WELCOME TO WEB FGPBP

Mungkin anda berfikir, akulah manusia yang paling tidak beruntung dan bodoh, karena kecintaan ku terhadap negeri ku lebih besar dari yang kau dapat dari ku...tapi satu hal yang kau tahu, bahwa aku berjalan bersama suatu kebenaran yang dunia telah menolaknya...sebab yang ku tahu...kebenar itu akan memerdekakan aku.

18 Sep 2010

Budaya Papua Masih Dijadikan Bisnis

Sabtu, 18 September 2010 | 07:46 WIB
Josephus Primus
Ilustrasi seni membuat patung Suku Asmat di Papua.
JAYAPURA, KOMPAS.com — Ornamen budaya masyarakat adat Papua hingga saat ini masih dijadikan bisnis secara bebas, kata seniman Papua, Yakobus Degei, di Jayapura, Jumat.
Hal itu disampaikan Yakobus terkait dengan banyaknya unsur budaya asli Papua yang mulai diimitasi hingga penempatannya kurang pas.
"Ini justru menjadikan orang Papua tidak beradab karena bisa kehilangan nilai budayanya," kata Yakobus menegaskan.
Pria kelahiran Nabire, Papua, ini menambahkan bahwa ornamen-ornamen budaya yang sebenarnya tidak ditempatkan di luar bangunan atau di teras ruang tamu.
Dia meminta pemerintah memisahkan budaya dengan proyek bisnis budaya sehingga tidak menjadi satu.
Di Papua, kata dia, penempatan ornamen asli Papua pada sebuah bangunan kerap tidak mendapat izin dari pemiliknya. Hal ini membuat banyak pemilik protes, mereka merasa dimatikan dan budayanya tidak dihargai.
Yakobus Degei mencontohkan ornamen Asmat banyak yang dipajang di tempat umum. "Itu sebenarnya tidak pantas," katanya menegaskan.
Ia berharap ke depan ada penghargaan pula bagi para seniman budaya, di samping setiap proyek atau bisnis budaya Papua dapat dihilangkan agar nilai-nilai kultur masyarakat adat setempat tetap terjaga.
"Mari kita jaga bersama dan memberantas aktivitas bisnis yang justru mematikan nilai seni budaya lokal sebagai bagian dari budaya bangsa Indonesia," katanya menandaskan.
Yakobus Degei sendiri merupakan seniman otodidak yang melukis pada kulit kayu hingga menggunakan kanvas.
Pada tahun 2003, dia menjadi duta seniman Papua dan berkunjung ke Sekolah Tinggi Seni Jakarta IKJ dan Seni Ancol. Kemudian pada tahun 2004 mengikuti pameran lukisan di Jakarta.

KSAU Resmikan Batalyon 468 Paskhas Biak

Nusantara / Sabtu, 18 September 2010 06:41 WIB
Metrotvnews.com, Biak: Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Imam Sufaat meresmikan operasional Batalyon 468 Sarotama Pasukan Khas di kabupaten Biak Numfor, Papua, Sabtu (18/9). 

Dari Biak dilaporkan, prosesi peresmian operasional Batalyon 468 Sarotama Paskhas diawali upacara militer serta dimeriahkan berbagai atraksi oleh prajurit pasukan elit TNI AU.

Peresmian operasional Batalyon 468 Sarotama Paskhas dimeriahkan acara terjun payung gabungan pasukan TNI/Polri, demo bela diri militer, tari kecak serta tarian pergaulan ala Papua "Yosim Pancar"

Keberadaan Batalyon 468 Sarotama Paskhas yang bermakrkas di kabupaten Biak Numfor, merupakan satu-satunya pasukan elit TNI AU yang dioperasikan di Papua dan Papua Barat. Sejumlah warga Biak dan sekitarnya tampak hadir di sekitar markas Batalyon 468 Paskhas untuk menyaksikan atraksi terjung payung yang diperagakan prajurit TNI/Polri sebanyak 60 orang.

Sementara itu, pada Jumat malam Bupati Yusuf Melianus Maryen bersama jajaran Muspida se-kabupaten Biak Numfor dan Kasdam XVII Cenderawasih, Wakapolda Papua melakukan acara jamuan makan bersama KSAU di Arerotel Irian Jalan Muhammad Yamin.

Menjelang peresmian operasional Batalyon 468 Sarotama Paskhas, aktivitas warga kota Biak sekitarnya tetap berjalan lancar dan kondusif, semua kegiatan masyarakat berlangsung normal.

Taksi angkutan penumpang dan angkutan ojek, pertokoan sekolah, fasilitas umum, pasar, bandara, pelabuhan dan perkantoran perusahaan swasta tetap beroperasi seperti hari biasanya.(Ant/RIZ)


KSAU Resmikan Batalyon 468 Paskhas Biak

Nusantara / Sabtu, 18 September 2010 06:41 WIB
Metrotvnews.com, Biak: Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Imam Sufaat meresmikan operasional Batalyon 468 Sarotama Pasukan Khas di kabupaten Biak Numfor, Papua, Sabtu (18/9). 

Dari Biak dilaporkan, prosesi peresmian operasional Batalyon 468 Sarotama Paskhas diawali upacara militer serta dimeriahkan berbagai atraksi oleh prajurit pasukan elit TNI AU.

Peresmian operasional Batalyon 468 Sarotama Paskhas dimeriahkan acara terjun payung gabungan pasukan TNI/Polri, demo bela diri militer, tari kecak serta tarian pergaulan ala Papua "Yosim Pancar"

Keberadaan Batalyon 468 Sarotama Paskhas yang bermakrkas di kabupaten Biak Numfor, merupakan satu-satunya pasukan elit TNI AU yang dioperasikan di Papua dan Papua Barat. Sejumlah warga Biak dan sekitarnya tampak hadir di sekitar markas Batalyon 468 Paskhas untuk menyaksikan atraksi terjung payung yang diperagakan prajurit TNI/Polri sebanyak 60 orang.

Sementara itu, pada Jumat malam Bupati Yusuf Melianus Maryen bersama jajaran Muspida se-kabupaten Biak Numfor dan Kasdam XVII Cenderawasih, Wakapolda Papua melakukan acara jamuan makan bersama KSAU di Arerotel Irian Jalan Muhammad Yamin.

Menjelang peresmian operasional Batalyon 468 Sarotama Paskhas, aktivitas warga kota Biak sekitarnya tetap berjalan lancar dan kondusif, semua kegiatan masyarakat berlangsung normal.

Taksi angkutan penumpang dan angkutan ojek, pertokoan sekolah, fasilitas umum, pasar, bandara, pelabuhan dan perkantoran perusahaan swasta tetap beroperasi seperti hari biasanya.(Ant/RIZ)


Pascarusuh, Manokwari Siaga Satu

abtu, 18 September 2010 - 11:41 witTEXT SIZE :
   
Nurlina Umasugi - Okezone
US Geological Survey
JAYAPURA - Kota Manokwari, Ibukota Papua Barat, pascabentrok antar warga dan puluhan anggota Brimob, Rabu 15 September lalu, kini berstatus siaga satu.
 Erna, warga Kota Manokwari, yang dihubungi okezone via ponselnya mengatakan, hingga Sabtu (18/9/2010) pagi tadi suasana Kota Manokwari sudah aman terkendali, sebagian warga sudah mulai melakukan aktifitasnya seperti biasa namun, aparat kepolisian dibantu TNI masih berjaga-jaga di sejumlah titik rawan Manokwari.
 SOURCE
"Dalam melakukan aktivitasnya, warga dikawal aparat keamanan, terutama di kawasan ramai seperti pasar dan juga terminal," ujar Erna per telepon, Sabtu (18/9/2010).

Dia menuturkan, aktifitas warga ini hanya berlangsung dari pagi sekira pukul 09.00 WIT hingga pukul 16.00 WIT, karena sebagian warga masih takut terjadi bentrok susulan. Sementara arus lalu lintas Kota Manokwari hingga pagi tadi tampak sepi dari kendaraan baik roda empat maupun roda dua.
 Menurut salah seorang aparat kepolisian Polresta Manokwari, yang tak ingin disebutkan namanya, untuk mengantisipasi terjadi amuk massa, aparat kepolisian dibantu TNI siaga satu dengan memperketat keamanan disekitar lokasi kejadian tepatnya di Jalan Esau Sesa Manokwari Selatan dan juga di kawasan Kota Manokwari, serta di daerah-daerah yang dinyatakan rawan.

"Pengamanan masih kita perketat guna mengantisipasi terjadi bentrok susulan, dan pengamanan ini akan terus dilakukan hingga situasi kota Manokwari benar-benar aman," kata anggota tersebut.
 Sebelumnya, Rabu 15 September lalu terjadi bentrok antar ribuan warga dan puluhan anggota Brimob tepatnya di depan markas Mako Brimob Manokwari. Warga mengamuk karena menduga oknum anggota Brimob adalah pelaku tabrak lari.
 Hingga akhirnya bentrok tak dapat dihindari, dampak dari bentrok tersebut tiga warga sipil diantaranya Septinus Kwan, Naftali Kwan, dan Antomina Kwan tewas terkena proyektil anggota Brimob yang melakukan penyisiran di lokasi kejadian.
 Tujuh anggota Brimob yang diduga melakukan aksi penembakan hingga menewaskan tiga warga sipil tersebut, Jumat kemarin diperiksa sebagai saksi.
(teb)

17 Sep 2010

Manokwari Tegang sebagai warga Indonesia menembak mati Imam dan Anak


September 16, 2010
URGENT di Manokwari
Sejumlah besar polisi bersenjata lengkap, termasuk anggota dilatih Australia, Detasemen bersenjata dan didanai 88, yang memblokade Manokwari setelah polisi menembak seorang imam dan anaknya pada hari Rabu. SOURCE
Pdt Naftali Kuan (58 tahun) dari Gereja GPKAI dan istrinya (Mrs Antomina Kuan, 55 tahun) dan Septinus 23 tahun putra mereka, tua berusaha menenangkan anggota gereja mereka ketika BRIMOB petugas singkat mereka bertiga . Rev Naftali dan putranya Septinue ditembak mati, dan Antomina ditembak di leher dan perawatan intensif di Rumah Sakit Manokwari.
Tuduhan oleh polisi Indonesia yang gerombolan menyerang mereka dengan batu menyebabkan mereka melepaskan tembakan untuk membela diri sama sekali tidak benar, menurut saksi.
Di Manokwari pada Rabu 15 September 2010 pukul 18:30, seorang Indonesia di sepeda motor serius menghancurkan seorang wanita Papua tua, sebuah suku Arfak tua. Insiden ini terjadi di depan markas BRIMOB di Rendani Manokwari, dan pengendara sepeda motor berlari ke kantor BRIMOB daripada membantu wanita itu ke rumah sakit.
Papua secara spontan berkumpul di depan kantor BRIMOB menyerukan sopir bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Ketika BRIMOB petugas menolak permintaan mereka, penduduk lokal frustrasi mulai melemparkan batu ke arah mereka.
Pada saat Rev Kuan dan putranya sedang dilakukan oleh ribuan dalam aksi damai di depan kantor Gubernur Papua Barat. Para demonstran menyerukan berkabung BRIMOB dan pemerintah pusat untuk bertanggung jawab atas pembunuhan mereka, dan kejahatan terhadap penduduk asli Papua.
Piter Hiyowati The West Papua National Authority adalah panggilan untuk pengiriman mendesak PBB penjaga perdamaian militeristik-di Papua Barat mengandung ekses-ekses dari pasukan keamanan Indonesia terhadap penduduk pribumi yang pemerintahan Yudhoyono di Jakarta nampaknya tidak bersedia untuk memberlakukan standar normal disiplin militer.

16 Sep 2010

Indonesia torture claims 'no surprise'



13 September 2010 | 03:12:37 PM | Source: AAP
indo_torture_b_100913_970420227
Ambonese prisoners have told Fairfax they have been subject to torture. (Picture: Fairfax)
Australia should press Indonesia to ensure its elite anti-terrorism squad obeys the law and upholds human rights, an expert says
SOURCE
Allegations that members of the Australia-funded Special Detachment 88 force recently brutalised peaceful political activists in the province of Maluku should come as no surprise, Deakin University's Damien Kingsbury says.

"I would say the allegations would be absolutely correct," Mr Kingsbury told AAP.

"This sort of stuff has been going on for years, it's par for the course."

Detachment 88 is regularly accused of human rights abuses, particularly in Papua and West Papua, by organisations such as Amnesty International and Human Rights Watch.

Fairfax newspapers this week reported about a dozen separatist activists were arrested last month over a plan to display banned flags and other political material during a visit by President Susilo Bambang Yudhoyono.

The activists were subsequently taken to a Detachment 88 office in Ambon, Maluku's capital, where they were blindfolded, beaten, burnt with cigarettes and pierced with nails.

Mr Kingsbury says Australia's efforts to inculcate human rights standards into Indonesian organisations like Detachment 88 have had little success.

"The evidence has been consistently that this doesn't sink in and these organisations continue to use methods that we would find highly inappropriate.

"Australia is well within its rights to say 'look, we support the work of the anti-terrorism squad but it must act in a lawful manner and not actually encourage that which it seeks to resolve'.

"By beating peaceful protesters and committing human rights abuses what they're actually doing is pushing people towards violence, not away from it."

The Department of Foreign Affairs and Trade on Monday said the focus of Australia's engagement with Detachment 88 was in combating terrorism in order to protect the lives of Australians and Indonesians.

"Detachment 88 has not sought assistance from Australia in any investigations or operations to counter internal separatist movements," a DFAT spokesperson said.

But Australia was aware of and concerned by allegations of brutality against political prisoners, the spokesperson said.

"Australian embassy officials from Jakarta have made inquiries with the Indonesian National Police, including during a recent visit to Ambon, where these allegations were discussed with both government and civil society representatives.

"We will continue to monitor the situation, and make representations as necessary."

Asked if Australia had followed the United States' lead to ban members of the Maluku Detachment 88 from receiving further assistance, the spokesperson said: "We do not comment on individual members."

Detachment 88 head Tito Karnavian effectively washed his hands of the allegations, saying regionally-based Detachment 88 forces like that in Maluku were not under his command.

"That is why Detachment 88s (under regional command) are going to be dismissed very soon and replaced by one centralised Detachment 88 headquarters," Mr Karnavian told AAP via text message.

"So that command and control will be easier particularly for countering terrorism."

Detachment 88 was formed after the 2002 Bali bombing with support from Australia and the US. It continues to receive millions of dollars in Australian funding each year.

On The Situation In The Papuan Provinces Of Indonesia: Pax Christi International, 15th Session Human Rights Council

Dewan Hak Asasi Manusia
15 Sesi
13 September - 1 Oktober 2010 Item 3

Pax Christi, International gerakan perdamaian Katolik mendesak perhatian Dewan Hak Asasi Manusia terhadap situasi yang lemah yang berkaitan dengan hak asasi manusia di propinsi Papua di Indonesia.
 Baru-baru ini, ketegangan politik di provinsi Papua dari Indonesia telah meningkat, khususnya selama dua bulan terakhir sebagai orang-orang Papua di semua sektor telah secara terbuka menolak 2001 UU Otonomi Khusus (Otsus). Harapan tinggi untuk tata diri yang lebih besar yang dibawa oleh undang-undang otonomi, telah layu pelaksanaannya terhalang oleh pemerintah Indonesia. Dari awal Otsus telah sembelih oleh keterlambatan dalam memberdayakan peraturan Pemerintah Pusat dan campur tangan sistematis oleh birokrasi Indonesia politik dan militer. Uang yang dialokasikan kepada pemerintah provinsi untuk pembangunan, pendidikan dan kesehatan sedang diserap oleh birokrasi sangat meningkat sebagai kabupaten tumbuh 9-30, masing-masing dengan sendiri polisi, militer dan badan intelijen. Karena dana tersebut habis oleh korupsi, pemeliharaan bangunan, upah pegawai negeri dan operasi militer, kesehatan dan pendidikan berada dalam penurunan yang serius. Harapan untuk pemerintahan diri yang lebih besar juga telah dibanjiri oleh migrasi terus-menerus dari bagian lain Indonesia yang diberikan orang Papua minoritas di negara mereka sendiri.Yang pernah berkembang jumlah personil polisi dan militer, melawan segala bentuk oposisi Papua dengan kekuatan yang parah dan kadang-kadang mematikan serta rencana pemerintah pusat untuk jutaan jelas-penebangan hektar hutan hanya dapat mengkonfirmasi ketakutan orang Papua untuk kelangsungan hidup mereka sebagai suatu bangsa.
 Penolakan OTSUS telah disertai oleh demonstrasi umum, termasuk salah satu dari lebih dari 20.000 penduduk asli di Jayapura pada tanggal 8 Juli. Pax Christi International khawatir bahwa demonstrasi semacam ketidakpuasan oleh masyarakat adat akan menimbulkan penindasan semakin kekerasan oleh pihak berwenang Indonesia. Laporan terbaru berbicara tentang "sweeping" operasi di Kabupaten Punkak Jaya, daerah dataran tinggi pusat di sekitar operasi pertambangan utama.Praktek ini, dimana unit militer fokus pada area tertentu untuk "menyapu" keluar perlawanan nyata atau diduga pengambilalihan tanah atau sumber daya, sudah menjadi fitur dari tahun-tahun awal pendudukan Indonesia di Papua Barat, yang mengakibatkan hilangnya luas kehidupan dan kerusakan infrastruktur adat.
 Sebuah kutipan dari sebuah laporan 18 Juni 2010 oleh Tim Advokasi Papua Barat di Washington DC menyatakan:
"Warga sipil [Punkak Jaya], khususnya mereka yang telah melarikan diri ke hutan, [tanggapan umum militer serangan] kesehatan wajah dan kondisi mungkin mengancam jiwa termasuk kurangnya akses ke makanan, tempat tinggal yang memadai dan layanan medis. Dalam ... masa lalu seperti "operasi sweeping", pasukan keamanan Indonesia dicegah pemberian bantuan kemanusiaan bagi populasi ini terkepung. "
 Selain kebangkitan sembarangan "menyapu" di Pukak Jaya, terdapat banyak kasus yang terdokumentasi dengan baik lainnya pelanggaran HAM oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2010:
  • sebuah gereja di kabupaten Tingginambut Kayogwebur telah diambil alih sebagai markas untuk [polisi mobile] BRIMOB. Lokal orang [yang] tidak dapat beribadah di sana;
  • masyarakat lokal dipaksa untuk melakukan tugas-tugas tenaga kerja untuk militer Indonesia;
  • di distrik Kampung Tingginambut, seorang wanita hamil diperkosa oleh personel Brimob pada paruh pertama bulan Juni;
  • 12 rumah dan 2 gereja telah dibakar oleh pasukan keamanan di Gwenggu Pilia; di Pos Nalime warga Distrik Tingginambut telah dipaksa untuk membersihkan kebun mereka dan mempersiapkan posisi pendaratan untuk helikopter militer;
  • pada tanggal 11 Juni BRIMOB melakukan pencarian hunian menyapu semua rumah di jalan antara Ilu dan Mulia, menahan siapapun tanpa identifikasi, menempatkan mereka dalam truk tentara. (Kebanyakan masyarakat lokal tidak memiliki ID dan [adalah] sekarang takut meninggalkan rumah mereka).Akibatnya, kebun perdagangan untended dan lokal lumpuh.
Pimpinan badan perwakilan Papua, termasuk Majelis Rakyat Papua - MRP, majelis tinggi semua-Papua parlemen Papua di Jayapura, dan intelektual Papua terkemuka dan teolog, yang pada tanggal 18 Juni menolak Otonomi Khusus telah menyerukan dialog dimediasi pada terus masalah penting.
 Setelah dilakukan penelaahan komprehensif OTSUS, para pemimpin menemukan bahwa hal itu:
... Telah gagal karena hukum belum dilaksanakan sedemikian rupa untuk menangani masalah mendesak dan substantif dalam aspek sosial-ekonomi, politik dan budaya dari kehidupan masyarakat asli Papua. Alasan untuk ini adalah bahwa tidak ada peraturan yang telah berlaku untuk menyediakan politik back-up OTSUS tentang inisiatif oleh pemerintah provinsi sedangkan pemerintah di Jakarta telah gagal untuk memberikan dukungan politik untuk pelaksanaan Otsus (Lembaga Studi, Advokasi dan Pengembangan Bantuan Hukum di Jayapura "Menuju Papua Baru" Juni 2010).
 Mereka mengembangkan 11 rekomendasi berikut ini sebagai cara yang positif ke depan:
  1. Bahwa Undang-Undang Otonomi Khusus harus diserahkan kembali kepada Pemerintah Republik Indonesia;
  2. Bahwa orang Papua menuntut dialog yang diselenggarakan [dan] dimediasi oleh mediator internasional netral;
  3. Bahwa orang-orang Papua menuntut diadakannya referendum diarahkan menuju kemerdekaan politik;
  4. Bahwa orang Papua menuntut Pemerintah Republik Indonesia mengakui pemulihan kedaulatan rakyat Papua Barat yang diproklamasikan pada tanggal 1 Desember 1961;
  5. Bahwa rakyat Papua mendesak masyarakat internasional untuk memaksakan embargo atas bantuan internasional yang disediakan untuk pelaksanaan Otonomi Khusus di tanah Papua;
  6. Yang ada tidak perlu dilakukan revisi UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat dengan mengacu pada UU 35/2008 tentang Perubahan UU 21/2001 mengingat bahwa hukum mengatakan terbukti telah gagal;
  7. Bahwa semua proses untuk pemilihan kepala daerah di seluruh tanah Papua harus dihentikan dan memanggil Gubernur Papua dan Gubernur Papua Barat, DPRP (Papua Dewan Perwakilan Rakyat), Papua DPRP-Barat dan bupati dan walikota di seluruh tanah Papua [untuk] segera menghentikan penyediaan dana untuk penyelenggaraan pemilihan ini;
  8. Bahwa pemerintah pusat, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat serta kabupaten dan kota di tanah Papua memberlakukan pengawasan ketat pada arus migrasi oleh orang-orang dari luar tanah Papua;
  9. Bahwa rakyat Papua mendesak Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua dan DPRP dan DPRP Papua Barat untuk membebaskan semua tahanan politik Papua yang ditahan di penjara di mana-mana di Indonesia;
  10. Bahwa Pemerintah Pusat segera melakukan demiliterisasi di seluruh tanah Papua;
  11. Bahwa konsultasi diselenggarakan oleh MRP dan kelompok-kelompok asli Papua panggilan untuk perusahaan Freeport Indonesia harus ditutup segera.
Meskipun kami menyadari sensitivitas pemerintah Indonesia mengenai tuntutan untuk kemerdekaan (item 3 dan 4 di atas), Pax Christi melihat dialog damai dan negosiasi di bawah mediasi internasional sebagai suatu pendekatan yang jauh lebih baik daripada penekanan militer. Meskipun kasus-kasus yang terisolasi perlawanan bersenjata atau kekerasan di Papua masih sangat berkomitmen untuk mencapai tujuan mereka melalui dialog damai dan negosiasi.

Kegagalan OTSUS dan penurunan terus-menerus dari masyarakat Papua dalam hal hak-hak sosial, budaya, ekonomi dan politik merupakan malu kepada pemerintah Indonesia. Situasi ini hanya akan bertambah buruk di bawah solusi militer dan akan merusak aspirasi Indonesia dan pertumbuhan yang mengesankan menuju kesuksesan sebagai sebuah demokrasi yang terbuka, bebas dan multikultural. Setiap bergerak untuk melawan tuntutan yang sah oleh orang-orang Papua tidak bisa hanya mengancam perdamaian bangsa Indonesia dan demokrasi yang tumbuh tapi juga bisa merusak hubungan damai antara bangsa-bangsa yang membentuk wilayah Asia-Pasifik.
 Oleh karena itu kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk memasuki perundingan yang berarti dengan pimpinan badan-badan perwakilan Papua tanpa pra-kondisi dan bawah mediasi internasional.
 Kami mendesak Dewan Hak Asasi Manusia untuk meminta Pemerintah Indonesia:
  • Bahwa Pemerintah Republik Indonesia menerima kegagalan hukum 21/2001 sebagai solusi terhadap tuntutan masyarakat Papua untuk menentukan nasib sendiri sebagai hak asasi manusia.
  • Bahwa perundingan baru dimulai dalam pedoman tahun 2008 Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat.
  • Bahwa Pemerintah Republik Indonesia memberikan pertimbangan serius terhadap 11 rekomendasi dari Rakyat Papua dan Majelis Permusyawaratan Rakyat Adat Papua ("Rekomendasi" 14 Juni 2010) sebagai titik awal untuk negosiasi baru.
  • Bahwa implementasi segera item 8, 9 dan 10 dari rekomendasi ini dipandang sebagai suatu jaminan bahwa negosiasi baru dapat dilakukan dalam kebebasan dan saling menghormati. Kami menegaskan akan baik kami terhadap pemerintah dan rakyat Republik Indonesia dan membuat rekomendasi ini dengan harapan bahwa mereka akan meningkatkan harapan mereka untuk demokrasi dan perdamaian di negara dan wilayah mereka.