh pihak keamanan perusahaan, bertanggungjawab atas kematian atau kehilangan 22 masyarakat adat dan 15 lainnya dicap oleh militer Indonesia sebagai gerilyaawan Papua Merdeka.Setelah tekanan dari pemegang saham, Freeport menyatakan kepada US Securities and Exchange Commission bahwa ia telah membayar militer Indonesia sebesar $4.7 juga pada 2001 dan $5.6 juga pada 2002 untuk pelayanan sekuriti.
Kiprah penambangan di Grasberg juga merupakan sumber kontroversi. Sampah yang dibuang 230 ribu ton tailing, atau ampas bebatuan, yang dibuang ke kali Ajikwa setiap hari dan pegian lingkuan hidup menyatakan perbuatan ini telah mendatangkan polusi tingkat tinggi.Tailing pertambangan sering di-laced dengan cyanide, yang dipakai untuk dalam proses ekstraksi emas, dan sejumlah toksik emas seperti lead, tembaga dan senk. Laporan oleh Friends of the Earth (Walhi Internasional) mengatakan drainase dari buangan penambangan merupakan dampak dari penambangan terbuka yang menumpuk tingkat selenium dan arsenic dalam system air yang ada. Hingga 70 persen kehidupan di dalam air telah punah, karena sampah beracun dimaksud.
Seorang Jubir Rio Tinto katakan, “Kami bekerjasama secara dekat dengan Freeport dan merasa senang dengan pekerjaan yang dilakukan di Grasberg. System pengelolaan tailing dilakukan dengan baik dan kerusakaan yang dituduh tidak benar.”Akan tetapi, pandangan ini tidak diterima oleh Dana Pensiun Pemerintah Norwegia, yang mengelola kekayaan yang dihasilkan oleh Minya Laut Utara dari negara dimaksud.
Kristin Halvorsen, Menkeu Norwegia katakan, “Tidak ada inidikasi bahwa praktek kotor perusahaan ini akan dirubah dalam waktu dekat. Perusahaan kami tidak bisa mengambil untung dari perusahaan kotor seperti ini.”Rio Tinto membalasnya dengan mengatakan bahwa mereka memang sudah lama tahu keprihatinan dari pemegang saham ini, tetapi begitu merasa kaget dan kecewa karena sudah ambil keputusan untuk menjual sahamnya.Owen Espley, jubir dari Friends of the Earth, katakan: “Sungguh baik sekali orang Norwegia sudah mulai mencoba menggunakan pengaruh mereka untuk mempengaruhi perilaku dan kemudian lari kalau pengaruh mereka tidak ada hasil.”Penambangan Grasberg memberikan kontribusi $159 juta kepada keuntungan Rio tahun lalu sebesar $7,3 triliun, tetapi operasi ini dijadwalkan untuk ekspansi besar-besaran tahun ini. Diperkirakan penambangan ini sudah berada di wilayah Lorentz Park, Cagar Alam Dunia, mencakup 230 km persegi. Richard Solly, seorang aktivis lingkungan hidup dari London Mining Network, katakan: “Dalam hal polusi lingkungan, tanpa ragu bisa dikatakan perusahaan ini salah satu dari yang terburuk di dunia.”

Proses Hukum Kasus Bintang Kejora Bukan Solusi

Anthon: Pasal Makar Perlu Diuji Materiil ke MK
JAYAPURA-Penanganan kasus pengibaran bintang kejora, sebaik pemerintah dan aparat keamanan harus lebih bersikap kooperatif untuk menyelidikan apa maksud di balik pengibaran bintang kejora. Hal ini diungkapkan Anthon Raharusun, Advokat Senior dan telah menyelesaikan studi S2 jurusan hukum kenegaraan UGM Yogyakarta kepada Cenderawasih Pos, Kamis (25/9).Menurutnya, dalam menangani kasus bintang kejora, pemerintah dan aparat keamanan tidak perlu terus menerus mengambil tindakan represif terhadap warga yang notabene masih warga NKRI. "Ekspresi yang ditunjukkan lewat symbol bintang kejora yang dilihat dalam konteks aspirasi simbolik (bukan aspirasi politik), artinya aspirasi simbolik yang diperlihatkan oleh sebagian warga masyarakat Papua tersebut masih dalam konteks demokrasi yang harus dicarikan akar permasalahannya dan dicarikan solusi tanpa harus rakyat terus-terus menjadi korban dariketidak adilan dari sebuah proses peradilan yang sesaat dan unfair," katanya.
Menurutnya, korban dari ketidakadilan dalam proses peradilan yang unfair tersebut tentu hanya akan menambah deratan panjang dilema yang terus menerus dihadapi oleh bangsa ini. "Oleh karena itu menurut saya sebaiknya Pasal Makar dalam KUHP perlu dilakukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK), mengingat pasal itu sudah tidak relevan lagi dengan semangatdemokrasi saat ini di Indonesia, dimana bangsa ini sedang menata faham kebangsaan dan ke-Indonesiaan menuju demokrasi yang tetap Pancasilais," ujarnya.
Dikatakan, ekspresi dengan cara menaikkan Bendera Bintang Kejora oleh sebagian warga masyarakat Papua sebaiknya jangan dipresepsikan sebagai bentuk permusuhan terhadap Negara yang ingin memisahkan diri dari wilayah NKRI, sebab apakah dengan berekspresi melalui symbol bendera dengan cara menaikkan bintang kejora seketika itu pula telah memisahkan wilayah Papua menjadi Negara sendiri atau Negara yang merdeka."Symbol bendera yang diekspresikan itu harus dilihat sebagai sebuah dilemma Negarabangsa yang semestinya diberikan kelonggaran kepada berbagai kelompok di dalam masyarakat (termasuk kelompok primordial) untuk menyatakan dan memperjuangkan aspirasi sosial-politiknya, sepanjang aspirasi itu tidak menjadikan sebagian wilayah NKRI ke dalam kekuasaan asing atau membentuk sebuah Negara Baru," tuturnya. Sepanjang kekhawatiran itu tidak terjadi, lanjutnya, maka pemerintah dan aparat sebaiknya tidak selalu dan terus menerus bersikap represif terhadap setiap aspirasi yang terjadi di tanah Papua. "Sebab, ketika tindakan represif dan proses hukum menjadi pilihannya, maka justeru akan mendorong semangat entitas priomordial dari anak bangsa ini untuk tetap berjuang melawan ketidak adilan dan penindasan. Dengan demikian, menurut saya sudah saatnya pasal-pasal makar yang ada masih dipertahankan dalam KUHP perlu dihapus karena sudah tidak relevan lagi dengan semangat demokrasi saat ini, karena bangsa ini tidak lagi hidup dalam rezim kolonial, dan jika saja pasal-pasal makar itu tetap diterapkan dalam suasana demokrasi ke-Indonesia yang Pancasilais ini, maka kebhinekaan dan kebangsaan yang selama ini menjadi alat perekat jati diri bangsa ini secara lambat laun akan melunturkan rasa kebangsaan ke-Indonesiaan dari sabang sampai merauke," pungkasnya. (fud)

6 Pasang Kandidat Cabup/Cawabup Ikuti Debat Publik

WAMENA – Setelah melewati tahapan kampanye selama 11 hari yang berakhir pada 3 Oktober kemarin, keenam pasangan kandidat cabup/cawabup yang akan memeriahkan pesta demokrasi – Pilkada Jayawijaya- 8 Oktober mendatang ‘bertarung’ dalam debat publik yang berlangsung di gedung DPRD Jayawijaya Sabtu (4/10) pekan kemarin.
Acara tersebut dilaukan dalam suatu rapat pleno terbuka. Debat publik itu menghadirkan 3 orang nara sumber masing-masing Ferri Karet dari akademisi, Yohanis Bonay dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Sem Yoris dari World Vision Indonesia (WVI) Wamena. Pelaksanaan debat publik itu sendiri bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana program yang akan dilakukan oleh keenam pasangan kandidat bila nanti terpilih menjadi pemimpin Jayawijaya. Debat publik yang memakan waktu selama 2 jam dan disaksikan oleh penjabat bupati Washinton Turnip, SH, MM bersama muspida dan undangan lainnya itu berlangsung cukup alot. Keenam pasangan saling mempertahankan argumentasinya masing-masing ketika ditanya ketiga nara sumber. Pelaksanaan debat publik yang terbuka untuk umum itu akan bisa dijadikan perhatian oleh masyarakat umum untuk menentukan calon pemimpin yang terbaik untuk kemajuan jayawijaya kedepan. Pelaksanaan debat publik itu berjalan dengan aman tertib dan lancar tanpa mengalami suatu kendala yang berarti. Pada intinya keenam kandidat punya program yang hampir sama, bila terpilih menjadi orang nomor 1 di Jayawijaya nanti akan melakukan perubahan bagi wajah Jayawijaya dengan mensejahterakan kehidupan masyarakat melalui bidang kesehatan dan pendidikan yang diberikan secara gratis dengan memanfaatkan dana otsus sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Selain itu meningkatkan bidang perekonomian dan pemberdayaan kualitas SDM dalam segala bidang serta peran kaum perempuan, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat dalam semua kegiatan.
Tak ketinggalan pembangunan infra struktur untuk membedah jalur transportasi yang menghubungkan kampung, distrik dan kabupaten juga menjadi program para kandidat. Hal yang tidak kalah pentingnya yang menjadi perhatian para kandidat adalah masalah keamanan yang menjadi landasan untuk dapat menyelenggarakan semua program yang telah disusun. (jk)