WELCOME TO WEB FGPBP

Mungkin anda berfikir, akulah manusia yang paling tidak beruntung dan bodoh, karena kecintaan ku terhadap negeri ku lebih besar dari yang kau dapat dari ku...tapi satu hal yang kau tahu, bahwa aku berjalan bersama suatu kebenaran yang dunia telah menolaknya...sebab yang ku tahu...kebenar itu akan memerdekakan aku.

2 Nov 2010

Otsus Tidak Menyelamatkan Orang Papua

Written by Frida/Papos   
Wednesday, 03 November 2010 00:00
JAYAPURA – Dewan Adat Papua (DAP) menilai, Otsus tidak menyelamatkan orang Papua. Ada beberapa kebijakan langsung maupun tidak langsung pemerintah pusat di Jakarta yang menunjukkan pelanggaran terhadap pelaksanaan UU Otsus. Di antaranya, Inpres No.1 Tahun 2003 tentang pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat, pencairan dana Otsus tiap tahun anggaran hampir selalu sebagian besar pada akhir tahun anggaran, sehingga dana tidak dimanfaatkan secara efektif untuk menolong dan menyelamatkan orang asli Papua.
Termasuk pelarangan bendera separatis sesuai PP No. 77 tahun 2007, yang bertentangan dengan amanat UU Otsus khususnya pasal 5, di mana MRP gigih memperjuangkan Perdasus Lambang Daerah.
Pernyataan DAP, dalam pidatonya pada ulang tahun MRP ke-5, Senin lalu itu, terungkap kekecewaan atas sikap pemerintah pusat yang mengambil langkah-langkah yang tidak menarik simpati rakyat Papua. “Pemerintah Pusat mendorong dan mendukung pembentukan barisan merah putih (BMP) di Tanah Papua dan kegiatannya sehingga lembaga Negara di daerah seperti DPRP dan MRP , kegiatannya terganggu,” kata Forkorus Yaboisembut dalam pernyataan sikap DAP.
Selain itu, penolakan perjuangan MRP atas 11 kursi Otsus versus penerimaan usul BMP atas 11 kursi yang sama oleh mahkamah konstitusi dengan mengerdilkan lembaga DPRP dan MRP dalam materi gugatannya. Ini menunjukkan sikap pemerintah pusat terhadap lembaga Negara di daerah tidak diperhatikan dari pada organisasi (milisi) yang dibentuknya. Politisasi SK MRP No. 14 tahun 2009 pun, menjadi bola liar panas yang dipermainkan oleh siapa saja, dari puast sampai di daerah. Pemerintah pusat memandang curiga dan tidak sepenuh hati karena itu, SK itu sepertinya tidak dipergunakan.
Sementara dari sisi pemerintah daerah, DAP menilai, ada beberapa indicator kegagalan dalam implementasi Otsus. Di antaranya, Pemprov tidak segera menetapkan Perdasi dan Perdasus selama 7 tahun pelaksanaan Otsus, kecuali Perdasi pembagian dana Otsus. Baru pada tahun ke-8, ada sejumlah Perdasi dan Perdasis tetapi belum dipergunakan. Selain itu, belum terbentik komisi kebenaran dan rekonsiliasi (KKR) dan pengadilan HAM di Tanah Papua. “Pemerintah belum menyentuhnya,” kata Yaboisembut.
Tanggal 31 Oktober sebagai masa berakhirnya jabatan MRP, ia juga menilai, gubernur secara tergesa-gesa mengirim surat ke Mendagri, tanggal 12 Oktober lalu, perihal masa jabatan anggota MRP dengan isi surat, rancangan Perdasus tetnang tata cara pemilihan anggota MRP tahun 2010-2015 sudah disampaikan kepada DPRP sehingga tinggal menunggu pembahasan dan pengesahan melalui sidang paripurna. Karena itu, Mendagri menjawab dengan perpanjanan masa jabatan hingga 31 Januari 2011.
Sebagai ketua DAP, ia menyatakan bahwa MRP adalah lembaga politik yang dibentuk berdasarkan UU Otsus, maka ia menolak jika masa jabatan MRP diperpanjang. “Ini sama dengan menodai dan melanggar konstitusi Negara kesatuan Indonesia karena secara sadar telah memasung MRP mulai dari kebijakan sampai dengan implementasi,” ujarnya. Di sisi lain, rakyat Papua secara tegas menyatakan implementasi Otsus tidak menyelamatkan orang Papua.
Indicator kegagalan itu, antara lain, pemerintah mengeluarkan berbagai UU pemekaran kabupaten dan provinsi, instruksi presiden, keputusan presiden, dan lainnya yang bertentangan dengan UU Otsus, penyebaran HIV/AIDS yang cepat, tidak berhasil menangani illegal loging, illegal fishing, illegal minning, di Tanah Papua, mengambil alih tanah adat untuk pembangunan infrastruktur militer dan sipil, menerapkan operasi intelijen secara terbuka dan tertutup di Tanah Papua, memelihara pejabat korup di Tanah Papua dan lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar