WELCOME TO WEB FGPBP

Mungkin anda berfikir, akulah manusia yang paling tidak beruntung dan bodoh, karena kecintaan ku terhadap negeri ku lebih besar dari yang kau dapat dari ku...tapi satu hal yang kau tahu, bahwa aku berjalan bersama suatu kebenaran yang dunia telah menolaknya...sebab yang ku tahu...kebenar itu akan memerdekakan aku.

9 Des 2009

John Jonga, Pastor Papua Peraih Yap Thiam Hien Award 2009


KOMPAS.com - Tak pernah terlintas dalam angan-angan John Jonga (51), pengabdiannya selama 23 tahun di Papua itu telah menunjukkan dedikasi tinggi pada pembelaan hak asasi manusia.
Pria asal Flores Nusa Tenggara Timur ini memang dikenal sebagai rohaniawan keras dan galak jika dihadapkan pada kesewang-wenangan seseorang terhadap masyarakat kecil yang tertindas.
Pastor Yohanes Jonga Pr atau karib disapa Pastor John Jonga pada 10 Desember besok di Hotel Borobudur Jakarta akan dianugerahi Yap Thiam Hien Award 2009 bidang penegakan hak asasi manusia.
Pagi tadi, ia telah berangkat dari Jayapura langsung menuju Jakarta didampingi Latifah Anum Siregar, aktivis HAM dari ALDP. Dengan demikian, John Jonga menjadi orang kedua di Papua yang memperoleh penghargaan bergengsi tersebut.
Sebelumnya, tahun 1999, Mama Yosepha Alomang memperoleh penghargaan serupa sebagai aktivis perempuan dan HAM di Timika. Nama John Jonga mulai tercium harum tahujn 2000-2007 saat dirinya mulai bertugas di Waris, salah satu daerah di Kabupaten Keerom yang berbatasan dengan negara Papua Niugini.
Bertugas di daerah perbatasan yang dicap sebagai basis gerakan tentara pembebasan nasional organisasi papua merdeka (TPN OPM) membuat dirinya harus berjibaku dengan berbagai pengaduan kekerasan yang dialami masyarakat sipil.
Kerapkali, masyarakat kecil setempat menjadi korban salah tembak oleh oknum militer. Sosok John yang berdarah Indonesia Timur ini dikenal lantang bersuara ketika masyarakat sipil setempat ditindak semena-mena oleh aparat.
Tak heran, hal ini membuatnya sangat dibenci oknum militer setempat yang tidak ingin ada perdamaian dan ketenangan bagi masyarakat Papua. Pernah suatu kali di tahun 2007, ia melaporkan secara terbuka perbuatan militer setempat yang mengintimidasi masyarakat kepada Gubernur Papua Barnabas Suebu.
Pengaduannya sangat mengusik oknum militer nonorganik ini. Sampai-sampai, ia diancam akan dikubur hidup-hidup di dalam tanah sedalam 700 meter. Perbatasan Papua yang jauh dari kontrol dan pengawasan membuat nyawanya dapat terancam setiap waktu.
Tetapi, John Jonga tidak gentar. Dalam prinsipnya, sebagai pastor, dirinya memiliki panggilan suci untuk membela manusia yang tertindas, apapun risikonya. Niat baik ini kerapkali disalahnilaikan oleh instansi tertentu. Ia dicap sebagai Pastor OPM yang kerap membantu gerakan Papua Merdeka.
Namun, lagi-lagi, cap ini tak menyurutkan langkahnya. Kepercayaan dan dedikasi yang diberikannya tanpa memandang warna kulit dan ideologi membuatnya sangat dipercaya oleh elemen masyarakat di Keerom.
Pimpinan kunci pergerakan TPN-OPM Wilayah Perbatasan Mamta, Lambert Peukikir pun sangat menaruh hormat kepadanya. Sempat pada 25 Juli 2009 lalu, Lambert mengibarkan bendera bintang kejora di Hutan Wembi, sekitar 400 meter dari markas tentara di Keerom.
Lambert hanya mengizinkan John Jonga beserta rombongannya (termasuk Kompas) untuk membujuknya menurunkan bendera. Hanya rasa cinta untuk menolong sesama yang memotivasi panggiannya sebagai pastor di Papua.
Di saat orang lain mencintai kekayaan Papua, Pastor John Jonga lebih memilih mencintai manusia Papua yang dianggap beberapa orang sebagai masyarakat yang terbelakang.
Biodata
Nama : Yohanes Jonga, Pr (ini yang benar. Beberapa kliping Kompas yang lalu kerap menulis John Djonga-red)
Tanggal lahir : 4 November 1958 di Nunur-Mbengan-Manggarai Timur Flores NTT
Orangtua : Ayah Arnoldus Lete dan Ibu Yuliana Malon
Pendidikan : * 1969-1975 : SD Waekekik Manggarai Timur * 1975-1978: SMPK Rosamistika Waerana Manggarai Timur * 1978-1981: SMPN 60 Ende NTT * 1981-1982: Seminari Menengah St Dominggo Hokeng Flores Timur * 1982-1983: Seminari Tinggi St Petrus Ritapiret-Maumere (Tahun Rohani) * 1983-1986: APK St Paulus Ruteng Manggarai * 1990-1993: Sekolah Tinggi Filsafat Teologia (STFT) Fajar Timur Abepura Jayapura Papua * 1999-2000: Tahun Rohani di Agats Asmat Papua Tugas dan Karya: * 1986-1990: Katekis di Paroki St Stefanus Kimbia Lembah Baliem Wamena Papua *
1991-1993: Sambil kuliah membantu Pastor Ernes Cicar di Paroki Skanto Koya * 1994-1999: Pastor Paroki Mimika Timur hingga Agimulya di Kabupaten Fakfak (kini masuk Kabupaten Mimika) * 1999-2000: sambil Tahun Rohani mendirikan Forum Perempuan Asmat AKAT LEPAS * 2000-2007: Pastor Paroki St Mikhael Waris * 2007- kini: Pastor Paroki Waris Merangkap Dekan Dekanat Keerom Keuskupan Jayapura Menjadi IMAM PROJO pada 14 Oktober 2001 di APO oleh Yang Mulia Uskup Jayapura DR Leo Laba Ladjar OFM dengan motto tahbisan ....Kamu adalah Sahabatku... (Yohanes 15:14)

8 Des 2009

Wuiih! Surat Presiden Pertama AS Terjual Rp 30 Miliar


Sebuah surat bersejarah milik presiden pertama AS terjual dengan harga fantastis di rumah lelang Christie di New York, AS. Surat setebal empat halaman itu dilepas dengan harga US$ 3,2 juta atau sekitar Rp 30,18 miliar!

Dalam surat itu, presiden pertama AS George Washington mendesak ratifikasi rancangan konstitusi yang nantinya akan menjadi landasan negeri itu. Surat bertanggal 9 November 1787 itu ditulis Washington untuk keponakan laki-lakinya, Bushrod.

Dalam suratnya, Washington mengatakan bahwa kunci untuk menyatukan wilayah-wilayah yang baru merdeka adalah dokumen konvensi yang saat itu baru berumur dua bulan. Bushrod merupakan delegasi di konvensi ratifikasi negara bagian Virginia tersebut.

Dalam surat itu Washington menanyakan: "Apakah yang terbaik bagi States adalah bersatu atau tidak bersatu?" Demikian seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (5/12/2009).

Harga jual surat Washington ini melampaui perkiraan Christie sebelum lelang, yakni sebesar US$ 1,5 juta hingga US$ 2,5 juta.

Surat tersebut menjadi bintang dalam lelang manuskrip dan buku-buku di Christie. Bahkan pihak Christie menyebut surat Washington itu sebagai yang terpenting untuk dilelang.