WELCOME TO WEB FGPBP

Mungkin anda berfikir, akulah manusia yang paling tidak beruntung dan bodoh, karena kecintaan ku terhadap negeri ku lebih besar dari yang kau dapat dari ku...tapi satu hal yang kau tahu, bahwa aku berjalan bersama suatu kebenaran yang dunia telah menolaknya...sebab yang ku tahu...kebenar itu akan memerdekakan aku.

2 Des 2009

200 Personel TNI Akhirnya Ditarik dari Puncak Jaya



Enembe: Itu Permintaan Pemkab Puncak Jaya

JAYAPURA-Masih seringnya terjadi aksi-aksi penembakan di Kabupaten Puncak Jaya, disikapi Bupati Puncak Jaya, Lukas Enembe S.IP denga meminta pasukan TNI diterik.
Pasalnya Bupati Enembe menilai kehadiran pasukan TNI di Puncak Jaya, bukannya menjadikan Puncak Jaya aman dan kondusif, namun sebaliknya sering terjadi kekacauan, penembakan dan perampasan senjata. Dan apa yang diminta Bupati Enembe akhirnya dipenuhi pimpinan TNI. 
Sebanyak 200 personel TNI yang saat ini bertugas di Kabupaten Puncak Jaya, ditarik untuk dikembalikan ke batalyon masing-masing.
Penarikan pasukan ini dilakukan sejak Sabtu lalu, yaitu berdasarkan permintaan resmi Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya. "Penarikan sesuai dengan permintaan. Alasannya, meski jumlah aparat mencapai ratusan, tapi malah menimbulkan masalah,"jelas Bupati Puncak Jaya Lukas Enembe S.IP kepada Bintang Papua di Jaya Gril Selasa, kemarin.
Menurutnya, pasukan yang ditarik itu bertugas di Puncak Jaya, terutama di sepanjang poros menuju Tingginambut. Sebab di wilayah hukum tersebut kerap terjadi aksi penembakan dan pembunuhan.
Keberadaan pasukan TNI di Puncak Jaya, dianggap sama sekali tidak bisa menciptakan situasi keamanan yang dan kondusif. Justru yang terjadi  kerusuhan semata, masyarakat trauma, peristiwa penembakan, pembunuhan dan perampasan senjata, baik terhadap anggota TNI/Polri dan masyarakat yang masih kerap terjadi, bahkan terus meningkat.
Ironisnya, serentetan peristiwa itu terjadi tidak jauh dari pos-pos TNI, terutama di sepanjang ruas jalan menuju Tingginambut. "Masa kejadian selalu terjadi tidak jauh dari Pos TNI, loh kerjanya mereka apa dong, dan dimana tanggungjawab sebagai keamanan di daerahnya, justru bukannya mengamankan tetapi mengacaukan daerahnya," ujarnya.
Dikatakan, penarikan itu sesuai usulan dirinya, bahkan langsung ke Panglima TNI Djoko Santoso dan Panglima Kodam XVII Cenderawasih Mayjen AY Nasution di Jayapura. Penarikan pasukan ini sudah diminta sejak beberapa bulan yang berdasarkan data dan bukti yang ada.
Dengan ditariknya pasukan TNI dari wilayah Puncak Jaya, ia akan lebih mengedepankan Polisi dan masyarakat harus menjaga Kamtibmas, dengan baik. ”Sebanyak 200 Pasukan TNI yang ditarik dari Puncak Jaya itu berasal dari Batalyon Infanteri 756 Wamena dan 754 Wamena. Sedangkan yang saat ini masih bertahan adalah pasukan TNI yang berasal dari Batalyon infanteri 753 Nabire, dalam waktu yang dekat akan dikirim kembali masing-masing daerahnya,” tutupnya. (ery)

Aparat Sibuk Tangkap Pengibar BK, Para Koruptor Dibiarkan



Thaha: 10.000 BK Berkibar, Papua Belum Merdeka
JAYAPURA–Aksi pengejaran serta penangkapan sejumlah pelaku pengibaran bendera Bintang Kejora (BK) di Tanah Papua yang harus berakhir di balik jeruji terali besi karena jeratan pasal makar oleh aparat penegak hukum, disikapi keras Sekjen DPP Thaha Al Hamid.
Thaha menilai tindakan aparat tersebut sebagai bentuk pengekangan serta perampasan terhadap kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat di muka umum yang merupakan ciri khas dari Demokrasi yang dieluh-eluhkan presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY).
Thaha yang hadir untuk memberikan materi di depan ratusan pemuda serta mahasiswa pada Dialog Nasional Pemuda Papua di GOR Cenderawasih Jayapura Rabu (02/12) kemarin, dengan thema Menakar Nasionalisme Pemuda Papua mengatakan walaupun bendera Bintang Kejora dikibarkan di seluruh Tanah Papua, hal tersebut bukan menjadi ukuran bagi kemerdekaan Papua.
“Sering saya katakan bahwa walaupun hari ini sepuluh ribu bintang kejora dikibarkan di Tanah Papua Papua belum merdeka,” tegas Thaha yang langsung diikuti tepuk tangan dari peserta dialog.
Pernyataan Thaha ini menguak setelah hampir 40-an tahun Papua berintegrasi dengan NKRI banyak pelaku pengibaran bendera Bintang Kejora yang dikejar serta ditangkap. Bahkan  tidak sedikit yang harus mengalami perlakuan tidak manusiawi dari aparat penegak hukum dengan alasan menjaga keutuhan NKRI.
Padahal, lanjut Thaha yang harus menjadi perhatian besar aparat penegak hukum adalah para pelaku koruptor yang jelas-jelas telah mencuri uang rakyat untuk memperkaya diri. “Aparat di tanah ini lebih menyibukkan diri dengan menangkap warga sipil yang hanya mengibarkan bintang kejora, pertanyaannya apakah bintang kejora berkibar terus Papua Merdeka?, sedangkan korupsi dibiarkan merajalela,” ungkapnya.
Berdasarkan hasil analisis Intelijen Indonesia, lanjut Thaha, bila Pemerintah tidak fokus untuk memberantas Korupsi di Indonesia,  maka jangan heran bila pada tahun 2020 Indonesia menjadi negara yang terlemah ekonomi dan politiknya di Asia dan Dunia.
Saat ini mutasi besar-besaran terus dilakukan baik di jajaran Polri sampai pada institusi penegak hukum lainnya, yang disayangkan, tanya Thaha, kasus penembakan yang terjadi di Timika beberapa waktu lalu yang oleh aparat keamanan disimpulkan pelakunya adalah TPN/OPM pimpinan Kelly Kwalik, hingga puluhan warga sipil harus ditangkap. “Kapolda Papua sudah diganti, mungkin tak lama lagi Pangdam akan di ganti, terus kasus Timika siapa yang harus bertanggung jawab,” tanya Thaha
“Masyarakat dituduh dan ditangkap, tapi kok dalam pemeriksaan tidak terbukti, sekarang mereka itu sudah bebas, lantas siapa yang buat aksi di sana,” sambunya.
Oleh karena itu, Thaha mengharapkan, Pemuda Papua yang sedang melakukan dialog nasional agar dapat merekomendasikan sesuatu yang memang penting dan baik serta dapat menjawab setidaknya keinginan rakyat Papua. (hen)

Gubernur dan DPRP Tak Hadir, Pemuda Kecewa

JAYAPURA-Ketidakhadiran Gubernur Papua Barnabas Suebu,SH dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) untuk memberikan materi dalam Dialog Nasional Pemuda Papua di Gedung Olahraga (GOR) Cenderawasih Jayapura, Rabu (2/12) kemarin, membuat kecewa para pemuda Papua peserta dialog tersebut.
"Ketidakhadiran gubernur dalam Dialog Nasional Pemuda Papua ini dipertanyakan oleh forum. Termasuk Ketua DPRP juga tidak hadir," kata Ketua DPD KNPI Papua, M Rifai Darus kepada Cenderawasih Pos, kemarin.
Atas ketidakhadiran gubernur dan ketua DPRP itu, kata Rifai, diperkirakan akan masuk dalam rekomendasi yang dihasilkan dalam dialog nasional Pemuda Papua. "Saya kira ini merupakan para elit yang sebenarnya mempunyai struktur yang jelas, bukan hanya pada mereka sendiri, bisa saja diperintahkan kepada wakil gubernur, sekda atau asisten atau kepala bidang yang di bawah. Atau wakil ketua DPR atau ketua-ketua komisi. Saya lihat begitu. Itu sudah menjadi analisa bagi teman-teman dalam forum dialog," jelasnya.
Di samping itu, lanjut Rifai, nantinya dari Dialog Nasional Pemuda Papua itu, akan ada keputusan politik yang akan diambil terutama yang berhubungan dengan politik.
Dikatakan, ketidakseriusan pimpinan daerah tersebut membuat komunikasi bisa terputus, apalagi pada saat konsep-konsep sudah digulirkan kepada masyarakat dan saat ini pemuda siap memback up-nya dan mau melakukan dialog untuk mengambil langkah-langkah konkret yang akan dilakukan, namun akhirnya terputus.
Meski demikian, para Pemuda Papua tetap tenang dan akan dilihat sebagai masukan yang akan dilakukan dalam pembahasan forum untuk mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi.
Hanya saja, ketidakhadiran dari DPRP sangat disayangkan. "Yang paling lucu adalah apa yang dikatakan dari DPRP. Staff panitia sudah menghadap kepada DPRP bertemu dengan sekpri Ketua DPRP. Apa yang disampaikan oleh Ketua DPRP sangat mengecewakan dimana Ketua DPRP tidak punya waktu untuk mengisi materi dalam dialog ini. Itu sangat mengecewakan, mestinya harus datang, beliau terpilih kembali karena suara pemuda Papua banyak di sini. Paling tidak ditugaskan kepada yang lain. Sampai saat ini tidak ada penugasan yang diterima, panitia sudah kontak terus, saya kira retorika birokrasi yang panjang dan menyulitkan lagi dan tidak boleh terjadi lagi. Ada hal-hal yang bisa dipotong. Papua tidak akan maju jika begitu terus," paparnya.
Sudah tiga hari Dialog Nasional Pemuda Papua berlangsung. Namun semangat pemuda Papua untuk melakukan perubahan terlihat antusias dalam melakukan Dialog Nasional Pemuda Papua tersebut. Tinggal pemerintah atau pengambil kebijakan untuk menfasilitasi dan memberikan ruang yang besar kepada komponen pemuda.
“Namun jika pemerintah, kepala daerah, kepolisian, kejaksaan dan semuanya diam serta menganggap kegiatan dialog hanya sebagai seremonial belaka, tentu tidak akan berjalan,” ujarnya.
"Semangat itu yang kami tangkap dalam 3 hari dialog nasional pemuda Papua ini. Itu sangat penting sebagai agent of change. Itu tergantung daripada apa peran serta dan fasilitas yang disiapkan oleh pemerintah. Pemerintah harus memberikan ruang yang lebih besar kepada pemuda untuk melakukan perubahan. Kalau toh ada pemuda yang kritis, itu hal yang wajar karena untuk saling mengingatkan," katanya.
Selama tiga hari dialog, diakui Rifai, semua isu dibahas, sehingga sudah terbentuk 11 isu menonjol diantaranya masalah ekonomi, sosial budaya, politik, hukum dan HAM, masalah pendidikan dan IT, yang kini sudah terbagi dalam 11 group fokus diskusi yang akan dilakukan mulai Rabu sore sampai 4 Desember 2009, sehingga sudah ada keputusan yang akan diambil.
Dijelaskan, soal rekomendasi yang dihasilkan dalam dialog nasional tersebut sudah ada gambaran. Rekomendasi itu bukan saja akan diserahkan, tetapi akan ada pengawalan-pengawalan oleh kelompok pemuda, mahasiswa, OKP dan KNPI daerah.
Ditanya soal Otsus yang terus menjadi fokus pertanyaan dialog ini? Rifai mengakui tidak hanya itu saja, tetapi Otsus ini merupakan sebuah kerangka dan harus diimplementasikan lagi dan dari dialog ini. Implementasi Otsus ini harus terus berjalan, artinya pemuda melihat Otsus ini apakah dikembalikan, direvisi atau direkonstruksi dan lainnya.
"Itu tergantung dari hasil rekomendasi besok dan kami lihat KNPI tidak ada desain-desain soal itu, tetapi para pemuda sendiri," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Majelis Rakyat Papua, Ir. Frans Wospakrik,M.Sc usai memberikan materi, ketika ditanya soal masih adanya tuntutan terhadap Pepera oleh sebagian masyarakat di Papua mengatakan, hal tersebut merupakan bagian dari demokrasi dalam masyarakat.
"Jadi sebenarnya sangat penting itu, kita jaga supaya semua itu dibicarakan dalam koridor Negara demokrasi di dalam Negara kita. Itupun juga menjadi catatan bagi kita bagaimana untuk bekerja keras mengatasi masalah-masalah kehidupan masyarakat di sini supaya dengan suasana kehidupan yang lebih baik, orang tahu hak-haknya dihargai, ia juga diberikan kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya. Inilah yang diinginkan yakni kehidupan demokrasi di dalam Negara," katanya.
Yang jelas, Wospakrik tidak ingin membuat pro kontra dan lainnya, namun ia mengatakan bahwa untuk perjuangan dalam mengatasi masalah tersebut, melalui Undang-Undang Otonomi Khusus No 21 Tahun 2001, semua pihak pusat, daerah dan siapapun yang datang ke Papua.
Soal otonomi khusus ada usulan untuk direkontruksi atau direvisi? Wospakrik mengatakan bahwa itu baru wacana yang berkembang, namun akan dilihat solusi yang terbaik. "Yang penting itu adalah supaya komitmen nasional tentang otsus sebagai jalan keluar kita di dalam mengatasi konflik-konflik yang ada kita wujudkan dengan baik. Silahkan itu, nanti akan berkembang dan akan menemukan model yang tepat, saya tidak mau jawab ini yang baik," katanya.
Apakah Otsus ini diperlukan Perdasi dan Perdasusnya? Wospakrik justru meminta agar Perdasi dan Perdasus tersebut diikuti perkembangannya, karena setahu dirinya sudah ada perdasi dan perdasus yang telah ditetapkan di DPRP dan diserahkan kepada gubernur, sekarang tinggal prosesnya dilakukan dan mendorong pelaksanaanya.
"Itu perlu transparansi Perdasi dan Perdasus itu, sehingga diperlukan sosialisasi agar semua orang tahu, karena merupakan rambu-rambu apakah amanat Undang-Undang Otsus itu dilaksanakan atau tidak. Selama ini sepertinya rambu-rambu itu kan belum ada. Saya harus katakan proses legislasi dari eksekutif, legislatif ke MRP untuk memberikan pertimbangan sudah ada. Namun saya lupa Perdasus yang mana dan yang saya tahu Perdasus tentang hak atas tanah masyarakat adat, Perdasus tentang pengelolaan hutan berkelanjutan di Papua, Perdasus tentang pemberdayaan ekonomi masyarakat adat dan pemberdayaan intelektual masyarakat adat," jelasnya.
Wospakrik menambahkan bahwa pemuda Papua bisa berperan untuk mengawal adanya Perdasi dan Perdasus tersebut. Ia menyambut positif adanya kesepakatan dengan gubernur jika pemuda akan membuat Perdasi tentang respek, sehingga hal tersebut merupakan kemajuan bagi para pemuda-pemuda Papua. (bat/fud)

13 Pelaku Perayaan Papua Merdeka Dilepas


DPRP: Polisi Jangan Asal Tangkap


JAYAPURA-Tampaknya aparat kepolisian masih melunak terhadap pengunjuk rasa peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Papua Barat. Ini dibuktikan dengan dibebaskannya 13 dari 14 pengunjukrasa, di Samping Show Room Toyota, Polimak, Distrik Jayapura Selatan,Selasa (1/12).
Sedangkan seorang pengunjukrasa atas nama Markus Yenu (36), ditetapkan sebagai tersangka. Markus Yenu adalah  Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Papua yang sejak 9 Oktober lalu melarikan diri dari Lembaga Pemasyarakatan Manokwari, lantaran terbukti melakukan tindakan makar.
Hal ini diungkapkan Kapolda Papua Brigjen Pol Drs Bekto Suprapto MSi kapada Bintang Papua usai menghadiri upacara serahterima jabatan Karo Ops dan Direktur Reskrim Polda Papua di Aula Rastra Samara Mapolda Papua, Jayapura,Rabu (2/12).
 Dikatakan ke-13 pengunjukrasa itu dibebaskan Rabu (2/12) sekitar pukul 10.00 WIT setelah sebelumnya diamankan di Ruang Reskrim Polresta Jayapura.
  “Kami bebaskan mereka dan tetap kedepankan pembinaan dan persuasif dengan syarat mereka tak mengulangi lagi hal yang sama. Kalau mereka mengulangi lagi maka kami sudah punya cukup bukti, termasuk barang bukti yang disita untuk kirim ke Pengadilan,” ujar Kapolda.
  Sedangkan tersangka  Markus Yenu adalah salah satu dari 11 DPO Polda Papua bekaitan tindakan makar yang dilakukan selama ini.”Tersangka Markus Yenu tetap kami proses sebagai tersangka makar,” ujar Kapolda.    
  Menurut Kapolda, tersangka Markus Yenu mengaku ia adalah seorang Napi pelarian dari Lembaga Pemasyarakatan Manokwari.  Ia juga mengaku bersama teman temannya dari pelbagai wilayah di Papua dan Papua Barat telah merencanakan melakukan huru hara atau kekacauan agar situasi di Papua chaos.  
 Kapolda juga membenarkan kalau pihaknya telah menangkap  dan menetapkan seorang pengibar Bendera Bintang Kejora berukuran 80 Cm X 40 Cm  untuk memperingati Hari Kemerdekaan Bangsa Papua Barat, Selasa (1/12) di Kabupaten Biak Numfor bernama Septinus Rumere, salah satu mantan TPN/OPM wilayah Biak.
  Septinus yang mengaku berpangkat Kapten di Jajaran TPN/OPM wilayah Biak itu merupakan mantan anak buah Panglima TPN/OPM wilayah Biak Numfor bernama Melkias Awom (alm).  Bendera yang dilarang Pemerintah Republik Indoenesia dikibarkan di depan rumahnya di Desa Orwe, Distrik Biak Timur sekitar pukul 07.00 WIT. Bendera tersebut diturunkan  dua jam kemudian setelah  dilihat oleh patroli polisi.
 Sementara itu, dari pihak DPRP  mengatakan, sangat menghormati  dan mendukung aparat keamanan yang melakukan pengamanan dalam perayaan 1 Desember tersebut, namun pendekatan atau cara yang dilakukan aparat dengan melakukan penangkapan dirasa kurang pas.
  Hal ini diungkapkan  Melkias Yeke Gombo, anggota Fraksi Demokrat kepada Bintang Papua, di Jayapura, Selasa (2/12) menanggapi adanya sejumlah warga yang ditangkap karena melakukan unjuk rasa.
  Aparat  keamanan, kata Melkias dalam menyikapi aksi perayaan kemarin (1 Desember), seharusnya menggunakan pendekatan persuatif. Sebab, tindakan yang dilakukan aparat dengan menangkap dan mengangkut ke mobil, bukan cara- cara yang baik dan patut dilakukan. Menurut Melkias tindakan aparat yang menangkap dan mengangku penjuk rasa ke mobil polisi merupakan cara kekerasan terhadap rakyat sipil. Lain halnya, jika pada aksi itu ada perlawanan dari masyarakat, maka wajar bila aparat mengambil sikap.”Kenyataan kemarin, masyarakat tidak melakukan perlawanan,”jelasnya.
 Menurut Melkias cara kekerasan yang dipakai aparat sangat tidak relefan dengan prinsip pemolisian masyarakat. Untuk itu atas nama  DRPP meminta agar Kapolda Papua segera membebaskan  sejumlah pelaku aksi yang ditahan sementara  di Polresta Jayapura.
  Senada dengan itu,  Ketua Fraksi Pikiran Rakyat  Permenas Mandenas secara terpisah, menyatakan penangkapan yang dilakukan aparat terhadap rakyat sipil dalam mengekspresikan  perayaan 1 Desember, merupakan suatu tindakan yang tidak benar dan tidak profesional. Ia melihat tindakan itu  telah mengarah pada arogansi aparat terhadap masyarakat, sebab aparat Kepolisian adalah pengayom dan pelindung yang diharapkan dapat memberikan pengayoman dan perlindungan ke masyarakat, sehingga tidak keluar dari koridor dan semangat  serta fungsi kepolisian daerah.
 Dijelaskan, kasus –kasus dalam masyarakat yang sering djumpai aparat Kepolisian yang bersinggungan langsung dengan aksi –aksi masyarakat, hendaknya dapat dipilah , antara kasus kriminal, kasus makar dan pidana atau perdata.
 Proses melihat masalah, mencermati atau mengamati, mutlak dilakukan aparat dalam melakukan penanganan terhadap aksi –aksi yang kerab terjadi di masyarakat. Cara persuatif hendaklah dipakai aparat dalam menyelesaikan suatu masalah di masyarakat dengan demikian kesalahpahaman bisa diminimalisir, dan  penting bahwa aparat entah Kapolres atau Kapolda yang bertugas di Papua paham akan budaya orang Papua, hingga tidak salah dalam tindakan.
 Sehubungan dengan itu, Permenas Mendenas menghimbau kepada aparat khususnya Kapolda Papua agar tidak asal tangkap dalam menyikapi aksi –aksi beraroma ekspresi, semisal perayaan kemerdekaan pada 1 Desember yang sudah umum terjadi di Papua. (mdc/ven)

1 Des 2009

Rayakan Papua Merdeka 20 Orang Ditangkap


Di Ekspo Waena Polisi - Pengujuk Rasa Sempat Tegang


JAYAPURA-Meskipun Kepolisian Resor Kota (Polresta) Jayapura sudah memberlakukan status siaga satu, namun sekitar 1.000 orang tetap berkumpul dan melakukan demontrasi, serta ibadah perayaan syukuran di Aula STT GKI Abepura.  Sementara massa yang lain memplokir pintu kampus Uncen Atas, bahkan 500-an orang melakukan unjuk rasa di Jalan Raya Sentani, tepatnya di depan Terminal Expo Waena.
Sempat terjadi insiden kecil, selain terjadi saling adut mulut, juga saling lempar melempar tangan, mengakibatkan massa mengamuk dan melampiaskan emosi itu ke polisi yang sedang berjaga-jaga di pintu masuk Gabupara Ekspo Waena. Bahkan  di pintu gerbang gedung Kesenian Jayapura, puluhan massa yang hendak merayakan 1 Desember, akhirnya dibubarkan paksa aparat kepolisian, karena belum mengantongi surat pemberitahuan dari Polda Papua.
Kapolsek Abepura AKP Yavet Karafir yang turun bersama Satu SSK Dalmas Polresta Jayapura ke tempat aksi langsung meminta massa agar segera membubarkan diri selain meminta massa untuk membubarkan diri polisi juga berhasil mengamankan 7 (tujuh) orang yang diduga sebagai provokator pada aksi tersebut.
“Saya meminta kepada saudara-saudara dan adik-adik untuk bubar dari sini karena aksi ini tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu,” tegas Kapolsek yang sempat mendapat perlawanan masa.
 Kapolsek yang juga sempat terlibat dialog dengan massa tidak dapat menahan keinginan massa, massa yang hendak melakukan aksi lalu menerobos blokade polisi dan hendak melanjutk aksinya.
 “Teman-teman kita keluar dari wilayah hukum Polsek Abepura” teriak salah satu pendemo yang juga sekaligus mengarahkan massa pendemo untuk menuju kediaman alm Theys H Eluay di Sentani Jayapura, guna mengikuti ibadah perayaan 1 Desember.
 Selain membubarkan serta mengamankan tujuh orang di Ekspo Waena, polisi juga berhasil menangkap 13 orang pendemo di putaran Toyota Polimak Jayapura, serta mengamankan sejumlah barang bukti, berupa spanduk-spanduk bergambarkan bendera bintang Kejora dan beberapa alat musik tradisional yang digunakan untuk berdemo.
  Dari informasi yang dihimpun Bintang Papua, menyebutkan untuk membubarkan kerumunan masa pendemo di putaran Polimak Jayapura, polisi mengeluarkan tembakan senjata api sebanyak 5 kali.
   Sementara Presiden Nasional Kongres Internasional (PNKI) Terianus Yoku mengatakan, peringatan hari kemerdekaan itu telah dinyatakan pada 1 Desember 1961. Kemerdekaan ini merupakan  hak rakyat Papua yang telah ada sejak pengakuan pemerintahan Belanda
yang menjanjikan kemerdekaan itu.
  Kemerdekaan ini, lanjutnya, seharusnya pula menjadi kesadaran bagi bangsa Indonesia.. "Hari ini merupakan hari yang ditunggu-tunggu, karena tak ada sedikit pun pengakuan pemerintah Indonesia kepada bangsa Papua. Jadi hari ini kami menuntut kepada pemerintah Indonesia untuk meninjau kembali keberadaan bangsa Papua di mata internasional," katanya.
  Dia pun menyayangkan sikap aparat keamanan yang selalu mengawasi gerak-gerik rakyat Papua, dengan jelas-jelas mengancam. Mereka juga dalam orasi politiknya meminta pemerintah Indonesia menyadari bahwa Papua ingin lepas dari negara kesatuan Republik Indonesia. Orasi itu disambut yel-yel merdeka dari massa yang duduk di jalanan itu..”Kegiatan 1 Desember, ini tidak ada maksud muatan apapun di dalamnya. Ini hanya merupakan kegiatan spontanitas yang dilakukan serentak oleh rakyat papua,” katanya. 
 Sementara itu dari Kota Jayapura dilaporkan, aksi demo yang sebelumnya direncanakan di Taman Imbi Jayapura, ternyata diurungkan. Perayaan
Malah ditemukan di Samping Showroom Toyota Polimak, Distrik Jayapura Selatan, Selasa (1/12) sekitar pukul 08.30 WIT.  Dari aksi perayaan
Papua mederdeka  yang dilakukan sekelompok warga itu, 13 orang diamankan polisi, dua diantaranya Napi makar yang melarikan diri dari LP Manokwari  sejak 9 Oktober 2009 lalu masing masing, Markus Yenu  dan Piter Hiowati. 
Saat didapati aparat sekelompok warga tengah me lakukan orasi sambil membentangkan sejumlah spanduk dan pamflet dan lain lain.  Karena tidak punya ijin,  polisi akhirnya mendesak agar  massa membubarkan diri. Namun, massa menolak dengan dalil semua warga negara dapat menyampaikan pendapat secara bebas di tempat terbuka. Sempat menimbulkan aksi  keributan antara massa dan aparat. Akhirnya aparat memaksa dan menarik massa segera menaiki kendaraan polisi dan secara perlahan massa digiring menuju Mapolresta Jayapura untuk menjalani pemeriksaan.
  Selain itu, aparat polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti,  masing masing 3 buah Tifa (alat musik tradisional Papua), 2 unit microfon, 1 buah spanduk bergambar  Bendera Bintang Kejora pada bagian tengah bawah bertuliskan West Papua Demanos International Mediation for Dialog with  Indonesia, 1 lembar spanduk bergambar bendera Bintang Kejora pada bagian ujung kiri/kanan bertuliskan WPNA mendesak bebaskan Tapol/Napol Papua diseluruh penjara Papua.
 8 lembar pamflet masing masing bertuliskan RI, PBB, Belanda, Amerika Serikat sudah salah dalam perjanjian News York Agrement, WPNA menolak penambahan pasukan militer Indonesia ke Papua, Kami rakyat Papua minta dialog internasional, bukan dialog nasional, WPNA menolak penambahan Kodam di Ta nah Papua, Melanesia Yes, No Melayu, Merah Putih Daun Bintang Kejora Ko Boleh, Merdeka  tuh harga mati, Kami bangsa Papua sudah siap merdeka, I Wanna Free from colonial Haw, SBY jangan tahan orang Papua pu kemerdekaan kembalikan sudah, Pepera 1969 cacat hukum referendum saksi damai, Kembalikan Papua k PBB sesuai dengan resolusi PBB No 2504 butir 2.  1 buah Noken berisi lonceng tangan, korek api gas, 1 buah tas kulit jinjing coklat berisi 2 buku Al Kitab, 2 buku agenda dan 1 buku tabung dan kaca mata, 2 lembar dokumen berisi penolakan pemuda Papua Barat ke West Nugini dari NKRI seruan aksi damai rakyat Papua, 1 unit handycamp, 1 buah tongkat kayu bermotif buaya. 
Saat diamankan di ruang tahanan Mapolresta Jayapura,  penanggungjawab demo Terianus Yoku yang mengaku  dari pemerintahan transisi The WPNA  kepada Bintang Papua menegaskan, ia dan rekan rekannya dari WPNA menggelar aksi damai untuk memperingati  48 tahun integrasi di Tanah Papua. Menurutnya, pihaknya sangat  memahami aturan hukum dan HAM untuk melakukan kegiatan unjukrasa secara damai tanpa kekerasan. Untuk itu, lanjut Terianus mereka berkewajiban memperingati hari nasional bangsa Papua. “Kami sangat bangga sudah ditangkap polisi, tapi aksi yang dilakukan telah tersebar di seluruh dunia.
 Berdasarkan pantauan Bintang Papua, 11 orang pelaku dan 2 Napi pelarian dari LP Manokwari yang terlibat kasus makar mendapat pengawalan khusus dari anggota Brimobda Polda Sulawesi Utara. Dari halaman Mapolresta mereka digiring menuju ruang Reskrim Polresta Jayapura untuk menjalani pemeriksaan secara marathon dari pukul 09.00 WIT hingga 18.00 WIT.
 Kapolda Papua Brigjen Polisi Drs Bekto Suprapto MSi yang dikonfirmasi Bintang Papua usai menghadiri  Dialog Nasional Pemuda Papua di GOR Cenderawasih, Selasa (1/12) membenarkan pihaknya telah mengamankan 13 orang pelaku kegiatan unjukrasa di  Samping Showroom Toyota Polimak di Mapolresta Jayapura.  Menurutnya,  mereka melanggar hukum karena berunjukrasa tak sesuai UU dan tak memberitahukan kepada aparat polisi serta warga merasa terganggu dengan kegiatan tersebut.  Walaupun kegiatan menyampaikan pendapat merupakan hak asasi manusia, tapi mereka harus mendapat perlindungan dan pengawalan dari polisi.
“Mereka diminta bubar  tak mau dan atas nama UU akhirnya ditangkap. Ditangkap bukan karena unjukrasa tapi  karena mereka disuruh bubar sampai berkali kali tak mau itu diatur dalam pasal 216 dan 218 KUHP,” ujar Kapolda. 
 Perihal 2 Napi pelarian dari LP Manokwari  yang bersama 11 pelaku lainnya yang kini diamankan di Mapolresta Jayapura, Kapolda menuturkan, 2 Napi pelarian dari LP Manokwari masuk dalam 11 orang DPO Polda Papuan akibat kasus makar. 2 Napi ini melarikan diri dari LP Manokwari sejak 9 Oktober lalu.  “Ngapain lari dari LP Manokwari  lalu beriorasi disini ada apa,” tukas Kapolda.  Kapolda tak dapat menyembunyikan kegembiraannya lantaran pada 1 Desember seluruh wilayah Papua dalam keadaan aman dan kondusif tanpa pengibaran bendera Bintang Kejora. Hal ini juga merupakan dukungan dari seluruh elemen masyarakat agar Papua damai dan tenteram.  “Kalau Papua aman dan tenteram maka  separatisme akan hilang dengan sendirinya,” tutur Kapolda. 
  Sementara itu, Wakil Direktur Reskrim Polda Papua AKBP Ade Sutiana yang ditanya Bintang Papua saat menggelar  pemeriksaan terhadap 13 pelaku unjukrasa menyatakan, penanggungjawab unjukrasa sebelumnya meminta izin menggelar aksi  peringatan hari nasional bangsa Papua pada 1 Desember di Ruko depan Kantor Pos Abepura, tapi mereka melakukan kegiatan tersebut di di Samping Showroom Toyota Polimak. Selain itu, tambah Ade Sutiana, dalam izin tersebut juga disertai larangan membawa symbol symbol yang bertentangan dengan negara atau simbol simbol separatis yang melanggar Peraturan Pementah No 77.  Menurut Ade Sutiana,  pengunjukrasa dikenakan pasal 216 dan 218 KUHP karena tak mengindahkan perintah petugas saat dibubarkan. Sedangkan 2 Napi pelarian dari LP Manokwari melanggar pasal 426 KUHP karena melarikan diri saat menjalankan hukuman di Lembaga Pemasyarakatan dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.  (cr-4/ery/mdc)

30 Nov 2009

Hari ini, Massa Demo di Imbi

Di STT GKI IS Kijne, Peluncuran Buku Pepera   


JAYAPURA- Momen tanggal 1 Desember hari ini yang disebut-sebut sebagai Puncak peringatan hari Kemerdekaan Bangsa Papua Barat ke-48, akan ditandai aksi demo damai Oleh kelompok yang tergabung dalam Aksi Nasional Rakyat Papua (ANRP). Aksi demo tersebut akan dipusatkan di Taman Imbi Jayapura pukul 09.00 WIT, dan rencananya diikuti 500-- 1000 massa.
Panitia Dialog Publik Kontroversi PEPERA 1969, Warius Warpo Weitipo, mengatakan aksi demi ini akan dipimpin Tery Yoku, dengan melakukan long march dari Kantor Pos Abepura hingga Taman Imbi  di Jayapura. Aksi Demo akan diisi orasi –orasi Politik yang dibawakan Penanggung Jawab Demo, Tery Yoku. Aksi Demo  rakyat Papua yang akan digelar hari ini, bersamaan dengan Perayaan Syukur  Hari Kemerdekaan Bangsa Papua Barat yang dimotori KNPB bertempat di Gedung Serba Guna STT GKI I.S. Kijne Abepura.
Dua kegiatan  dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Papua Barat dalam bentuk Ibadah yang dimotori KNPB dengan ketua Panitia Warius Warpo Weitipo itu akan diisi peluncuran Buku PEPERA, terjemahan Bahasa Inggris yang ditulis Prof. Droglever, yang akan segera diluncurkan di Parlemen Inggris.
Penyambutan peluncuran Buku akan disambut dengan ibadah Syukur dan pembukaan pendaftaran IPWP atau International Parlemen for  West Papua dan ILWP (International Lawyer for West Papua) yang didorong oleh Beni Wenda dkk, maka KNPB sebagai media dalam negeri menjadi penanggung jawab acara ini yang dimulai pukul 08.00 WIT.
Menurut Ketua Panitia Penyelenggara Kegiatan, Warius Warpo Weitipo, kegiatan peringatan hari Kemerdekaan Bangsa Papua Barat  adalah suatu rentetan kegiatan International yang telah disusun dan diberikan kepada Tuan Beni Wenda, sebagai penanggung jawab.  Untuk dalam negeri kegiatan akan ditangani Langsung Oleh Ketua  Umum KNPB, Buctar Tabuni  
Kedua kegiatan yang bernuansa peringatan Kemerdekaan Papua di Jayapura, dihimbau lepada semua elemen masyarakat di Papua untuk merayakannya dengan Ibadah di tempat ibadah masing –masing, dan himbauan yang sama ditujukan juga kepada organisasi atau elemen perjuangan Papua Barat lainya untuk tidak melakukan aksi tandingan, untuk mengantisipasi berbagai aksi propaganda yang sekiranya akan dilakukan oknum ketiga dengan penyusupan atau berbagai bentuk aksi propaganda yang bisa menimbulkan perpecahan dalam elemen perjuangan Bangsa Papua Barat. Sehubungan dengan seruan dalam rangka 1 Desember, dihimbau juga kepada pimpinan Gereja masing –masing jemaat untuk tidak menutup pintu gereja bagi masyarakat yang mau beribadah dalam rangka syukuran Hari Kemerdekaan Bangsa Papua Barat.
Dalam keterangannya kepada Bintang Papua, KNPB menyatakan bahwa moment 1 Desember tidak akan diperingati Bangsa Papua di dalam negeri saja, melainkan juga oleh mereka yang telah tercerai berai di segala penjuru Dunia.
Seperti halnya di Eropa,IPWP dan ILWP akan didaftarkan ke Parlemen Uni Eropa, sementara di Pasifik, beberapa Negara akan melakukan aksi yang sama terutama di Australia dan Selandia Baru pada 1 Desember ini.
Dari informasi yang diberikan ke Bintang Papua, aksi 1 Desember ini mendapat dukungan dari salah seorang anggota Parlemen Selandia Baru Chaterina Delahunty MP yang notabene diketahui sebagai anggota IPWP.
Masih dalam peringatan moment 1 Desember 2009, dihimbau kepada semua rakyat Papua untuk menghenrikan semua aktifitas pada perayaan Kemerdekaan Bangsa Papua pagi ini. Terpenting lagi, dihimbau untuk tidak mengibarkan Bendera Bintang Kejora, karena Bendera Bintang Kejora adalah lambang Negara dan bendera Pusaka Bangsa Papua, sehingga tidak dengan seenaknya dinaikkan lalu diturunkan.
Ia juga minghimbau kepada pihak aparat keamanan untuk tidak mengganggu aktifitas masyarakat pada perayaan hari ini, karena kegiatan yang dilakukan adalah hak rakyat untuk berekspresi dan mengeluarkan pendapat di muka umum yang semuanya dimungkinkan dengan Undang –undang No. 9 Thn 1998 dan Pembukaan UUD 1945 alinea I. (ven)

29 Nov 2009

Bucthar Masih Kesakitan


Tak Bisa Makan Akibat Dianiaya


JAYAPURA- Kondisi kesehatan Buchtar Tabuni ( napi makar) , pasca pengeroyokan di dalam LP Abepura, kini masih terganggu. Hal itu sebagaimana diungkapkan di Lapas Abepura pada saat konfrensi Pers Sabtu ( 28/11/09) di halaman Lapas Abepura, Buchtar mengakui akibat dianiaya itu, sekujur tubunya dalam keadaan sakit,  dimana luka di bagian dalam dan  kepala bengkak. Bahkan akibat luka dalam itu ia   mengatakan sampai sekarang ini tidak bisa makan.
"Sebab di  bagian dalam mulut saya sangat sakit ada luka – luka kalau mengunnya makanan tidak bisa, karena makanan menempel di dalam, sehingga saya takut makan, dan setelah kejadian memang saya sempat pingsang dan tidak sadarkan diri,”jelasnya polos.
Ia juga mengatakan, tidak bisa minum obat, karena tidak makan nasi, karena memang tidak ada makanan.  “ Dan juga saya dikunci dan sampai saat ini belum melakukan visum dan kontrol oleh pihak Lapas,”tambahnya.
 Bucthar Tabuni (BT)  menjelaskan kronologis pristiwanya sampai dikeroyok oleh oknum yang diduga TNI/POLRI ( Napi ) yang dititip di Lapas Abepura. Inilah penuturan Buchtar yang dimuat utuh Bintang Papua.
 “Awal kejadian yaitu oknum yang diduga TNI ( Napi ) dia masuk ke Lapas. Setelah masuk dia kasi tahu sama adik satu katanya, Mana itu yang namanya BT? Jadi waktu itu saya juga sangat tersinggung dan saya suru beberapa adik – adik untuk menanyakan kepada dia, apa maksudanya,”ceritra Buchtar.
 Dari situ dirinya sudah mulai ada rasa curiga, sebab ada beberapa oknum yang diduga anggota TNI ( Napi ) yang masuk lagi di dalam Lapas Abepura.
BT juga menambhakan ,”awalnya kami tidak ada air setelah itu kami mengeluh kepada aparat Lapas, sehingga masalah air dapat teratasi,”tabahnya.
“Setelah kami semua sudah masuk kedalam blok, kami masing – masing dan dikunci,  selanjutnya kelompok oknum yang diduga anggota TNI/Polri ( Napi ) pergi dan berkumpul di lapangan yang berada di dalam Lapas,  setelah pertemuan
mereka kembali ke Blok saya dan mengatakan kepada saya bahwa ini adalah pemindahaan kamar, sehingga kamu ( BT ) harus keluar dari sini.
Saya ( BT ) sagat heran, lalu saya katakan kepada mereka bahwa kalian ini kan bukan petugas  dan ini juga kan sudah malam, jadi yang berhak memindahkan saya adalah petugas, karena kesal saya langsung banting pintu keras – keras, sehingga mereka gembok pintu tersebut dari luar.
Setelah itu salah satu oknum yang diduga anggota TNI ( Napi ) berkata kepada saya, BT ko jangan macam – macam  kami ada pantau kamu di sini.
Dan saya mulai mengigat beberapa kalimat yang dari awal orang masuk terus tanya keberadaan saya. Oleh sebab itu saya emosi dan dengan spontanitas saya langsung mengeluarkan kata – kata yang kurang enak.
Akibat dari kata – kata tersebut  dia (oknum yang diduga anggota TNI  Napi)  langsung buka gembok pintu saya dan tarik saya keluar, selanjutnya mereka mengeroyok saya rame – rame, untung ada Haris  amankan saya, tapi setelah Haris amankan saya mereka tak berhenti disitu, mereka sangat bernafsu membunuh saya pada saat itu juga.
BT juga mempertanyakan ,”dari rentetan peristiwa tersebut menjadi pertanyaan kepada saya adalah ke napa petugas Lapas Abepura memberikan kunci kepada mereka dengan leluasa melakukan peristiwa tersebut, dan masa ada petugas Lapas Abepura yang mabuk ini kan sama dengan kecolongan ataukah ini memang segaja di atur sedemikian rupa,”tanya BT dengan heran.
Sedangkan Kalapas Abepura, Anthonius M Ayorbaba,SH.Msi didampingi beberapa pejabat Lapas Abepura menjelaskan,” setelah kejadian malam itu Kamis ( 26/11/09)  sebagai Kalapas dirinya tiba di Lapas   jam setegah delapan malam. Langkah yang dilakukan
memanggil semua tampi keamanan untuk melakukan briefing. Selain itu  juga mengecek peristiwa yang sesungguhnya terjadi. “Setelah pertemuan dengan para tamping langsung saya menuju ke kamar BT bersama dengan kepala seksi bimbingan Napi dan anak didik kami duduk bersama – sama dengan BT,”katanya.
Kemudian ia menyuruh petugas memanggil  mantri bernama Meky  untuk melakukan perawatan terhadap BT.
Kalapas dalam pembicaraan dengan BT telah berjanji untuk mengusut masalah ini dengan tuntas.”Berikanlah kepercayaan kepada saya sebagai Kalapas karena yang namanya pelanggaran disiplin di dalam Lapas,  bentuk penanganannya harus di tempu dengan pembuatan kronologis masalah  dengan mem BAP siapa – siapa yang terlibat.  Dalam masalah tersebut baru akan di putuskan langkah – langkah berdasarkan jenis hukuman yang akan dipertibangkan.” Setelah saya bertemu dengan BT saya langsung ke Blok Tapol Sebby Sembom Cs untuk menyampaiakan hal yang sama dan sekaligus menanyakan kepada Seby, sebab beberapa sms yang masuk kepada saya  di bawanya mengirim nama Sebby Sebom sebagai pengirimnya,”lanjutnya.
Dan Sebby juga mengakui akan sms yan beredar di tenggah – masyarakat dan juga terkait dengan memobilisasi massa untuk datang ke Lapas adalah dari saya.
Kalapas juga sangat menyesali akan di langgarnya komitment bersama yang di buat bersama – sama dengan Sebby cs
Kalapas juga menambahkan bahwa tahanan Oknum yang di duga adalah TNI/Polri ( NAPI ) bukan TNI/POLRI aktif yang segeja dititipkan di Lapas sebagai warga binaan.
Oleh sebab itu untuk penaganan akan masalah ini pihaknya sudah koordinasi dengan koordinator pengacara BT Cs Piter ELL SH untuk di lakukan secara adat saja  melalui pendekatan budaya.
Dimana ada 4 langkah yang sudah disepakati bersama yaitu yang pertama mereka yang statusnya Napi TNI/POLRI  yang berada sudah di tarik sejak kemarin. Dan menempatkan mereka di rumah tahan militer di waena. Kedua BT Cs  telah berjanji lewat lobi yang di lakukan oleh penasihat Hukum mereka bhawa seluruh kerusakan yang terjadi di kantor Lapas akan di selesaiakn dalam bentuk Adat orang Papua. Ketiga adalah dalam rangka pelaksanaan KKR tanggal 1 Desember jam tiga sore oleh Pdt Gilbert Lumeidong STh BT Cs harus menjaga Kamtibmas di Lapas.
Dan yang terkhir adalah akan ada penyelesaian lebih lanjut yang akan di fasilitasi Komnas Ham Perwakilan Papua ,Koordinator Pengacara BT Cs Kalapas, Kapolsek,Okmil dan Danpom  untuk mendudukan tiga pelaku NAPI yang diduga anggota TNI dan satu Anggota Napi Kepolisian bersama – sama dengan BT Cs untuk meyelesaiakan masalah tersebut, serta perlu diketahui bhawa untuk menjaga Kamtibmas di Lapas Abepura maka Satu Kompi Brimob Polda Papua di tempatkan di LP.
Sementara usai konfrensi Pers  Sabtu (28/11) BT meminta kepada kakanwil Hukum dan Ham Provinsi Papua agar segera memecat Kalapas Abepura  dan beberapa stafnya, sebab diduga ada indikasi kerja sama oleh TNI/POLRI  melakukan aksi intelejen repressif terhadap tahanan Politik BT Cs, seperti contoh penganiaayaan terhadap BT tertanggal  26/11/09 dengan motif pencobaan pembunuhan berencana.(cr-1)

27 Nov 2009

NKRI Harga Mati vs Papua Harga Mati


Kapolda Tak Hadir, Peserta Dialog Pepera
Kecewa
JAYAPURA–Jelang 1 Desember, suhu politik Papua kembali meninggi. Motto NKRI harga mati atau Papua harga mati mencuat lagi, padahal NKRI harga mati versus (VS) Papua Harga mati ini, telah menciptakan konflik berkepanjangan di antara sesama anak bangsa.
Dialog bertajuk kontroversi Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 yang digelar di Aula STT Isak Samuel Kijne Abepura, Kamis (26/11), dihadiri hampir seluruh komponen Pemuda dan mahasiswa.
Pada presrelease yang ditandatangani Ketua Panitia Wr. Warpo Wetipo dan Sekretarisnya Panitia Wilson Uruaya yang dibagikan kepada wartawan, menyebutkan bahwa tujuan dialog adalah untuk mewujudkan rekonsiliasi sosial di tanah Papua dengan belajar bersama dari Pepera.
 Dialog ini juga bertujuan sebagai forum pembelajaran politik bagi seluruh komponen masyarakat Papua dan non Papua yang mendiami Tanah Papua, serta membangun budaya dialog secara damai dan bermartabat dalam menyelesaikan berbagai persoalan politik di Papua.
 Proses integrasi Papua ke dalam NKRI lewat Pepera 1969 sampai saat ini masih menimbulkan polemik. “Sebab disatu sisi proses dialog telah dipandang sebagai kaidah hukum Internasional. Hal ini berarti bahwa integrasi Papua telah final dan sah, namun di sini lain, ada sebagian masyarakat Papua masih memandang proses Pepera 1969 tidak sah dan tidak berdasarkan kesepakatan New York Agreement,”jelas Wetipo.
  Sehingga perbedaan persepsi ini telah menimbulkan dampak dan pengaruh pada proses politik rakyat Papua, rakyat Papua terkultasi dalam dua pandangan bahwa telah sah, maka NKRI harga mati, sementara disisi lain rakyat Papua memandang bahwa PEPERA merugikan orang Papua, sehingga muncul Papua harga mati.
 “Realitasnya, mulai tumbuh kelompok-kelompok yang pro Papua merdeka dan Kontra Papua merdeka (NKRI harga mati), banyak korban telah berjatuhan karena saling memperkuat opini,” ungkapnya.
 Dengan adanya perbedaan persepsi yang terus mengkristal di masyarakat kita, maka dialog ini bisa dijadikan alat atau media untuk mempertemukan dua perbedaan di antara penduduk di Papua dalam memandang PEPERA 1969.
“Dialog publik ini harus dilakukan, kami mengusahakan untuk mempertemukan dua perbedaan di antara masyarakat yang pro dan kontra soal PEPERA 1969,” harapnya.
 Sementara itu, para pemateri yang diharapkan hadir untuk memberikan materi pada dialog tersebut tidak dapat hadir. Sekedar di keteahui, pemateri yang hadir Tokoh Agama Sokrates Sofyan Yoman, Wakil Komnas HAM Kantor Perwakilan Papua Matius Murib, sedangkan dua pemateri lainnya tidak dapat hadir untuk memberikan materi yaitu Kapolda Papua serta Ketua Barisan Merah Putih (BMP) Ramses Ohee, ketidak hadiran dua pemateri ini membuat peserta dialog kecewa. (cr-4)

Bucthar Dianiaya, Massanya Protes


Pelakunya Anggota TNI/Polri

JAYAPURA–Situasi Keamanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 2 A Abepura Jumat kemarin, mendadak berubah menjadi tidak terkendali. Ini menyusul adanya aksi demo yang dilakukan sekitar 200-an massa yang terdiri dari perempuan dan laki – laki sambil berteriak – teriak hidup BT. Bebaskan BT dari tahanan Lapas, sebab telah terjadi penganiayaan terhadap BT.
Aksi massa yang mengaku keluarga Bucthar Tabuni (BT) ini, sebagai buntut penganiayaan terhadap Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat, Buctar Tabuni yang adalah tahanan politik di lapas Abepura. Bukcthar diduga dianiaya oleh anggota TNI/POLRI serta pengawai Lapas Abepura. 
Dari Pantau Bintang Papua di TKP, Personil gabungan Polresta Jayapura yang dipimpin langsung Kabag Ops AKP Dimingus Rumaropen S.sos dan Kapolsek Abepura AKP Yafet Karafir, sedang menenangkan massa yang nyaris tidak terkedali.
Aksi massa tersebut baru redah ketika Kalapas Abepura Antonius Ariobaba SH,M.Si yang juga, Ketua Umum Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi Papua hadir di TKP dan memberikan penjelasan
Massa yang dipimpin Koordinator Lapangan Usama Yogoby kepada Bintang Papua mengatakan, aksi ini adalah aksi damai sebagai bukti dari soladaritas dan dukungan moral penuh kepada BT. “Kami tidak mewakili organisasi siapa – siapa melainkan atas nama keluarga dari saudara kami BT yang dianiaya dan diduga mendapat diskriminasi sebagai tahanan politik di Lapas Abepura,”jelasnya Jumat( 27/11)
Menurut Yogoby dan sms singkat yang beredar di tenggah – tegah masyarakat yaitu Info Buktar Tabuni ( Tapol ) Sekitar Jam 19.00 Wit Kamis 26 November  2009 di keroyok 2 anggota TNI/ Polri dan 1 petugas LP di Lapas Abepura, akibatnya yang bersangkutan  mengalami luka serius di sekujur tubuh bahkan sempat tidak sadar ( Pingsang ). Alasan mereka menganiaya BT adalah yang bersangkutan sering melakukan provokasih di Lapas Abepura, tolong dilanjutkan ke jaringan  atau teman – teman lain.
Sms berikut yang didapat Bintang Papua adalah pelaku penganiayaan terhadap Buctar Tabuni,18 : 15 Wit Tanpin–Tampin  anggota TNI Samsul Bactri,Yansen Korwa,Robby Polri Theo Awii Sebby&Amoye. Sms tersebut sempat beredar luas di tegah – tegah masyarakat.
Sebelum aksi demo oleh massa di Lapas Abepura, sekitar jam setegah dua belas siang pada malam hari nya Bintang Papua ketika mendapatkan sms tersebut langsung mencoba menghubungi Kalapas Abepura Antonio Airobaba SH,Msi sekitar jam satu malam melalui telepon selulernya, namun Kapalas membantah adanya penganiayaan dan kekacauan di Lapas Abepura.
Esok  siangnya sekitar jam setegah dua belas siang Jumat ( 27/11)Bintang Papua dihubungi oleh salah seorang wartawan untuk pergi ke Lapas Abepura yang  di kerumuni massa yang mengatas namakan  keluarga BT.
Dari Pantau Bintang Papua di halaman depan Lapas Abepura, Kalapas Abepura di dampingi Kabag Ops Polresta Jayapura serta Kapolsek Abepura AKP Yafet Karafir memberikan penjelasan kepada para pendemo menyangkut kejadian tersebut.
Menurut kalapas, aksi tersebut sangat sepeleh hanya disebabkan masalah air, sehingga terjadi adu argument dan saling berantam antara BT dan beberapa Anggota TNI yang juga adalah napi.
Menurut salah seorang sumber terpercaya dan tidak mau disebutkan
Namanya, aksi tersebut dipicu ketika BT menanyakaan air yang tidak mengalir
pada hal ia ingin mandi. Hal tersebut terjadi kurang lebih jam tuju malam.
Setelah itu BT masuk ke selnya dan selanjutnya Oknum Tahanan yang diduga anggota TNI datang dan membuka selnya BT,  selanjutnya membawa BT ke luar
untuk dikeroyok. Sebab menurut mereka BT melakukan provokasi.
Kalapas juga dalam penjelsanya sangat mengelu tentang ketersediaan air yang ada sehingga memicu aksi pengroyokan tersebut. “Untuk itu kami sangat kesulitan mendapatkan pasokan Air bersi,”katanya.
Sementara itu massa pendemo yang bernama Simon Olua mahasiswa semenester 7 Fisip Uncen kepada Bintang Papua Jumat ( 27/11) mengatakan,”saya mempertanyakan kenapa sampai tahanan militer bisa ditempatkan di Lapas Abepura, pada hal mereka kan mempunyai rumah tahanan sendiri yan berada di Waena, ini ada seknario apa ini,” tanyanya dengan heran.
Dalam penjelasannya Kalapas menjelasakan bahwa Oknum TNI yang melakukan aksi penganiayaan tersebut sengaja dititipkan pihak TNI di Lapas Abepura, sebab mereka ( pihak TNI ) tidak ada dana untuk mengirim anggota TNI yang sudah menjadi napi tersebut ke Makassar.
Lanjut Kalapas termudah di  Indonesia ini, bahwa pihaknya sebagai Kalapas Abepura telah membuat yang terbaik serta mempertaruhkan jiwa dan raga untuk membina para napi di lapas ini.
“Bahkan saya juga telah mempersiapakan suatu KKR yang dipimpin oleh Hamba Tuhan terkenal Pdt Gilbert Lumoindang yang akan datang pada tanggal 1 Desember dan memberikan penguatan – penguatan rohani kepada para napi, tapi sayang BT Cs menolak akan kedatangan Hamba Tuhan terkenal tersebut.
Mendengar penjelasan Kalapas Abepura massa mulai tenang dan mempertanyakan keadaan BT yang diduga telah dianiaya anggota TNI/Polri yang ditahan di dalam Lapas Abepura.
Massa mulai beringas dan geram ketika Kalapas mengatakan untuk perwakilan saja yang dari massa pendemo untuk bertemu BT. “Kami ingin saudara kami BT dibawa keluar, sehingga memberi penjelasan kepada kami bahwa dia tidak disakiti dan dalam keadaan baik – baik saja,” jelas Festus Ason.
Namun permitaan tersebut tidak diijinkan Kalapas, sehingga terjadi adu argumen yang sangat alot.
Dimana menurut Kalapas, masa pendemo tidak mempercayai orang yang kalian tuakan sebab disini, kan ada Komanas HAM Bapak Matius Murib, Pengacara BT Piter ELL dan kawan-kawan.
Mendengar penjelasan tersebut, massa pun menyetujui dan beberapa perwakilan pendemo dan komnas Ham serta Pengacara BT Cs masuk bertemu BT untuk memastikan bhawa BT dalam Keadaan baik – baik saja.
Namun sangat disayangkan wartawan dilarang masuk untuk meliput pertemuan tersebut.
Kurang lebih satu jam pengacara BT Cs yang didampingi beberapa utusan  memberikan penjelaskan kepada wartawan dan massa pendemo tentang keberadaan BT.
Piter Ell Pengacara  BT menjelaskan, ada du alternatif yang pihaknya lakukan yaitu dengan cara hukum atau secara adat. “Sehingga kami putuskan untuk menyelesaiakanya dengan secara adat dan hal tersebut diminta langsung BT dan Seby Sebom, sehingga tidak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan,”katanya.
Sementara itu Perwakilan Komnas Ham Papua Matius Murip kepada Bintang Papua Jumat ( 27/11) mengatakan, ada terjadi penyalagunaan kewenangan dan tindakan mereka tidak bisa diterimah oleh siapapun, apa lagi oleh Komnas Ham.
Sebab siapapun warga negara yang ditahan di Lapas ini harus dijamin aman sesuai dengan amanat konstitusi. Namun Komnas Ham sesalkan kekeran yang dilakukan saat ini. “Untuk kami akan memberikan rekomendasi kepada pihak Lapas Abepura untuk tetap tunduk sesuai prosedur tetap yang berlaku. Dan harapan kami ke depan yaitu pihak Lapas Abe harus profesional dalam menjalankan tugasnya. Dan pihak TNI hari ini juga telah mengambil tindakan tegas untuk menarik semua pasukan yang di tempatkan di Lapas Abepura,”harapnya. (cr-1)