WELCOME TO WEB FGPBP

Mungkin anda berfikir, akulah manusia yang paling tidak beruntung dan bodoh, karena kecintaan ku terhadap negeri ku lebih besar dari yang kau dapat dari ku...tapi satu hal yang kau tahu, bahwa aku berjalan bersama suatu kebenaran yang dunia telah menolaknya...sebab yang ku tahu...kebenar itu akan memerdekakan aku.

3 Agu 2010

DPRP Didesak Gelar Sidang Istimewa

Menyikapi Aspirasi Penolakan Otsus

JAYAPURA—Pemerintah pusat  dinilai lambat menanggapi  tuntutan aspirasi penolakan Otonomi Khusus (Otsus)  Papua yang berkali kali disampaikan massa MRP kepada DPRP. Terkait dengan itu,  DPRP  didesak segera mengelar sidang istimewa guna mengakomodir   tuntutan referendum ulang  bagi rakyat Papua  pada tahun 2010 dan peralihan negara RI kepada Negara Republik Papua Barat tanpa syarat  dalam  pengawasan Dewan Keamanan PBB pada tahun 2010,  serta membentuk  Tim 10 guna menyampaikan aspirasi  referendum Papua Barat  untuk  tatap muka bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.  
Demikian Siaran Pers yang disampaikan Forum Rekonsiliasi  Para Pejuang Republik Papua Barat Merdeka Politikal Tapol-Napol/OPM-TPN/RWP  ditandatangani  Filep Karma, Buchtar Tabuni (Penanggungjawab) serta Juru Bicara Saul J Bomay yang diterima Bintang Papua di Jayapura, Selasa (3/8).
Forum Rekonsiliasi  Para Pejuang Republik Papua Barat Eks Tapol-Napol/OPM-TPN RWP  juga menyampaikan sikap politik antara lain. Pertama, prinsip perjuangan bangsa Papua  untuk memisahkan diri dari NKRI mempunyai  jaminan hukum  yakni deklarasi PBB tentang hak penduduk asli (masyarakat pribumi) adalah sebuah deklarasi yang disahkan  Majellis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (MU PBB)  dalam sidang  ke-61 di Markas Besar PBB di News York 13 September 2007.
Deklarasi ini menggariskan hak  individu dan kolektif para penduduk (pribumi) dan juga  hak  mereka  terhadap budaya, identitas, bahasa, pekerjaan, kesehatan, pendidikan dan isu isu lainnya. Deklarasi ini juga menekankan hak mereka untuk memelihara dan memperkuat  institusi, budaya dan tradisi dan hak mereka akan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi mereka.
Deklarasi ini juga melarang diskriminasi terhadap penduduk asli, dan memajukan partisipasi mereka secara penuh dan efektif dalam segala hal yang menyangkut masalah mereka serta hak mereka untuk tetap berada dan mengusahakan visi pembangunan ekonomi dan sosial mereka sendiri.
Kedua, piagam MU PBB pasal 15 dan 14  tanggal 14 Desember 1960-an mengenai jaminan dan pemberian dan kemerdekaan kemerdekaan kepada rakyat wilayah wilayah jajahan atau penghapusan dekolonisasi dunia.
Ketiga,  pembukaan UUD 1945 alinea pertama bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu hak segala bangsa ….oleh sebab itu maka bangsa Papua mempunyai hak hak untuk menentukan nasib sendiri/merdeka dan berdaulat penuh diatas tanahnya sendiri.   
Keempat, pada prinsip bangsa Papua sudah menolak Otsus pada 28 Maret 2001 serta sudah kembalikan Otsus pada tanggal 12 Agustus 2005 dan itu sudah final secara hukum dan kini hal yang sama lagi kita kembalikan Otsus untuk  kedua kalinya kepada DPRP sesuai dengan sidang paripurna  MRP sudah dikembalikan pada 18 Juni 2010.
Kelima, suara korban Daerah Operasi Militer (DOM)  TNI/Polri di Papua mendesak  kepada elite lit politik yang berstatus orang Irian (bukan bangsa Papua) yang terlibat dalam tim penyusun Draf Otsus agar segera mengakui kegagalan Otsus dan berani mencabut pelaksanaan nya di Papua sebagai bentuk pertanggungjawaban atas semua permasalahan yang berdampak pada kegagalan implementasi UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus secara menyeluruh di Tanah Papua sebagai suatu wujud pertanggungjawaban moral dan politik terhadap bangsa Papua.
Keenam, satu pertanyaan untuk DPRP dan Gubernur Papua untuk menjawab apakah Otsus pertama hasil  penolakan 28 Maret 2001 dan pengembalian Otsus  12 Agustus 2005 serta pengembalian yang kedua  18 Juni 2010 apakah sudah ada jawaban dari pemerintah pusat.
Ketujuh, apabila belum ada jawaban dari pemerintah pusat maka kami rakyat bangsa Papua mendeak kepada DPRP, Gubernur Papua dan Papua Barat  segera mengadakan sidang istimewa DPRP untuk mengakomodir   tuntutan referendum ulang bagi rakyat Papua pada tahun 2010 ini juga DPRP dan Gubernur Papua bersifat memfasilitasi  pembentukan Tim 10 yang independen untuk membawa agenda aspirasi  referendum Papua Barat untuk tatap muka bersama Presiden dan kabinetnya di Jakarta.
Kedelapan, penolakan SK No 14 Tahun 2010 oleh bangsa Indonesia melalui Mendagri  tak mungkin menutup mata RI. Karena bangsa Papua melihat UU No 21 Tahun 2001 yang kami lihat sebagai produk hukum eligal mengingat penolakan rakyat Papua  Barat terhadap UU tersebut  pada  28 Maret 2001 dan pengembalian Otsus kepada negara 12 Agustus 2005 sudah final. Otsus sebagai  kebijakan paksaan RI  dari tahun  2010 telah gagal total. 
(mdc)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar