WELCOME TO WEB FGPBP

Mungkin anda berfikir, akulah manusia yang paling tidak beruntung dan bodoh, karena kecintaan ku terhadap negeri ku lebih besar dari yang kau dapat dari ku...tapi satu hal yang kau tahu, bahwa aku berjalan bersama suatu kebenaran yang dunia telah menolaknya...sebab yang ku tahu...kebenar itu akan memerdekakan aku.

18 Feb 2010

Papua Pegunungan ’Dianaktirikan’

Papua Pegunungan ’Dianaktirikan’ PDF Cetak E-mail
Rabu, 17 Februari 2010 22:27

Befa: Pembentukan Provinsi Pegunungan Tengah, Jadi Alternatif

SENTANI-Meski kebijakan pemerintah sementara ini tidak akan mengijinkan adanya pemekaran daerah baru, baik kabupaten maupun Provinsi, namun tidak menghalangan sejumlah daerah untuk menyuarakan pemekaran tersebut. Salah satunya sejumlah kabupaten di wilayah Pegunungan Tengah Papua, yang selama ini merasa belum mendapatkan pelayanan maksimal dari pihak Provinsi Papua. Pembentukan satu provinsi baru (Provinsi yaitu Pengungan Tengah) masih dianggap sebagai alternatif guna memajukan daerah tersebut. Potret kehidupan masyarakat di wilayah pegunungan yang terkesan tak tersentuh oleh pembangunan

Asosiasi Bupati Pegungan Tengah yang diketuai oleh Bupati Tolikara, Jhon Tabo menilai bahwa selama ini kebijakan percepatan pembangunan, khususnya bagi wilayah Pegunugan belum terelaisasi secara baik. Dalam arti masih terkesan dianaktirikan.
Perlakuan ini dipandang sama sekali tidak memberikan kontribusi pembangunan infrastruktur bagi masyarakat Pegunungan, yang mempunyai manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kesejahteraan masyarakat pegunungan.
Oleh karena, guna menindaklanjuti problema tersebut maka pada Senin (22/2) asosiasi Bupati se-pegunungan Tengah yang terdiri dari Bupati Jayawijaya, Tolikara, Yahukimo, Pegunungan Bintang, Nduga, Yalimo, Puncak Jaya, Mamberamo Tengah, dan Paniai akan menyelenggarakan sebuah kegiatan organisasi yang bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap perhatian pemerintah Provinsi Papua terhadap percepatan pembangunan di wilayah Pegunungan.
Hal tersebut seperti dikatakan Sekretaris Asosiasi Bupati Pegunungan Tengah, Befa Yigibalom,SE M.Si saat ditemui Bintang Papua di Sentani kemarin.
Menurut Befa bahwa wacana terhadap pemekaran Provinsi Pegunungan Tengah akan menjadi salah satu agenda pada pertemuan sekaligus pelaksanaan evaluasi asosiasi Bupati Pegunungan itu.
Karena menurutnya, ada keganjalan yang harus dievaluasi terhadap percepatan pembangunan di wilayah Pegunungan Tengah, dimana pada saat ini pemerintah provinsi dianggap tidak serius menangani kasus permasalahan tersebut, karena terbukti.
Oleh sebab itu, salah satu agenda pertemuan asosiasi Bupati pegunungan itu adalah untuk melihat peran Gubernur dalam percepatan pembangunan infrastruktur di wilayah Pegunungan Tengah.
Befa Yigibalom juga mengatakan bahwa pembentukan Asosiasi ini adalah dilatarbelakangi oleh perasaan senasib oleh pimpinan daerah di wilayah Pegunungan yang selama ini nyata-nyata kurang mendapat perhatian dari pemerintah provinsi maupun pusat.
Dimana hal ini pernah terbukti dengan aksi wolk out yang dilakukan oleh 5 Bupati Pegunungan pada Raker Gubernur beberapa waktu lalu. Namun menurut Befa saat ini pihaknya akan melakukan evaluasi dulu apabila nantinya keberadaan wilayah Pegunungan dengan Papua tidak memberikan kontribusi percepatan pembangunan yang maksimal, maka pihaknya akan segera membahas pemekaran provinsi Pegunungan Tengah.
“Kita akan lihat hasil evaluasi dulu, jika memang keberadaan wilayah Pegunungan Tengah ini tidak ada kontribusi percepatan pembangunan, maka kita akan segera memproses pemekaran wilayah Provinsi Pegunungan Tengah,” ujarnya. (jim)

Delegasi Uni Eropa Pelajari Situasi Politik di Papua




Kemarin Lakukan Pertemuan dengan DPRP
JAYAPURA–Dua orang delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam yaitu Charles Whiteley dan Florian Witt, Rabu (17/2) kemarin bertemu dengan pimpinan DPRP sekitar pukul 15.30 WIT di ruang kerja pimpinan DPRP.
Kedua delegasi ini hanya diterima oleh Wakil Ketua I DPRP Yunus Wonda, karena Ketua DPRP, Drs. John Ibo,MM sedang ada tugas keluar. Kedatangan kedua orang delegasi ini ingin belajar tentang situasi politik dan situasi sosial di Papua.
Usai pertemuan, Sekretaris Pertama Kepala Bidang Politik, Pers dan Informasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Charles Whiteley mengatakan, tujuan kunjungannya ke Papua adalah ingin belajar tentang situasi yang berkembang di Papua sekarang ini, baik itu tentang situasi politik dan situasi sosialnya.
”Kami mengunjungi Papua karena ada keinginan di Markas Besar Uni Eropa di Basel-Swiss bahkan di parlemen Eropa untuk lebih detail mengenal tentang situasi politik di Papua,”ungkapnya kepada wartawan usai pertemuan.
Dikatakan, selain bertemu dengan pihak DPRP, pihaknya juga berencana untuk menemui Gubernur Provinsi Papua dan instansi pemerintahan lainnya, kemudian Majelis Rakyat Papua (MRP) dan beberapa LSM di Papua. Oleh karena itu, pihaknya berada di Kota Jayapura ini sampai Jumat (19/2) besok. ”Nantinya sudah tentu akan ada kesimpulan dan akan ada laporan sebagai tindaklanjut dari pertemuan-pertemuan kami di Papua,”ujarnya yang diterjemahkan Florian Witt.
Sementara itu, Wakil Ketua I DPRP, Yunus Wonda mengungkapkan, dalam kunjungan Delegasi Uni Eropa menemui DPRP adalah ingin mengetahui lebih jauh beberapa persoalan di Papua oleh karena itu, pihaknya hanya menyampaikan tiga aspek besar yang terjadi di Papua yaitu tentang pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua, pelanggaran HAM, serta menyangkut manfaat dari program Respek.
Yunus Wonda menjelaskan, mengenai program Respek yang dijalankan Pemerintah Provinsi Papua pada dasarnya DPRP sangat mendukung, namun demikian yang harus dilihat lagi adalah nilai dari pada uang yang diberikan kepada masyarakat di kampung-kampung. Karena tidak dapat disamakan antara masyarakat di wilayah pegunungan dengan pesisir. ”Nilai Rp 100 juta di daerah pesisir mungkin itu cukup menyentuh, tetapi Rp 100 juta di pegunungan tidak bisa membantu, sehingga tidak menutup kemungkinan pemerintah perlu menambah hingga di atas Rp 300 juta,” ujarnya.
Namun demikian, lanjut Yunus Wonda, yang terpenting adalah bagaimana Uni Eropa dapat mendorong kemajuan di Papua terlebih untuk masalah pendidikan dan kesehatan, karena keinginan DPRP adalah setiap delegasi dari luar negeri jangan hanya datang kemudian pergi begitu saja tanpa ada hasilnya. ”Kami harap dengan kedatangan mereka ini ke Papua ada hasilnya. Yang diinginkan adalah adanya perubahan atau bantuan yang lebih serius demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua terlebih untuk sektor pendidikan dan kesehatan, pasalnya hingga sekarang perjalanan Otsus di Papua belum bisa meninggalkan sejarah yang bisa diingat oleh anak cucu kita nanti bahwa hal ini adalah hasil dari Otsus di Papua,” pungkasnya. (nal/fud)
(scorpions