WELCOME TO WEB FGPBP

Mungkin anda berfikir, akulah manusia yang paling tidak beruntung dan bodoh, karena kecintaan ku terhadap negeri ku lebih besar dari yang kau dapat dari ku...tapi satu hal yang kau tahu, bahwa aku berjalan bersama suatu kebenaran yang dunia telah menolaknya...sebab yang ku tahu...kebenar itu akan memerdekakan aku.

6 Okt 2008

Komnas HAM Kirim Tim ke Wamena


JAYAPURA-Kasus tertembaknya seorang warga, Opinus Tabuni dalam peringatan Hari Bangsa Pribumi se-Dunia yang digelar di Lapangan Sinapuk, Wamena, Jayawijaya saat terjadi penancapan bendera bintang kejora, 9 Agustus 2008 lalu, menjadi perhatian serius Komnas HAM di Jakarta.
Bahkan, mereka menurunkan Tim Pamantau Peristiwa Wamena tersebut, yang diketuai Yoseph Adi Prasetyo bersama 4 orang anggotanya. Mereka antara lain, Endang Sri Melani, Helmy Rosyida, Indahwati dan Naroki, yang telah turun ke Wamena minggu lalu.Komisioner Tim Pemantau Peristiwa Wamena, Yoseph Adi Prasetyo mengatakan bahwa pihaknya sudah turun langsung ke TKP, termasuk bertemu saksi-saksi dan aparat keamanan setempat, bahkan mendapatkan penjelasan dari Kapolda Papua, Irjen Pol Drs Bagus Ekodanto dan Direskrim Kombes Pol Drs Paulus Waterpauw terkait kasus tersebut. "Kami membuka online untuk terus mengikuti proses ini dan kami menangkap penjelasan bahwa senjata itu tidak ada di dalam standart yang digunakan jajaran Polri, tapi ada kaliber 9 mm.
Kami menanyakan kemungkinan apa yang bisa diambil alih Komnas HAM karena sebagai lembaga negara mungkin bisa memberikan rekomendasi kepada atasan kapolri yaitu presiden," jelas Yoseph didampingi Frits Ramandey, Koordinator Sekretariat Komnas HAM Papua dan Septer Manufandu, Pelaksana Tugas Komnas HAM Papua di Kantor Komnas HAM Papua, Argapura, Jumat (19/9) kemarin.
Yoseph mengaku Tim Pemantau Peristiwa Wamena juga menerima penjelasan dari kepolisian untuk memisahkan kasus tertembaknya Opinus Tabuni dan penancapan bendera bintang kejora, karena polisi tidak mempunyai niatan politis, namun hanya menjalankan Undang-Undang bahwa ada pidana menyangkut makar dan keamanan negara sehingga harus melakukan penyelidikan.Meski demikian, Yoseph mengatakan pihaknya tidak bisa mengintervensi penanganan yang dilakukan Polda Papua dalam peristiwa Wamena 9 Agustus 2008 lalu tersebut sehingga proses hukum harus berjalan terus. Namun, lanjut Yoseph, ada masalah cultural yang begitu berat di Papua khususnya menyangkut bintang kejora.
"Jika di dalam Undang-Undang Otsus dimungkinkan bagi orang Papua memiliki bendera sebagai lambang cultural sendiri, tapi jika melihat Keppres 77 bahwa itu tidak diperbolehkan, namun tidak ada satu kalimatpun di dalam pasal dari sumber hukum ini, yang menyatakan bahwa bintang kejora yang dimaksud," katanya. Untuk itu, kata Yoseph, Komnas HAM akan mengeluarkan rekomendasi nantinya, selain mendorong LIPI untuk mencari Papua Peace Road Map atau jalan damai Papua supaya bisa diambil. "Masak, hanya orang menyulam bendera bintang kejora ditangkap, memakai kaos bintang kejora ditangkap dan lainnya. Saya kira nanti akan menambah beban polisi dan mempunyai potensi nanti kekerasan - kekerasan ini mengarah kepada pelanggaran HAM, sehingga kami akan mendorong langkah-langkah yang sifatnya politik yang diambil pemerintah untuk menyelesaikan ini semua," paparnya.
Dikatakan, pada waktu pemerintah dibawah presiden Gusdur yang mendorong agar menerima bendera bintang kejora sebagai simbul cultural lambang daerah. Menurutnya, Komnas HAM konsen dengan permasalahan di Papua ini, karena tidak jelasnya kewenangan politik dan tidak adanya keputusan untuk menyelesaikan keberadaan Undang-Undang Otsus ke dalam perdasi dan perdasus. "Jika pemda mengatur itu lebih konkrit dan diakomodasi oleh pemerintah pusat, saya pikir selesai masalah itu. Kami Komnas HAM akan mendorong itu," katanya.
Selain melakukan turun ke Wamena, Tim Komnas HAM ini juga mengunjungi Lembaga Pemasyarakat Abepura. "Kami bertemu dengan Filep Karma, Yusak Pakage, Daan Dimara, mantan terdakwa kasus Abepura kerusuhan Maret tahun lalu dan sempat berkomunikasi termasuk bertemu dengan Kalapas Abepura," katanya. Dalam pertemuan ini, Komnas HAM mengaku menangkap adanya konsen dari Kalapas Abepura untuk meningkatkan kualitas dan tingkat pelayanan serta standarisasi yang harus dimiliki lapas.Hanya saja, kata Yoseph, problem yang dihadapi Lapas Abepura ini, yakni bangunan tersebut merupakan peninggalan Belanda yang harus direnovasi secara total dan belum adanya kegiatan-kegiatan untuk mengisi ketrampilan dari para penghuni lapas baik napi maupun tahanan titipan. "Ini menjadi PR panjang dan saya kira Kalapas punya kemauan politis untuk mendorong supaya hak-hak ini supaya dipenuhi, termasuk hak untuk melakukan sosialisasi sebelum tahanan habis dan kami di Komnas HAM akan menggunakan karena kalapas sudah membuat analisis keadaan di Abepura, karena ada tahanan politis dan ada orang dalam kategori penyandang HIV/AIDS, kami ingin minimal standar pelayanan kepada orang-orang yang memiliki kategori khusus ini, ada tahanan anak, perempuan dan dewasa sehingga tidak campur aduk," paparnya. Untuk itu, imbuh Yoseph, Komnas HAM sebagai lembaga negara akan mendorong ada peningkatan capacity building dari petugas di Lapas Abepura.
"Kami nanti akan kembali ke sini untuk mendorong melalui training, pembekalan, pengadaan prasarana dan sarana kita akan mengeluarkan rekomendasi ke gubernur Papua dan komisi F DPRP supaya betul-betul menjadi perhatian dan mengalokasikan anggaran melalui APBD untuk dukungan bagi penguatan dan perbaikan LP ini," tandasnya. (bat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar