WELCOME TO WEB FGPBP

Mungkin anda berfikir, akulah manusia yang paling tidak beruntung dan bodoh, karena kecintaan ku terhadap negeri ku lebih besar dari yang kau dapat dari ku...tapi satu hal yang kau tahu, bahwa aku berjalan bersama suatu kebenaran yang dunia telah menolaknya...sebab yang ku tahu...kebenar itu akan memerdekakan aku.

6 Okt 2008

Proses Hukum Kasus Bintang Kejora Bukan Solusi

Anthon: Pasal Makar Perlu Diuji Materiil ke MK
JAYAPURA-Penanganan kasus pengibaran bintang kejora, sebaik pemerintah dan aparat keamanan harus lebih bersikap kooperatif untuk menyelidikan apa maksud di balik pengibaran bintang kejora. Hal ini diungkapkan Anthon Raharusun, Advokat Senior dan telah menyelesaikan studi S2 jurusan hukum kenegaraan UGM Yogyakarta kepada Cenderawasih Pos, Kamis (25/9).Menurutnya, dalam menangani kasus bintang kejora, pemerintah dan aparat keamanan tidak perlu terus menerus mengambil tindakan represif terhadap warga yang notabene masih warga NKRI. "Ekspresi yang ditunjukkan lewat symbol bintang kejora yang dilihat dalam konteks aspirasi simbolik (bukan aspirasi politik), artinya aspirasi simbolik yang diperlihatkan oleh sebagian warga masyarakat Papua tersebut masih dalam konteks demokrasi yang harus dicarikan akar permasalahannya dan dicarikan solusi tanpa harus rakyat terus-terus menjadi korban dariketidak adilan dari sebuah proses peradilan yang sesaat dan unfair," katanya.
Menurutnya, korban dari ketidakadilan dalam proses peradilan yang unfair tersebut tentu hanya akan menambah deratan panjang dilema yang terus menerus dihadapi oleh bangsa ini. "Oleh karena itu menurut saya sebaiknya Pasal Makar dalam KUHP perlu dilakukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK), mengingat pasal itu sudah tidak relevan lagi dengan semangatdemokrasi saat ini di Indonesia, dimana bangsa ini sedang menata faham kebangsaan dan ke-Indonesiaan menuju demokrasi yang tetap Pancasilais," ujarnya.
Dikatakan, ekspresi dengan cara menaikkan Bendera Bintang Kejora oleh sebagian warga masyarakat Papua sebaiknya jangan dipresepsikan sebagai bentuk permusuhan terhadap Negara yang ingin memisahkan diri dari wilayah NKRI, sebab apakah dengan berekspresi melalui symbol bendera dengan cara menaikkan bintang kejora seketika itu pula telah memisahkan wilayah Papua menjadi Negara sendiri atau Negara yang merdeka."Symbol bendera yang diekspresikan itu harus dilihat sebagai sebuah dilemma Negarabangsa yang semestinya diberikan kelonggaran kepada berbagai kelompok di dalam masyarakat (termasuk kelompok primordial) untuk menyatakan dan memperjuangkan aspirasi sosial-politiknya, sepanjang aspirasi itu tidak menjadikan sebagian wilayah NKRI ke dalam kekuasaan asing atau membentuk sebuah Negara Baru," tuturnya. Sepanjang kekhawatiran itu tidak terjadi, lanjutnya, maka pemerintah dan aparat sebaiknya tidak selalu dan terus menerus bersikap represif terhadap setiap aspirasi yang terjadi di tanah Papua. "Sebab, ketika tindakan represif dan proses hukum menjadi pilihannya, maka justeru akan mendorong semangat entitas priomordial dari anak bangsa ini untuk tetap berjuang melawan ketidak adilan dan penindasan. Dengan demikian, menurut saya sudah saatnya pasal-pasal makar yang ada masih dipertahankan dalam KUHP perlu dihapus karena sudah tidak relevan lagi dengan semangat demokrasi saat ini, karena bangsa ini tidak lagi hidup dalam rezim kolonial, dan jika saja pasal-pasal makar itu tetap diterapkan dalam suasana demokrasi ke-Indonesia yang Pancasilais ini, maka kebhinekaan dan kebangsaan yang selama ini menjadi alat perekat jati diri bangsa ini secara lambat laun akan melunturkan rasa kebangsaan ke-Indonesiaan dari sabang sampai merauke," pungkasnya. (fud)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar