Selasa, 14 September 2010 , 08:20:00 WIB
RMOL. Australia mengirim sejumlah pejabat untuk menyelidiki dugaan penyiksaan oleh anggota unit kontra-terorisme Indonesia, Densus (Detasemen Khusus) 88 kepada para aktivis separatis Maluku. Menurut petinggi Negeri Kanguru, investigasi itu dilakukan karena Densus 88 menerima dana dari Canberra.
Para pengamat Australia ber pen dapat, negaranya harus men desak Indonesia untuk me mas tikan Densus 88 mematuhi hu kum dan menegakkan per lin du ngan terhadap hak asasi manusia.
Menurut pengamat dari Uni ver sitas Deakin, Damien Kingsbury, tu duhan anggota Densus 88 bertindak brutal terhadap aktivis po litik separatis Maluku, bukanlah hal yang mengejutkan. “Menurut sa ya tu duhan itu benar. Ini sudah ber langsung selama bertahun-ta hun,” kata Kingsbury.
Menurut surat kabar di Aus tralia, Sydney Herald Morning, (SHM) Densus 88 dibentuk setelah bom Bali 2002 dengan dukungan dari Australia dan AS. Tiap tahun nya, detasemen itu terus menerima da na jutaan dolar dari Australia.
Menurut organisasi interna sional Amnesty International dan Hu man Rights Watch, Den sus 88 se ring kali dituduh me langgar HAM, terutama di Pa pua dan Papua Barat.
Harian Fairfax pekan ini me laporkan, sekitar 12 aktivis se pa ratis Maluku ditahan karena be rencana mengibarkan bendera ter larang dan lambang-lambang politik lainnya saat kunjungan Presiden Susilo Bambang Yu dho yono. Para aktivis itu dibawa ke kantor Densus 88 di Ambon, Ma luku. Kabarnya mereka disekap, dipukuli, disulut rokok, dan ditusuk paku.
Penyelidikan itu dibenarkan juru bicara Departemen Luar Ne geri dan Perdagangan Australia (Department of Foreign Affairs and Trade/DFAT) yang tidak ingin namanya disebutkan.
“Para pejabat Kedutaan Besar Aus tralia dari Jakarta telah me la kukan penyelidikan dengan Polisi Nasional Indonesia. Termasuk ten tang kunjungan baru-baru ini ke Ambon, di mana tuduhan ter sebut didiskusikan kedua peme rintah dan perwakilan masyarakat sipil. Kami akan terus memonitor situasi dan membuat laporan jika diperlukan,” terang juru bicara ini.
Ditanya apakah Australia me ngikuti langkah AS untuk tidak lagi memberi asistensi kepada anggota Detasemen 88 Maluku, sang jubir menjawab,“Kami ti dak berkomentar tentang individual,” katanya kepada AAP
Kepala Densus 88 Ajun Ko mi saris Besar Tito Karnavian me nampik tudingan ini. Tito me ngatakan, Detasemen 88 di dae rah-daerah seperti Maluku, tidak ber ada dalam perintahnya.
“Itulah mengapa Detasemen 88 (yang berada dalam komando dae rah) akan segera dibubarkan dan digantikan satu markas De ta s emen 88 yang terpusat. Jadi ko mando dan kendali akan lebih mudah, terutama untuk me me rangi terorisme,” kata Karnavian kepada AAP melalui SMS.
Direktur Investigasi Kriminal Ke polisian di Maluku Jhonny Si aha an mengatakan, tidak ada keke rasan yang terjadi. “Para ta hanan baik-baik saja. Tidak ada yang patah tulang dan tidak ada yang masuk rumah sakit,” tukas Jhonny.
Tapi hasil wawancara SHM dengan salah satu tahanan, Yo nias Siahaya, bertolak belakang dengan pernyataan Jhonny. Yo nias dirawat di rumah sakit dan ta ngan nya diborgol ke tempat tidur saat dia dirawat karena ada tu langnya yang retak.
Mabes Polri juga me luruskan pemberitaan itu. Menurut Kabid penum (Ke pa la Bidangan Penerangan Umum) Mabes Polri Kom bes Mar woto Soeto, selama ini Aus tra lia memberi pelatihan, bukan uang tunai. “Itu bentuknya memberikan pelatihan kok, bukan uang,” ujarnya. [RM]
Para pengamat Australia ber pen dapat, negaranya harus men desak Indonesia untuk me mas tikan Densus 88 mematuhi hu kum dan menegakkan per lin du ngan terhadap hak asasi manusia.
Menurut pengamat dari Uni ver sitas Deakin, Damien Kingsbury, tu duhan anggota Densus 88 bertindak brutal terhadap aktivis po litik separatis Maluku, bukanlah hal yang mengejutkan. “Menurut sa ya tu duhan itu benar. Ini sudah ber langsung selama bertahun-ta hun,” kata Kingsbury.
Menurut surat kabar di Aus tralia, Sydney Herald Morning, (SHM) Densus 88 dibentuk setelah bom Bali 2002 dengan dukungan dari Australia dan AS. Tiap tahun nya, detasemen itu terus menerima da na jutaan dolar dari Australia.
Menurut organisasi interna sional Amnesty International dan Hu man Rights Watch, Den sus 88 se ring kali dituduh me langgar HAM, terutama di Pa pua dan Papua Barat.
Harian Fairfax pekan ini me laporkan, sekitar 12 aktivis se pa ratis Maluku ditahan karena be rencana mengibarkan bendera ter larang dan lambang-lambang politik lainnya saat kunjungan Presiden Susilo Bambang Yu dho yono. Para aktivis itu dibawa ke kantor Densus 88 di Ambon, Ma luku. Kabarnya mereka disekap, dipukuli, disulut rokok, dan ditusuk paku.
Penyelidikan itu dibenarkan juru bicara Departemen Luar Ne geri dan Perdagangan Australia (Department of Foreign Affairs and Trade/DFAT) yang tidak ingin namanya disebutkan.
“Para pejabat Kedutaan Besar Aus tralia dari Jakarta telah me la kukan penyelidikan dengan Polisi Nasional Indonesia. Termasuk ten tang kunjungan baru-baru ini ke Ambon, di mana tuduhan ter sebut didiskusikan kedua peme rintah dan perwakilan masyarakat sipil. Kami akan terus memonitor situasi dan membuat laporan jika diperlukan,” terang juru bicara ini.
Ditanya apakah Australia me ngikuti langkah AS untuk tidak lagi memberi asistensi kepada anggota Detasemen 88 Maluku, sang jubir menjawab,“Kami ti dak berkomentar tentang individual,” katanya kepada AAP
Kepala Densus 88 Ajun Ko mi saris Besar Tito Karnavian me nampik tudingan ini. Tito me ngatakan, Detasemen 88 di dae rah-daerah seperti Maluku, tidak ber ada dalam perintahnya.
“Itulah mengapa Detasemen 88 (yang berada dalam komando dae rah) akan segera dibubarkan dan digantikan satu markas De ta s emen 88 yang terpusat. Jadi ko mando dan kendali akan lebih mudah, terutama untuk me me rangi terorisme,” kata Karnavian kepada AAP melalui SMS.
Direktur Investigasi Kriminal Ke polisian di Maluku Jhonny Si aha an mengatakan, tidak ada keke rasan yang terjadi. “Para ta hanan baik-baik saja. Tidak ada yang patah tulang dan tidak ada yang masuk rumah sakit,” tukas Jhonny.
Tapi hasil wawancara SHM dengan salah satu tahanan, Yo nias Siahaya, bertolak belakang dengan pernyataan Jhonny. Yo nias dirawat di rumah sakit dan ta ngan nya diborgol ke tempat tidur saat dia dirawat karena ada tu langnya yang retak.
Mabes Polri juga me luruskan pemberitaan itu. Menurut Kabid penum (Ke pa la Bidangan Penerangan Umum) Mabes Polri Kom bes Mar woto Soeto, selama ini Aus tra lia memberi pelatihan, bukan uang tunai. “Itu bentuknya memberikan pelatihan kok, bukan uang,” ujarnya. [RM]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar