WELCOME TO WEB FGPBP

Mungkin anda berfikir, akulah manusia yang paling tidak beruntung dan bodoh, karena kecintaan ku terhadap negeri ku lebih besar dari yang kau dapat dari ku...tapi satu hal yang kau tahu, bahwa aku berjalan bersama suatu kebenaran yang dunia telah menolaknya...sebab yang ku tahu...kebenar itu akan memerdekakan aku.

17 Des 2009

Mama Yosepha Alomang Dilarang Lihat Jasad Kelly Kwalik


Kamis, 17 Desember 2009 | 10:10 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Ichwan Susanto

JAYAPURA, KOMPAS.com — Mama Yosepha Alomang, peraih penghargaan Yap Thiam Hien 1999 Bidang Pembelaan HAM asal Timika, Papua, dilarang melihat jasad Kelly Kwalik di Rumah Sakit Polri Bhayangkara Jayapura. "Saya mau melihat saya punya anak. Ini mama Kwalik. Saya tahu persis Kelly," ujar Mama Yosepha sesaat setelah tiba dari Timika, Kamis (17/12/2009) di ruang tunggu rumah sakit.
Mama Yosepha yang didampingi Pater Joh Jonga (peraih Yap Thiam Hien Award 2009) ingin melihat jasad yang diduga kuat Kelly Kwalik. Seperti diberitakan, Kelly Kwalik tewas ditembak Brimob, personel Satgas Amole, di gorong-gorong Timika pada 16 Desember 2009.
Mama Yosepha ingin memastikan jasad di RS Bhayangkara adalah betul-betul Kelly Kwalik. "Saya bukan pencuri atau perampok. Saya ingin lihat saya punya anak," ujarnya berteriak berkali-kali.
Namun, ini tak mengurungkan polisi untuk melarang siapa pun masuk ke ruang jenazah. Kini, tim forensik dari Jakarta telah tiba di Jayapura. Mereka datang satu rombongan dan sedang berdiskusi dengan Wakil Kepala Polda Papua Brigjen (Pol) Syafei Aksal.

Eliza Kiwak: Akan Lahir Kwalik Kwalik Baru di Tanah Papua


Aparat kepolisian menurunkan peti berisi jenazah yang diduga kuat Kelly Kwalik, Panglima Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (OPM) Wilayah Timika di Rumah Sakit Polda Papua Bhayangkara, Rabu (16/12/2009) di Jayapura, Papua. Kelly tertembak aparat Brimob dalam sebuah penggerebekan di daerah Gorong-gorong Timika, Kabupaten Mimika, Papua. Ia dibawa ke RS Bhayangkara untuk diidentifikasi lebih lanjut.
Kamis, 17 Desember 2009 | 10:42 WIB
TIMIKA, KOMPAS.com — Massa yang menamakan masyarakat Papua dari tujuh suku di Mimika menggelar aksi solidaritas damai ke Kantor DPRD Mimika, Kamis (17/12/2009). Saat ini massa yang terdiri dari kaum laki-laki, perempuan, dan anak-anak duduk bersila dan menggelar orasi di halaman Kantor DPRD Mimika menuntut pihak kepolisian segera memulangkan jenazah yang diduga Kellly Kwalik ke Timika.
   
Sebelumnya, massa berlari dalam rombongan besar dari arah Kwamki Baru menuju Kantor DPRD Mimika sembari memekikkan "waita" atau teriakan dan tarian khas suku-suku pegunungan Papua saat menghadapi perang suku.
   
Salah satu orator, Jakobus Kogoya, mengatakan, jenazah Kelly Kwalik harus segera dipulangkan ke Timika. "Siapa pun yang mati itu, jenazahnya harus ada di sini. Dia orang Timika," desak Jakobus.
   
Warga lainnya, Eliza Kiwak, mengajak warga Papua di Timika bersama-sama berkumpul di Kantor DPRD Mimika untuk menyambut jenazah Kelly Kwalik. "Hidup Papua Barat. Mari kita sambut panglima kita Jenderal Kelly Kwalik," kata Eliza Kiwak.
   
Salah seorang pemuda dalam orasinya mengatakan, meskipun Kelly Kwalik ditembak mati oleh aparat keamanan, tetapi Kelly Kwalik-Kelly Kwalik yang lain akan tumbuh subur di Papua. "Pepatah bilang patah satu tumbuh seribu. Kelly sudah meninggal, namun akan bangkit banyak Kelly yang lain," ujarnya.
   
Ia menegaskan, wilayah Papua suatu ketika akan berdiri sebagai wilayah yang berdaulat alias merdeka. Meski melakukan orasi, warga tidak bertindak anarkis dan cukup kooperatif dengan aparat kepolisian yang mengawal ketat Kantor DPRD Mimika sejak Rabu pagi.

15 Des 2009

Jenazah Kelly Kwalik Dibawa ke Jayapura

Rabu, 16 Desember 2009 | 13:54 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Ichwan Susanto

JAYAPURA, KOMPAS.com - Untuk penyelidikan dan pemeriksaan lebih lanjut, jenazah Kelly Kwalik kini telah dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Polda Papua di Jayapura. Jenazah dibawa menggunakan pesawat komersial, Merpati dari Timika, Rabu (16/12/2009).
Kini di RS Bhayangkara telah disiagakan dua truk aparat kepolisian yang dipimpin Inspektur Dua Halitopo. Suasana di Timika dilaporkan tegang karena masyarakat turun untuk mengantar jenazah Kelly Kwalik. Mereka mengantarnya sampai ke Bandara Mozes Kilangin.
Sebelumnya diberitakan bahwa Kelly Kwalik, pentolan Organisasi Papua Merdeka (OPM) ditembak tim Densus 88 Antiteror di Kwanki Lama Mimika, Kabupaten Mimika, Rabu pagi. Penembakan dilakukan karena yang bersangkutan melakukan perlawanan.
         
Pentolan TPM/OPM itu ditembak personel Polri di sebuah rumah di daerah Kwanki Lama Mimika, setelah Kwalik memuntahkan peluru yang meletus dari senjata api jenis revolver yang digenggamnya.

Kwalik Ditembak Densus 88 karena Melawan

Rabu, 16 Desember 2009 | 12:24 WIB
BIAK, KOMPAS.com — Kapolda Papua Irjen Bekto Suprapto mengatakan, penembakan oleh tim Densus 88 Antiteror terhadap pentolan TPM/OPM Kelly "Klik" Kwalik di Kwangki Lama Mimika, Kabupaten Mimika, Rabu (16/12/2009) pagi, dilakukan karena yang bersangkutan melakukan perlawanan.
   
"Kwalik melawan dengan melepaskan tembakan saat petugas berupaya menangkap," kata Kapolda Bekto di Biak, Rabu siang.
   
Pentolan TPM/OPM itu ditembak personel Polri di sebuah rumah di daerah Kwanki Lama Mimika, setelah Kwalik memuntahkan peluru yang meletus dari senjata api jenis revolver yang digenggamnya.

"Korban sempat kami bawa ke Rumah Sakit Kuala Kencana untuk mendapat pertolongan, namun nyawanya tidak berhasil diselamatkan," ujar Irjen Bekto.
   
Ia mengatakan, meski korban yang tewas tertembak diduga kuat gembong TPM/OPM Klik Kwalik, pihaknya belum berani menjamin bahwa aksi teror berupa penembakan di wilayah tambang Tembagapura, Timika, akan sirna dengan seketika.

Rabu, 16 Desember 2009 | 10:03 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Ichwan Susanto

JAYAPURA, KOMPAS.com — Petugas kini sedang melakukan pengecekan DNA jenazah yang diduga sebagai Pimpinan Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka Kelly Kwalik. Pemeriksaan dilakukan di RS Kuala Kencana, Mimika, Papua.
"Kami sedang melakukan tes DNA dan pemeriksaan forensik yang mendetail untuk memastikan jenazah itu betul-betul Kelly Kwalik," ujar sumber Kompas di Timika, Rabu (16/12/2009) pagi.
Identitas DNA akan dicocokkan dengan data DNA yang dimiliki aparat. Namun, diakui, jenazah itu diduga kuat Kelly Kwalik. Pengecekan DNA hanya untuk memastikan dan pembuktian.
Sementara sumber tim medis di RS Kuala Kencana sampai sekarang belum dapat memastikan lelaki itu Kelly Kwalik. Pasalnya, tidak ada identitas yang dibawa lelaki itu. Kini, jenazah Kelly sudah ditaruh dalam peti untuk proses selanjutnya. Menurut rencana, hari ini beberapa orang yang pernah menjumpai Kelly Kwalik akan dipanggil melihat jenazah guna memastikan identitasnya.
Seperti diberitakan, tersangka yang masuk dalam daftar pencarian orang Polda Papua, Kelly Kwalik, Rabu (16/12/2009) pagi sekitar pukul 03.00 disergap apararat. Kelly diduga tewas dalam penyergapan di sekitar gorong-gorong Timika, Kabupaten Mimika, Papua.
Kelly disebut-sebut sebagai tersangka kasus penembakan di Freeport pada 2002. Oleh TNI, ia juga dituding sebagai pelaku penembakan di Freeport pada bulan Juli hingga Oktober 2009 kemarin.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Kombes Agus Rianto menuturkan, polisi mendapat laporan dari warga bahwa di sebuah rumah di gorong-gorong terdapat Kelly Kwalik. Aparat Brimob kemudian menggerebek rumah itu.
Seorang yang diduga Kelly nekat menodongkan senjata api jenis revolver ke polisi. Ini membuat aparat melumpuhkannya. Saat tertembak, laki-laki itu masih hidup dan dilarikan ke RS Kuala Kencana. Namun, ia meninggal saat di rumah sakit tertembus peluru di pangkal paha.
Di dalam rumah itu terdapat enam orang termasuk seorang perempuan dan anak-anak. "Kami masih mendalami kasus itu dan memastikan apa betul dia Kelly Kwalik," ujar Agus.

Panglima OPM Kelly Kwalik Ditembak Mati

Rabu, 16 Desember 2009 | 07:53 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Ichwan Susanto

JAYAPURA, KOMPAS.com — Tersangka yang masuk dalam daftar pencarian orang Polda Papua, Kelly Kwalik, Rabu (16/12/2009) pagi sekitar pukul 03.00, disergap aparat. Kelly Kwalik yang mengaku sebagai Pimpinan Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka diduga tewas dalam penyergapan di sekitar gorong-gorong Timika, Kabupaten Mimika, Papua.
Kelly disebut-sebut sebagai tersangka kasus penembakan di Freeport pada 2002. Oleh TNI, ia juga dituding sebagai pelaku penembakan di Freeport pada bulan Juli hingga Oktober 2009 lalu.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Kombes Agus Rianto menuturkan, polisi mendapat laporan dari warga bahwa di sebuah rumah di gorong-gorong terdapat Kelly Kwalik. Aparat kemudian menggerebek rumah itu.
Seorang yang diduga Kelly nekat menodongkan senjata api ke polisi. Ini membuat aparat melumpuhkannya. Saat tertembak, laki-laki itu masih hidup dan dilarikan ke RS Kuala Kencana. Namun, ia meninggal saat di perjalanan.
Di dalam rumah itu terdapat enam orang termasuk seorang perempuan dan anak-anak. "Kami masih mendalami kasus itu dan memastikan apa betul dia Kelly Kwalik," ujar Agus.

14 Des 2009

Jakarta Masih Bersemangat Mekarkan Tanah Papua


Jaminan politik Papua sebagai bagian dari NKRI sebenarnya terletak pada UU 21/2001 tentang Otsus. Berkali-kali negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Australia, dan negara-negara Uni Eropa mendukung klaim Indonesia atas Papua dengan dasar adanya UU Otsus tersebut. Dengan pelaksanaan pemekaran dan pengabaian UU ini dalam kebijakan pemerintah pusat akan mengakibatkan runtuhnya dasar pengakuan kalangan internasional terhadap status politik Papua.
Oleh: Hendrik Hay
NAMUN disisi lain pemekaran tanah Papua merupakan satu-satunya pilihan Jakarta dengan alasan mempercepat roda pembangunan di tanah Papua dengan memboyong ketakutan besar yakni hilangnya pulau Papua dari peta nusantara.
“Kami dengar diinformasikan dari Jakarta bahwa selain 11 kursi kado natal 2009 bagi orang Papua, pemerintah juga akan mengesahkan provinsi Papua Tengah, Papua Selatan dan Papua Barat Daya, ini sudah menodai UU Otsus serta membunuh orang Papua,” tegas Ketua AMPTPI wilayah Indonesia tengah, Dominikus Sorabut.
Pernyataan Sorabut ini bertolak dari sederatan pengalaman yang mencatat bahwa banyak kejanggalan dilakukan Pemerintah RI di atas  tanah Papua mulai dari tindakan melegalkan larangan hukum sampai tindakan pemaksaan aturan perundang yang oleh akal sehat manusia tidak bisa diterima.
“Keadilan di tanah ini atas nama NKRI dininabobokan dan hanya tangan-tangan besi mulai dari Jakarta sampai di Papua terus aktif memainkan perannya,” ungkapnya Dominikus Sorabut.
Memang benar, sebut saja daerah otnomi provinsi Irian Jaya Barat yang awalnya lahir karena adanya UU 45/1999 yang mengakomodir pemekaran kabupaten kota serta Provinsi yang kemudian oleh MK dinyatakan tidak pantas alias gugur karena lahirnya UU no 21/2001.
Akan tetapi itulah kepentingan, Megawati Soekarnoputri yang waktu itu menjabat Presiden RI tidak hilang akal, Inpres no 1/2003 dikeluarkan untuk mengakomodir keberadaan provinsi tersebut, padahal petunjuk Presiden tersebut sudah melangkahi wewenang UU Otsus Papua.
Kehadiran Provinsi boneka Megawati ini memunculkan arus protes yang besat oleh rakyat Papua bahkan berujung pada penolakan produk UU RI Nomor 21/2001 yang terus masih berlanjut hingga sekarang.  “Kami tidak pernah akui Otsus itu, yang kami minta sangat jelas, yaitu dialog Papua-Jakarta,” tegas Sekjen Dewan Presidium Papua (DPP) Thaha Al Hamid pada setiap kesempatan di Jayapura maupun Jakarta.
Penolakan DPP ini jelas beralasan pasalnya sejak awal DPP telah mencium bau tak enak soal Otsus Papua, karena Otsus adalah salah satu langkah akhir manufer politik luar negeri Indonesia untuk tetap mempertahankan Papua dalam bingkai NKRI sekaligus meyakinkan dunia Internasional bahwa Indonesia berniat baik untuk memperbaiki kesalahan masa lalu dengan jalan membangun manusia Papua.
Penolakan DPP tersebut semakin mengental ketika Undang-Undang RI Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua diundangkan dalam lembaran negara RI nomor 135 pada tanggal 21 November 2001 itu dinodai sendiri oleh Presiden RI Megawati Soekarnoputri yang notabene menandatangani UU tersebut pada tanggal 21 November 2001 di Jakarta.
Pasalnya belum sampai dua tahun lebih kewenangan Orang Papua itu dimaksimalkan, pemerintahan Megawati Soekarnoputri seolah-olah berpikir bahwa  telah membuat kesalahan maka cepat-cepat membentuk satu provinsi baru di Tanah Papua yang seolah-olah atau sengaja tidak mengetahui kewenangan UU 21/2001 tentang Otsus Papua.
Ali-ali UU nomor 45 tahun 1999 yang juga mengatur pemekaran Irian Jaya Tengah, Irian Jaya Barat dan Irian Jaya Selatan serta kabupaten kota di Irian Jaya dipakai sebagai batu loncatan untuk memuluskan pemekaran di Irian Jaya sekarang Papua, meskipun resistensi begitu kuat dari Papua, Inpres 1/2003 tetap memaksakan pemekaran Irian Jaya Barat (Irjabar, atau sekarang Papua Barat).  Keputusan Mahkamah Konstitusi, meskipun membatalkan UU 45/1999, namun pemerintah Megawati tetap mengakui keberadaan Provinsi Irian Jaya Barat tersebut.
Pemekaran provinsi di tanah Papua, pertama, jelas-jelas melanggar Pasal 76 UU 21/2001 tentang Otsus dan menunjukkan bahwa banyak pembesar Republik ini tidak tertib hukum. Kedua, dari pelaku, proses, dan argumentasinya, juga jelas menunjukkan dominasi pembenaran politik ‘oportunis kanan’ yang memanipulasi jargon keutuhan NKRI
Ini adalah politik defisit, yang tidak hanya merusak agenda Otsus yang menjanjikan perbaikan mendasar dalam paradigma pembangunan di tanah Papua, tetapi juga memperburuk pola hubungan politik Jakarta-Papua serta merusak reputasi Indonesia di mata komunitas internasional.
Masyarakat Papua hanya berharap bila presiden SBY dalam moratoriumnya yang ikut menyebutkan bahwa pemekaran wilayah di seluruh Indonesia dihentikan untuk sementara sambil menunggu Pemerintah menyusun Grand Design bagi pemekaran wilayah di Indonesia, akankah Papua juga menjadi bagian dalam moratorium tersebut atau tidak.
Karena sampai saat ini, tidak dapat dipungkiri bahwa Jakarta masih menaruh Kecurigaan pada pemimpin Papua. Sebut saja mantan gubernur Jaap Solossa sendiri pernah dituduh pembesar PDIP sebagai separatis terselubung. Gubernur Barnabas Suebu yang menjabat sekarang pun diam-diam juga tidak dipercaya kadar murni ke-NKRI-annya, apalagi Ketua MRP Agus Alua yang juga pimpinan penting di dalam Presidium Dewan Papua (PDP) yang agenda politiknya jelas-jelas kemerdekaan. Reaksi Jakarta terhadap pertemuan dua gubernur di Mansinam yang menghasilkan ide ‘Dua Tapi Satu dan Satu Tapi Dua’ serta isu Gubernur Jendral Papua jelas menunjukkan kecurigaan itu.
UU Otsus memang selalu dicurigai sebagai ‘jembatan emas’ menuju kemerdekaan Papua. Oleh karena itu sebisa mungkin pelaksanaan Otsus dihambat atau dimandulkan dengan cara membuat UU baru atau PP baru yang mereduksi UU Otsus. PP No 54/2005 tentang MRP, PP No 77/2007 tentang lambang daerah, dan lain-lain, adalah contoh-contoh konkritnya. UU Otsus hanya disebut dalam pidato-pidato politik pejabat, tetapi hampir tidak pernah diacu dalam pembuatan kebijakan.
Strategi politik anggaran juga dibuat untuk melumpuhkan gerakan politik masyarakat sipil di Papua yang sebagian besar sudah diberi stigma separatis. Misalnya, Dewan Adat Papua (DAP) yang sudah dilabel separatis mengalami kelumpuhan kegiatan karena sulitnya bantuan dana kegiatan dari Pemprov maupun Pemkab atau Pemkot. Organisasi-organisasi lain yang kritis terhadap pemerintah juga mengalami hal ini. Keketatan ini berbanding terbalik dengan toleransi yang tinggi terhadap korupsi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat Pemprov dan Pemkab.
Mungkin benar bahwa dengan pemekaran, kekuatan separatis di Papua lumpuh. Setidaknya dengan pemekaran Irjabar, kekuatan politik di tanah Papua terpecah. Energi pemimpin Papua di wilayah Irjabar menjadi terpecah dan teralihkan pada pertarungan dan perebutan sumber daya politik di provinsi baru ini. Belum lagi pilkada gubernur, bupati, maupun walikota di wilayah ini.
Mungkin benar juga bahwa banyak aktivis Papua pro-kemerdekaan beralih kesibukannya ke dalam dinamika pemekaran provinsi dan kabupaten baru. Dengan demikian, agenda-agenda politik yang dianggap berbau separatis seperti rekonsiliasi, dialog, dan lain-lain tidak lagi menarik karena tidak ada kekuasaan dan uang di sana. Apalagi dengan politik anggaran terselubung yang sudah dirasakan ‘manfaat’nya dalam melemahkan gerakan-gerakan kemasyarakatan tersebut.
Tetapi apa manfaatnya strategi pemekaran tersebut bagi penguatan bangunan politik RI dalam hubungannya dengan konflik Papua? Pemekaran tidak hanya melumpuhkan gerakan separatis di Papua, tetapi juga pemerintahan sipil resmi di Papua dan sekaligus melumpuhkan kekuatan masyarakat sipil di Papua.
Para elit Jakarta sudah mengorbankan terlalu banyak hal demi pemekaran. Hasilnya, pertama, uang negara dan rakyat akan dihabiskan untuk belanja infrastruktur provinsi dan kabupaten baru. Kedua, medan korupsi pasti akan meluas. Ketiga, kualitas pelayanan publik akan semakin buruk karena pemekaran selalu diidentikkan dengan penguasaan semua jabatan oleh orang asli Papua yang sumber dayanya amat terbatas. Keempat, di luar sektor pemerintahan, terutama ekonomi, dominasi pendatang akan semakin kuat dan meluas, semakin membenamkan orang asli Papua yang memang sudah lama tersingkir. Kelima, korban paling menderita adalah mayoritas rakyat asli Papua yang tidak memiliki akses apa pun pada penjarahan uang Otsus mereka.
UU Otsus akan benar-benar kehilangan arti. Sia-sia sudah perjuangan banyak pemimpin politik dan intelektual Papua untuk menghasilkan jalan tengah yang bermartabat bagi Papua dan Indonesia. Janji-janji untuk membangun Papua Baru yang mencakup paradigma baru pembangunan Papua, papuanisasi, rekonsiliasi, dan dialog seperti yang tertera dalam UU Otsus hanya akan menjadi wacana pinggiran yang segera terlupakan.
“Kami menolak dengan tegas pengkaplingan tanah Papua oleh Jakarta, karena kami tidak sebanding jumlah dan kami hanya bagian terkecil dari sistem republik ini, sistem jangan dipakai untuk membunuh kami,” ujar Sorabut.

Awal 2010 Harus Ada Pra Dialog


CPP: Pending Pemekaran, Dialog Nasional Jadi Solusi
JAYAPURA–Setelah melakukan pertemuan dengan Majelis Rakyat Papua (MRP), Dewan Adat Papua (DAP), serta tokoh Agama di Papua, Caucus Parlement Papua (CPP) yang dimotori 16 anggota DPD RI dan DPR RI asal Papua, akhirnya memutuskan untuk mengedepankan agenda masalah Papua dibawa dalam Dialog Nasional Jakarta.
Keputusan ini tidak terlepas dari empat isu strategis untuk menyelesaikan isu yang diboyong CPP yakni, Rekonstruksi UU Otsus Papua berdasarkan usulan Democratik Centre Uncen, Dialog Jakarta Papua berdasarkan rekomendasi LIPI dengan mekanisme yang diusulkan Pater Nelles Tebay, Pemekaran Wilayah Tanah Papua dan Judisial Reviuw terhadap pasal 6(2) UU Otsus.
Pertemuan pukul 03.00 WP di lantai II ruang rapat Pokja Adat MRP, Senin (14/12) sore kemarin itu berlangsung panas dan menegangkan. Pasalnya, komponen masyarakat Papua yang hadir tidak menghendaki tiga isu lainnya dijadikan sebagai isu strategis Papua.
Melihat dinamika yang berkembang dalam pertemuan menjaring isu strategi itu, Ketua DAP Forkorus Yoboisembut S.Pd mengatakan, pihak Adat masih meragukan niat baik CPP untuk mendorong masalah-masalah Papua di Pemerintah dan Parlemen RI.“Saya melihat ini hanya sekedar ceremonial,” jelasnya.
Pasalnya, kata Forkorus, DAP tidak begitu menaruh harapan terhadap lembaga tinggi negara ini yang notabene banyak merugikan rakyat Papua dari sisi perundangan.
Akan tetapi Forkorus, juga tidak dapat berpaling akan niat baik CPP yang ingin mendorong masalah Papua dari perspektif Politik dan Hukum.
Namun untuk Dialog Nasional Papua-Jakarta, aku Forkorus, DAP lebih memilih MRP sebagai lembaga culture orang asli Papua untuk memfasilitasi pra dialog intern antara orang Papua sendiri.“Masyarakat adat meminta MRP segera terbitkan rekomendasi pada Pater Nelles Tebay dkk untuk menyiapkan materi Dialog Jakarta-Papua serta memfasilitasi dialog intern di Papua,” tegas Forkrous.
“Kami akan kumpul semua ketua dewan adat untuk bicarakan,  jadi awal tahun 2010 harus pra dialog,”  tambahnya meyakinkan.
Senada dengan Ketua DAP, Jhon Baransano S.Th, tokoh agama yang juga mantan aktifis ini menjelaskan bahwa yang terjadi selama masa Otsus Papua adalah ketakutan Orang Papua untuk menyuarakan ketidakadilan terhadap Orang asli Papua. “Biarkan kita mati, dibunuh dan diadili, karena Otsus tidak akan bisa menjamin masa depan orang Papua, Otsus membunuh orang Papua, hanya dialog yang bisa mengungkap semua kebekuan Papua-Jakarta,” ungkapnya dengan nada tinggi.
Menanggapi semua itu, Ketua CPP Paskalis Kossay S.Pd MM mengatakan bahwa CPP sesuai tupoksinya seperti yang diamanatkan Tatib DPR-RI, maka pihaknya siap untuk membawa aspirasi Rakyat Papua untuk diseriusi Jakarta. “Kami hanya menjaring, apa yang menjadi keinginan masyarakat Papua akan kami teruskan ke Jakarta dan kami sudah siap untuk itu,” hibur Kossay yang juga mantan Anggota DPR-Papua periode yang lalu.
Menyambut keinginan DAP, agar MRP merekomendasikan Pater Nelles Tebay memfasilitasi pra dialog rakyat Papua di awal tahun 2010, Agus A Alua S.TH selaku ketua MRP mengakui akan senantiasa memfasilitasi keinginan rakyat Papua.“Kalau rakyat minta dialog Jakarta-Papua, maka MRP akan fasilitasi, dialog untuk selesaikan masalah bukan menambah masalah,” ujarnya. Setelah mendengar aspirasi masyarakat, CPP pun bergegas untuk bertemu dengan unsur muspida Papua di gedung negara Dok V Jayapura. (hen)