WELCOME TO WEB FGPBP

Mungkin anda berfikir, akulah manusia yang paling tidak beruntung dan bodoh, karena kecintaan ku terhadap negeri ku lebih besar dari yang kau dapat dari ku...tapi satu hal yang kau tahu, bahwa aku berjalan bersama suatu kebenaran yang dunia telah menolaknya...sebab yang ku tahu...kebenar itu akan memerdekakan aku.

7 Okt 2010

Obama ke Papua, DPR "Gelisah"

KOMISI I RAPAT DENGAN MENLU
Laporan wartawan KOMPAS.com Inggried Dwi Wedhaswary
Kamis, 7 Oktober 2010 | 10:52 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Jika tak ada pembatalan, Presiden Amerika Serikat Barack Obama akan melawat ke Indonesia pada November mendatang. Kabarnya, salah satu agenda Obama adalah berkunjung ke Provinsi Papua. SUMBER
Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq mengatakan, agenda Obama ke Papua akan menjadi salah satu materi yang dipertanyakan dalam rapat dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, pekan depan.
Menurut Mahfudz, tak ada kepentingan Obama dengan isu Papua. "Mengapa Obama memberikan perhatian yang sangat spesifik soal Papua? Ngapain Obama bawa isu Papua? Jauh amat," ujar Mahfudz di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (7/10/2010).
Mahfudz mengatakan, isu Papua merupakan isu domestik nasional Indonesia dan bukan isu internasional yang harus jadi bahan perhatian Obama. "Urusannya Komisi II, soal otonomi khusus dan sebagainya. Apa perlu Obama kita undang rapat dengar pendapat ke Komisi II bicara soal otonomi khusus?" ujarnya.
Oleh karena itu, kata Mahfudz, komisinya akan meminta penjelasan terperinci dari Kementerian Luar Negeri atas urgensi rencana Obama tersebut.

5 Okt 2010

SBY postpones trip to Netherlands, fears arrest

Indonesia's President Susilo Bambang Yudhoyono postponed a three-day trip to the Netherlands today, fearing arrest in a lawsuit that accuses him of sanctioning the abuse of Malukan political prisoners. SBY reportedly made the announcement after luggage had already been placed on the plane:
Officials and journalists had been assembled at an air force base before the departure and luggage had been loaded on to the jet before news emerged that the flight had been cancelled. (Sydney Morning Herald, "Malukan bid to have president arrested")

SBY speaks to press 
at Halim Perdana Kusuma airport in Jakarta October 5, 2010.  
REUTERS/Presidential Palace-Adityawarman/Handout

SBY's  spokesperson said that a decision on the case during his visit could be "unpleasant for the honour of the president and this nation."

On Monday, Tempo Interactive reported that the was filed over the weekend by representatives of the pro-independence South Maluku Republic (RMS), in a district court in The Hague.  The plaintiffs asked that  SBY's diplomatic immunity be lifted and that he be arrested pending the outcome of the lawsuit. 
In a statement, SBY said
What I cannot accept is if the president of Indonesia makes a visit to the Netherlands, after an invitation from the Netherlands, the court decides to arrest the president of Indonesia."
The visit was to have been the first to the former colonizer by an Indonesian president in 40 years.
Human Rights Watch reports that up to 70-75 are in prison solely for exercising their right to peaceful expression of their views in the Malukus. 

In 2007, the Indonesian police's Detachment 88members arrested and tortured 22 civilians after they unfurled the Maluku independence flag in front of Indonesia’s President. Yusuf Sipakoly, who in 2007 was sentenced to 12 years for possessing a "separatist flag” recently died in prison. In August 2010, 12 activists were allegedly detained and tortured at the hands of Detachment 88 members. The activists had planned to "to float dozens of the distinctive rainbow flags attached to helium-filled balloons during Ambon's Sail Banda regatta" which Indonesia’s President planned to attend.

AS Serius Amati Persoalan Papua

Selasa, 5 Oktober 2010 | 15:26 WIB
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO
Sekitar 200 warga masyarakat Pegunungan Tengah Papua, Jumat (23/10), memalang jalan depan markas Kepolisian Daerah Papua di Jayapura. Mereka menolak penggantian Kepala Kepolisian Resor Kota Jayapura Ajun Komisaris Besar Robert Djoensoe kepada perwira yang baru.
TERKAIT:
JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah tokoh Papua yang menghadiri sesi sidang dengar pendapat khusus mengenai Papua di Kongres AS pada 22 September lalu menggelar keterangan pers di Jakarta, Selasa (5/10/2010). Mereka menyatakan, pembahasan soal Papua oleh Kongres AS membuktikan bahwa AS serius melihat persoalan Papua. Para tokoh Papua menyatakan tetap akan menuntut dialog penyelesaian Papua dan referendum dengan jalan damai.
Untuk pertama kalinya dalam 48 tahun, masalah Papua dibahas di tingkat internasional.
-- Herman Awom
Moderator Presidium Dewan Papua, Herman Awom, menyatakan bahwa sidang dengar pendapat Kongres AS tentang Papua berarti bagi orang Papua. “Untuk pertama kalinya dalam 48 tahun, masalah Papua dibahas di tingkat internasional. Dalam dialog itu kami meminta AS mendesak Indonesia membuka dialog untuk membahas otonomi Papua yang telah gagal dan ditolak orang Papua,” kata Awom.
Awom menegaskan, Otonomi Khusus Papua yang diatur Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 gagal mencegah marjinalisasi orang Papua. Ia mengkritik otonomi khusus yang justru mendatangkan banyak uang ke Papua, menyebabkan migrasi besar-besaran ke Papua, dan orang asli Papua semakin termarjinalkan.
“Bagi kami, dialog Indonesia dan Papua harus dimediasi pihak ketiga yang netral dan masing-masing pihak dalam posisi sejajar, seperti dialog antara Aceh dan Indonesia. Bagi kami, tidak ada kemungkinan lain selain merdeka,” kata Awom.
Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yaboisembut menyatakan, pihaknya tetap menyatakan bahwa genosida telah terjadi di Papua. “Memang tidak terjadi pembunuhan besar-besaran secara seketika. Akan tetapi, terjadi genosida secara perlahan-lahan. Kami minta Indonesia mengizinkan para peneliti asing dan wartawan asing diperbolehkan masuk untuk membuktikan ada-tidaknya genosida,” kata Yaboisembut.
Terkait pernyataan AS yang mendukung keutuhan NKRI dan pernyataan bahwa otonomi khusus merupakan solusi terbaik bagi persoalan Papua, Yaboisembut memahami kebutuhan AS untuk menjaga hubungan baik dengan Indonesia.
“Akan tetapi, kami meminta AS tidak mengorbankan rakyat Papua untuk kali kedua. Sesi sidang dengar pendapat Kongres AS soal Papua adalah kemajuan karena kami yang belum menjadi sebuah negara diterima berdialog di sana,” kata Yaboisembut.
Yaboisembut menyatakan, pihaknya akan terus memperjuangkan tuntutan referendum melalui jalan damai. “Kami akan memperjuangkan dialog, dan ketiadaan dialog Indonesia-Papua adalah bukti bahwa Jakarta memang tidak siap untuk berdialog dengan kami. Kami akan melakukan konsolidasi mulai dari tingkatan adat, menjaga tanah, orang, dan kekayaan Papua. Kami juga akan menyusun parameter kegagalan otonomi khusus,” kata Yaboisembut.